Amalan dari Rasul untuk sahabat Nabi Abu Dzar Al-Ghiffari : Pengajian Kitab ‘ushfuriyah bagian ke-7 tentang “Keutamaan “Laa ilaaha illallah”
Bismillaahirrahmaanirrahiim
(Hadits ke-5):
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ الْغِفَّارِيِّ رَضِيَ اللهُ تَعَالٰى عَنْهُ, أَنَّهٗ قَالَ : قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ, عَلِّمْنِيْ عَمَلًا يُقَرِّبُنِيْ إِلَى الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِيْ مِنَ النَّارِ. قَالَ إِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَأَتْبِعْهَا حَسَنَةً. قَالَ أَمِنَ الْحَسَنَاتِ قَوْلُ لَۤا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ ؟ قَالَ نَعَمْ, هِيَ أَحْسَنُ الْحَسَنَاتِ.
Dari Abi Dzar Al Ghiffari Radhiyallaahu Ta’aalaa ‘Anhu, sesunguhnya beliau berkata : Aku berkata, “ Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu amalan yang mendekatkan aku ke syurga dan menjauhkan aku dari neraka. Berkata Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam, “Jika engkau melakukan keburukan, ikutilah dengan kebaikan”. Berkata (Dari Abi Dzar Al Ghiffari Radhiyallaahu Ta’aalaa ‘Anhu), “Apakah termasuk kebaikan, ucapan Laa Ilaaha Illallaah ?”. Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “Ya. Laa ilaaha illallaah adalah sebaik baiknya amal kebaikan”.
((Penjelasan :
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ الْغِفَّارِيِّ
Dari Abi Dzar Al Ghiffari
Abu Dzar Al-Ghiffari adalah termasuk as-sabiquunal awwaluun (golongan sahabat yang awal masuk Islam). Yang termasyhur dari orang yang pertama kali masuk Islam adalah Sayidah Khadijah, isteri tercinta Rasulullah . Kemudian Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq dan Sayidina ‘Ali radhiyallahu ta’ala ‘anhum. Kemudian mulai sahabat sahabat yang lain menerima Islam, termasuk di antaranya adalah sahabat Abu Dzar.
Daftar As-Sabiqunal Awwalun dapat anda baca di : https://www.pecihitam.org/siapa-saja-golongan-assabiqunal-awwalun-sahabat-nabi/
Adapun kisah masuk Islamnya Abu Dzar dapat dibaca di : https://bincangsyariah.com/khazanah/kisah-masuk-islamnya-sahabat-abu-dzar-al-ghifari/
يَارَسُوْلَ اللهِ, عَلِّمْنِيْ عَمَلًا
Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu amalan
Banyak sekali diriwayatkan tentang para sahabat Nabi yang meminta “amalan” dari Nabi ﷺ. Baik amalan itu berupa dzikir, puasa dan sebagainya. Ini menunjukkan karakter sahabat Nabi yang selalu ingin menambah nambah kebaikan yang dapat dilakukan. Hal ini pun menjadi dasar boleh (bahkan dianjurkan)nya “meminta amalan” kepada para ulama dengan tujuan untuk menambah kebaikan (amal shaleh))
إِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَأَتْبِعْهَا حَسَنَةً
Jika engkau melakukan keburukan, ikutilah dengan kebaikan
Setiap orang hendaknya memerhatikan perbuatannya. Memeriksanya. Jika perbuatannya adalah perbuatan yang buruk, maka segera mengikutinya dengan perbuatan baik. Karena perbuatan baik itu akan menghapus dosa, atsar dan kehinaan dari perbuatan buruknya.
Kebiasaan memeriksa perbuatan sehari-hari ini lah yang menjadikan Syaikh Makinuddin menjadi seorang wali Abdal. Selanjutnya baca di : https://www.mqnaswa.id/amalan-syaikh-makinuddin-sehingga-menjadi-wali-abdal/
أَمِنَ الْحَسَنَاتِ قَوْلُ لَۤا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ ؟
Apakah termasuk kebaikan, ucapan Laa Ilaaha Illallaah
Abu Dzar adalah seorang sahabat Nabi yang istimewa. Ia turut dalam peperangan, ia memimpin kaumnya sehingga banyak yang masuk Islam, ia pun menyayangi orang-orang yang lemah. Lalu mengapa, ketika Rasul berkata, “Ikutilah keburukan dengan kebaikan”, beliau (Abu Dzar) bertanya “apakah Laa ilaaha illallaah adalah suatu kebaikan?”.
Seolah-olah Abu Dzar “hanya” mampu mengucap kalimat itu. Seolah-olah Abu Dzar tidak mampu melakukan kebaikan yang “lebih hebat” dari “sekedar mengucap” kalimat tauhid itu ? Tidak demikian.
Pertanyaan Abu Dzar itu menunjukkan Abu Dzar telah mengetahui dalamnya makna Laa ilaaha illallaah. Karena dasar dari semua amal shalih dan perbuatan baik adalah kalimat Tauhid ini. Sehingga Rasulullah ﷺ membenarkan seraya berkata :
نَعَمْ, هِيَ أَحْسَنُ الْحَسَنَاتِ
“Ya. Laa ilaaha illallaah adalah sebaik baiknya amal kebaikan
Kalimat yang menunjukkan keyakinan tidak ada Tuhan yang boleh disembah kecuali Allah ini adalah kunci syurga (miftaahul jannah). Siapa pun yang membawa kalimat ini, maka dia pasti memasuki syurga meskipun sebelumnya di neraka. Sebagaimana akan dikisahkan dalam hikayat berikut :
—
Berkaitan dengan hadits ini, ada sebuah hikayat. Sesunguhnya ada seorang lelaki yang wukuf di Padang Arafah. Di tangannya ada 7 buah batu. Dia berkata, “(Wahai batu!) Jadilah saksi untukku di hadapan Tuhan ku sesungguhnya :
أَشْهَدُ أَنْ لَّۤا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ.
“Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.
Dia pun tertidur. Dalam tidurnya dia melihat seolah olah kiamat telah terjadi dan dia pun sedang mengalami hisab. Setelah dihisab, dia harus dimasukkan ke dalam neraka. Maka malaikat membawanya (untuk dimasukkan ke dalam neraka).
Ketika para malaikat membawa lelaki itu menuju pintu neraka, tiba-tiba, sebuah batu menutup pintu neraka. Para malaikat adzab berkumpul untuk mengangkat batu itu, namun mereka tidak mampu mengangkatnya.
Kemudian para malaikat membawa lelaki itu menuju pintu neraka yang lain. Ternyata di pintu itu pun terdapat sebuah batu yang menutupinya. Para malaikat pun mencoba lagi untuk mengangkatnya, dan (seperti sebelumnya), mereka tidak mampu. Para malaikat membawa lelaki itu hingga tujuh pintu neraka, ternyata setiap pintunya telah terhalang oleh sebuah batu.
Kemudian para malaikat membawa lelaki itu ke bawah arsy, mereka berkata : “Wahai Tuhan kami, Engkaulah yang Maha Mengetahui tentang urusan hamba-hambaMu. Sesungguhnya kami tidak menemukan jalan memasukkan ke neraka untuk lelaki ini”.
Allah Tabaaroka Wa Ta’aalaa berfirman : “Hambaku itu (bersyahadat dan) minta disaksikan (syahadatnya) oleh batu, dan batu-batu itu tidak menyia-nyiakan haknya. Maka bagaimana mungkin Aku menyia-nyiakan haknya. (Wahai hambaKu) Aku menjadi saksi dari Syahadatmu”.
Allah lalu berfirman, “Masukkanlah dia ke dalam syurga”.
(Maka para malaikat membawa lelaki itu menuju syurga). Ketika telah dekat dengan pintu syurga, tiba-tiba pintunya tertutup. Maka datanglah syahadatnya lelaki itu (atau lelaki itu membaca syahadat), maka terbukalah pintu-pintunya sehingga lelaki itu bisa masuk ke dalamnya.
(Hikayat yang lain)
Imam Az Zahid Sayidil Mufti Rahmatullaah ‘Alaihi menceritakan dari ayahnya yang juga seorang mufti Rahmatullaah Ta’aalaa ‘Alaihi berkata : Sesungguhnya Nabi Musa Shalawatullah ‘Alaihi bermunajat kepada Tuhannya.
Beliau berkata, “Wahai Allah Tuhan hamba, Engkau telah menciptakan makhluk. Engkau memelihara mereka dengan nikmat-Mu dan rizki-Mu. (Tapi) kemudian di hari kiamat Engkau memasukan mereka ke neraka-Mu”.
Allah Ta’aalaa kemudian mewahyukan kepada Nabi Musa, “Wahai Musa! Bangun dan tanamlah tanaman !”
Maka Nabi Musa pun mulai menanam, menyirami dan memeliharanya sehingga tiba waktu memanennya. Maka Allah Ta’aalaa berfirman, “Apa yang telah engkau lakukan terhadap tanamanmu wahai Musa?”
Nabi Musa berkata, “Hamba telah mengangkatnya (memanennya)”.
Allah Ta’aalaa berfirman, “Apakah engkau (memanen semuanya dan) tidak meninggalkan sedikitpun dari tanamanmu itu?”
Nabi Musa menjawab, “Wahai Tuhanku, hamba tidak meninggalkan, kecuali sesuatu yang tidak ada kebaikannya (maka hamba tinggalkan/ tidak dipanen)”.
Allah Ta’aalaa berfirman, “Wahai Musa, sesungguhnya Aku (juga) memasukkan ke neraka, (tidak mengangkatnya ke syurga) orang yang tidak ada kebaikannya?”.
Nabi Musa bertanya, “Siapa kah dia (yang tidak ada kebaikannya)?”
Allah Ta’aalaa berfirman, “Yaitu orang yang menolak mengucap “Laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullaah”.
Wallahu A’lam
Alhamdulillahi robbil ‘aalamin
Kertanegara, MQ. Naswa
Rabu Wage, 11 Maret 2020 M / 16 Rajab 1441 H
Wawan Setiawan