Amalan Terbaik di Waktu Sahur

2 min read

Amalan Terbaik di Waktu Sahur

Waktu sahur adalah waktu setelah tengah malam, hingga masuk waktu shubuh. Keistimewaan waktu sahur sangat banyak dan agung, sampai-sampai Allah menggunakan gaya bahasa metaforis bahwa pada waktu tersebut “Aku (Allah) turun ke dunia dan berkata : “Siapa yang berdo’a ? pasti Aku kabulkan. Siapa yang meminta ampunan ? Aku ampuni”.

Tentu maksudnya bukan Allah “turun beneran”, karena Allah bukan benda. Tapi itu menggambarkan bahwa waktu sahur adalah waktu terbuka dan terlimpahnya kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya.

Pada bulan Ramadlan, kita menjadi “lebih tertolong” untuk terjaga di waktu yang mulia tersebut. Alangkah baiknya jika kita mengisi waktu berharga itu dengan amal shaleh. Tapi apa amalan terbaik yang hendaknya kita lakukan pada waktu sahur ?

Al-Qur’an menyebutkan 2 kali kata “waktu-waktu sahur”. Allah ta’ala berfirman :

اَلصَّابِرِيِنَ وَالصَّادِقِيْنَ وَالْقَانِتِيْنَ وَالْمُنْفِقِيْنَ وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْأَسْحَارِ

“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang beristighfar di waktu sahur”. QS. Ali ‘Imran/3 : 17

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

“Dan di waktu sahur mereka beristighfar (kepada Allah)”. QS. Adz- Dzariyat/51 : 18

Para ulama menafsirkan kalimat “orang yang beristighfar ampun di waktu sahur” dan “pada waktu sahur mereka beristighfar” tersebut adalah orang yang :

  1. Shalat malam, karena di dalam shalat juga terkandung makna dan do’a untuk memohon ampunan. (baca Makna Bacaan dan Gerakan Sholat dari Kyai SHoleh Darat)
  2. Berdo’a, karena do’a bisa mencakup apa saja, termasuk permohonan ampun.
  3. Beristighfar, karena inilah yang tampak / dhohir dari ayat tersebut
  4. Shalat Shubuh berjamaah

Para ulama menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud adalah “beristighfar”, memohon ampun kepada Allah (poin nomor 3). Karena inilah yang tampak secara lahiriyah dari ayat tersebut. Tidak perlu memalingkan pada makna lain jika makna dhohir sudah tepat. Lafadz istighfar yang diriwayatkan sangat banyak, di antaranya Sayidul Istighfar (Pemimpinnya/ rajanya Istighfar). Lafadz Sayidul Istighfar dan Keutamaannya silakan baca : https://islam.nu.or.id/doa/inilah-lafal-dan-keutamaan-sayidul-istighfar-menurut-rasulullah-4ymHE)

Adapula para ulama yang menggabungkan semua makna (poin 1-4) di atas. Hal ini banyak diriwayatkan (dan dipraktikkan) para shahabat dan ulama. Waktu malam itu mereka awali dengan sholat dan berdo’a, kemudian pada waktu sahur beristighfar, lalu mendirikan sholat shubuh berjamaah. (Jangan sampai sholat malam dan sebagainya, tapi shubuhnya ketinggalan. Padahal shubuh itu yang fardlu/ wajib).

Tapi yang lebih penting dan perlu ditekankan bagi kita adalah memahami latar belakang ayat tersebut, agar dalam melaksanakan amalan istighfar, tidak sekedar melafalkan kalimat (misalnya) : Astaghfirullahal ‘adiim,,,, atau semacamnya.

Lalu, apa latar belakang ayat tersebut ? Mari kita lihat pada ayat-ayat sebelumnya. ayat ke-14 sampai dengan 16 :

Pada ayat 14 : menceritakan tentang manusia yang menuruti syahwat-syahwat dunia. Syahwat itu artinya dorongan yang sangat kuat untuk mendapatkan sesuatu yang bersifat inderawi (benda).

Syahwat yang disebut dalam ayat ini adalah : wanita, anak-anak – termasuk, anak buah, pegawai, pembantu atau pendukung yang banyak -, dan harta yang banyak – berupa perhiasan, kendaraan, aset dll.

Biasanya dorongan untuk mendapatkan syahwat-syahwat tersebut, membuat manusia banyak terjatuh pada perkara yang dilarang Allah, atau berlebih-lebihan dalam kesenangan-kesenangan tersebut. Minimal membuat kita banyak melalaikan kewajiban, bahkan melupakan Dzat yang memberi kenikmatan-kenikmatan itu, yakni Allah ta’ala. Padahal kelak kita semua kembali kepada-Nya. Demikian bunyi akhir ayat 14.

Pada ayat 15 : Allah menawarkan yang lebih baik dari hal tersebut (menuruti syahwat-syahwat), yaitu syurga “yang mengalir sungai-sungai” (ini adalah gambaran kenikmatan yang sangat sulit untuk dibayangkan orang Arab pada masa Nabi. Artinya kenikmatan yang sangat tinggi hingga tidak bisa digambarkan dalam benak)”, dan mereka kekal di dalam syurga itu.

Uniknya, pada ayat tersebut, Allah menyebut kita, orang beriman yang masih suka berbuat dosa karena memperturutkan syahwat, dengan menggunakan sebutan “orang yang bertakwa”. Betapa pemurahnya Allah masih meneybut kita dengan “hamba yang bertakwa, padahal banyak dosa”.

Nah, barulah pada ayat ke-16 dan 17, Allah menggambarkan sifat-sifat orang bertakwa itu, yang salah satunya adalah “mustaghfiriiina bil as-haar” (para peminta ampun di waktu sahur).

Jadi dalam beristighfar tersebut kita (seolah-olah) berkata, “Ya Allah, Tuhan yang menciptakan dan memelihara hamba, Hamba beriman padaMu dan yakin hamba akan kembali kepada-Mu, tapi hamba banyak sekali melakukan dosa karena menuruti syahwat-syahwat dalam jiwa hamba, ampunilah hamba”. (Jika kita perhatikan, makna seperti ini sangat sesuai dengan lafadz Sayidul Istighfar)

Mengapa ini penting ?

  1. Agar, dalam membaca istighfar kita memahami kita minta ampun dari apa. Bukan sekedar mengucap “astaghfirullahal ‘adhiim”. Coba sekali lagi perhatikan ayat di atas, menggunakan redaksi “mustaghfiriin” (para peminta ampun), buka “meminta ampun”.

Perbedaaan sederhananya, seperti membedakan antara “penyanyi”  dengan “menyanyi”. Penyanyi, memang telah melekat dalam dirinya (jiwanya), sedangkan menyanyi yang penting menyenandungkan nyanyian. Mau ngerti atau tidak, mau serius atau tidak.

  1. Agar setelah menyadari “latar belakang dosa tersebut” kita berusaha sungguh sungguh, jika merasa dosa kita banyak meninggalkan sholat, maka kita akan berusaha menqodlo (mengganti sholat). Jika merasa tidak pernah membaca alQur’an atau sholawat, maka akan kita berusaha membacanya meskipun dengan jumlah yang masih sedikit. Jika kita berbuat semena mena kepada orang lain, kita akan menebus kekeliruan itu, dan jika kita mengambil hak orang lain, maka kita akan mengembalikan hak mereka. Dan seterusnya.

Dua hal ini tercakup dalam makna “ber-istighfar” pada “ayat waktu sahur” yang kita bicarakan ini.

 

Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamin

Kertanegara, MQNaswa,
Senin Wage, 18 April 2022 M / 16 Ramadlan 1443 H

Wawan St

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *