7 Pendidikan Allah Untuk Nabi Berkait dengan Umat

3 min read

Pendidikan Allah Untuk Nabi Berkait dengan Umat

Bismillaahir rahamaanir rahiim

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًا

Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,

وَّدَاعِيًا إِلَى الله بِإِذْنِهٖ وَسِرَاجًا مُّنِيْرًا

dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.

وَّبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِأَنَّ لَهُمْ مِّنَ الله فَضْلًا كَبِيْرًا

Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.

 

وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِيْنَ وَالْمُنَافِقِيْنَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ وَكَفٰى بِالله وَكِيْلَا

Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.

 

Jika kita memerhatikan ayat-ayat sebelumnya, maka kita dapat melihat bahwa :

  • Mulai ayat ke-1 adalah ta’dib (pendidikan) dari Allah untuk Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berhubungan dengan Tuhan
  • Mulai ayat ke-26 adalah ta’dib (pendidikan) dari Allah untuk Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berhubungan dengan keluarga
  • Dan yang ketiga (ayat 45-47) ini adalah ta’dib (pendidikan) dari Allah ta’ala untuk Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berhubungan dengan umat

Dalam surat ini memuat 7 ta’dib (pendidikan) Allah kepada beliau berkaitan dengan umatnya. Sebagai umat beliau, kita tentu wajib mengetahuinya, juga meneladaninya sekuat tenaga.

Pendidikan Pertama, Nabi sebagai SYAHID (SAKSI)

Yang dimaksud sebagai saksi di sini memiliki beberapa pengertian :

Pertama, Saksi bagi Allah, sesungguhnya Dia adalah Dzat yang Esa, tidak ada Tuhan yang menguasai segala sesuatu hanya Allah saja. Allah menjadikan Nabi menyaksikan keesaan dan kekuasaan-Nya dengan sebenar benarnya, dengan sejelas jelasnya. Sebagaimana Allah pun menjadi saksi atas ke-Nabi-an beliau ﷺ sebagaimana firman-Nya : QS. Al-Munafiqun/63 : 1

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُوْلُ الله وَاللهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُوْلُه وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لَكَاذِبُوْن

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.

 

Dari pengertian ini,  kita bisa menyaksikan dan meneladani betapa dekatnya Kanjeng Nabi ﷺ dengan Allah ta’ala, sehingga beliau benar-benar mengenal Allah, menyaksikan keesaan dan keagungan Allah ta’ala dan Allah pun menjadi saksi atas kenabian beliau ﷺ.

Kedua, di dunia, beliau menjadi saksi atas ahwalil akhirah (keadaan-keadaan di akhirat), seperti syurga, neraka, mizan (timbangan amal), shirath (titian menuju syurga) dan sebagainya. Di akhirat beliau menjadi saksi atas ahwalid dun-ya (keadaan-keadaan di dunia), yakni atas ketaatan maupun kemaksiatan manusia, atas perbaikan dan kerusakan yang dilakukan manusia.

Ketiga, saksi atas amal-amal umat beliau di hari kiamat. Beliau menjadi saksi yang diterima persaksiannya di hadapan Allah ta’ala. Karena beliau adalah seadil adilnya saksi bagi umatnya. Baik umat yang menerima dan membenarkan, maupun yang menolak dan mendustakan beliau.

Dari dua pengertian ini, kita bisa menyaksikan dan meneladani bahwa Nabi benar benar telah mengajar umat. Menyampaikan seluruh pesan Allah bagi umat. Merampungkan tugas beliau dengan sebaik-baiknya untuk membimbing umat sampai akhir hayat beliau.

Dalam khutbah beliau yang terakhir beliau menyampaikan banyak pesan, hingga akhir kalimat beliau :

“Ya Allah, sudah aku sampaikan”

Bahkan para sahabat menjawab, “Betul Tuan sudah menyampaikan semua pesan Allah”.

Beliau benar benar sempurna dalam menjalankan tugas kehambaan dan kerasulan beliau hingga beliau meninggalkan kita semua menuju Kekasih yang Maha Luhur.

 

Pendidikan Kedua, Nabi sebagai MUBASYIR (PEMBERI KABAR GEMBIRA)

Pendidikan Ketiga, Nabi sebagai NADZIR (PEMBERI PERINGATAN)

Pendidikan Allah selanjutnya adalah, agar dalam membimbing umat, Rasulullah menjadi mubasyir dan nadzir. Mubasyir artinya orang yang suka memberi kabar gembira sedangkan nadzir adalah orang yang suka memberi peringatan.

Namun Rasulullah dididik oleh Allah ta’ala agar mendahulukan tabsyir (kabar gembira) dalam memberi pendidikan kepada umat. Kabar gembira akan rahmat Allah ta’ala, akan ampunan dan syurga, akan kebahagiaan yang abadi di akhirat nanti.

Ketika ayat ini turun, Rasulullah ﷺ sedang menyiapkan Sayidina Ali dan Mu’adz sebagai utusan ke Yaman, untuk membimbing penduduk Yaman agar mengenal dan mencintai Islam. Rasulullah bersabda kepada mereka berdua, “Pergilah kalian berdua, berikanlah kabar gembira dan berikanlah peringatan, berikanlah kemudahan jangan mempersulit. Sungguh telah diturunkan kepadaku suatu ayat,, kemudian Rasulullah ﷺ membaca ayat ini”.

Pendidikan semacam ini harus kita teladani dalam mengenalkan agama kepada umat manusia, yakni mendahulukan untuk memberi kabar gembira, kemudian memberikan peringatan. Memberi kemudahan, tidak mempersulit.

Terkait hal ini baca juga penjelasan menarik dari Habib Mundzir di https://www.mqnaswa.id/jangan-mempersulit/

Pendidikan Keempat, Nabi sebagai DA’I (PENGAJAK) menuju Allah

Pendidikan Kelima, Nabi sebagai SIRAJ (CAHAYA) yang Menerangi

Dua Pendidikan selanjutnya adalah Allah menanamkan kepada Nabi agar menjadi Da’i (orang yang mengajak) menuju Allah. Menuju ampunan Allah. Bukan hanya mengajak, tapi beliau sendiri menjadi pelita, menjadi cahaya bagi umat. Baik cahaya itu berupa syari’at agama yang termaktub dalam Al-Qur’an yang beliau ajarkan, maupun cahaya itu dari kepribadian beliau sendiri yang menjadi contoh teladan langsung bagi masyarakat.

Al-Qur’an itu disifati Allah dengan sifat Cahaya : QS. An-Nisa/4 : 174

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُوْرًا مُّبِيْنًا

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).

 

Dalam ayat ini, Allah pun menjadikan Nabi sebagai pelita/ cahaya. Berpadulah cahaya risalah ini dengan cahaya kepribadian beliau. Sehingga masyarakat benar benar mengenal Islam sebagai agama yang benar, agama yang mengangkat martabat manusia dari perilaku rendah menuju martabat mulia. Dari perbuatan penyembahan berhala, kejahatan dan kekejian yang biasa dilakukan, menuju martabat luhur yang diajarkan Allah ta’ala. Seolah Nabi mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju tempat yang penuh cahaya. Dan dalam menyusuri kegelapan itu, Nabi sendiri yang menjadi cahaya penuntun mereka semua.

 

Pendidikan Keenam dan Ketujuh, Keteguhan Hati dan Bertawakkal kepada Allah

Dalam menjalankan tugasnya, Nabi menghadap berbagai cobaan. Dari sekedar acuhnya umat, sampai pada penganiayaan, penyiksaan hingga pembunuhan. Tidak pula terlepas bujukan dan rayuan agar Nabi meninggalkan tugasnya. Mengikuti kemauan mereka. Namun, Nabi telah didik Allah agar memiliki keteguhan hati. Percaya sepenuhnya kepada Allah ta’ala.

Sebelumnya, memang hal ini sangat berat untuk Nabi. Bisa kita bayangkan, pada masa awal, beliau hanya sendirian saja. Kemudian mengajak keluarga, kerabat dan masyarakat. Sangat berat cobaan yang beliau rasakan. Sampai sampai digambarkan dalam Al-Qur’an : QS. Asy-Syu’ara/26 : 3

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ أَلَّا يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Hampir hampir kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.

 

Yakni, Allah berfirman, “Wahai Muhammad, janganlah engkau membinasakan dirimu hingga mati akibat rasa sedih sebab penolakan mereka (terhadapan ajakanmu) dan terhadap ayat ayat al-Qur’an”. Kata bakhi’un nafsaka ini menggambarkan kesedihan yang luar biasa, sehingga mengantar kepada kematian.

Namun, Nabi Muhammad  ﷺ telah dipilih Allah untuk menjadi hamba-Nya yang sempurna. Sempurna dalam mengabdi kepada Allah. Sempurna dalam menuntaskan tugas mendidik umat. Agar menjadi teladan selama lamanya bagi peradaban manusia.

Jika kita meneladani kesemua pendidikan ini, maka kita mendapat percikan keberkahan dari warisan Sayidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Amiin amiin.

 

Wallahu A’lam
Alhamdulillahirobbil ‘alamin

Kertanegara, MQ Naswa
Selasa, 26 Mei 2020 M / 3 Syawal 1441 H
Wawan Setiawan

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *