Apa Karomah Guruku?

2 min read

Ada seorang santri yang gemar membaca kisah kisah ulama/awliya, orang orang yang dekat dengan Allah dan dicintai Allah. Biasanya yang paling disukainya adalah kisah karomah mereka. Karomah itu kemuliaan (biasanya wujud berupa keajaiban) yang diberikan Allah kepada para kekasihNya yang bukan Nabi. Jika Nabi namanya mukjizat.

Banyak sekali santri itu membaca karomah para kekasih Allah, ada yang bisa berjalan di atas air. Ada yang menaklukan jin. Ada yang bisa menebak isi hati orang. Banyak sekali macamnya dari yang kategori biasa sampai yang sangat aneh.

Lama lama santri itu jadi kepikiran dan muncul pertanyaan, Apa karomah yang dimiliki guru ku? Sepertinya, tidak ada kisah ajaib tentangnya. Tidak ada cerita istimewa tentangnya. Semakin lama rasa itu menggumpal di dadanya. Ah, jangan2 guru ku orang biasa saja. Rasa kurang puas, mulai menggelayut di jiwanya.

Lalu suatu ketika, entah 10 tahun kemudian atau lebih dari itu. Hidup, sibuk, bekerja, kemudian keluarga, uang, keinginan dan yang pasti dosa, melahirkan masalah, demi masalah. menumbuhkan tekanan demi tekanan yang bertambah. Hingga sampai lah dia di ujung ketahanan fisik dan jiwanya. Entah masalahnya memang terlalu banyak dan bertumpuk atau hati nya terlalu sempit. Seperti ungkapan seorang Kiai “Dunia mu seluas hatimu”. Yang jelas, semua ilmu sekolahan sampai kuliahan tidak ada yang bisa menyelesaikan persoalannya. Ilmu ngaji kitab-kitab, bahkan membaca Al-Qur’an belum juga membuka “rupek” yang menimpa. Dia baca wiridan semua wiridan, tetap saja tidak banyak membantu.

Hingga suatu malam yang lelah, dia tertidur kelelahan, hanya dengan celana pendek, telentang tanpa wudlu dan mungkin belum shalat Isya. Karena setelah pulang aktifitas di siang hari dia langsung rebah, mukanya kusam, lehernya kaku. Sebuah cara tidur yang sangat buruk bagi seorang muslim, apalagi santri yang pernah belajar adab-adab tidur dalam Islam. Pantasnya, santri yang tidur seperti itu didatangi “rep rep” atau setan yang membawa mimpi buruk yang dibawa oleh jiwanya sendiri di tambah bonus dari setannya.

Tapi tidak demikian. Tidak demikian mimpi yang di alami santri itu. Dalam mimpinya, sang Guru yang berpuluh tahun tidak pernah ditemuinya datang dengan pakaian yang sangat indah. Semacam pakaian kebesaran. Jubah indah, sorban indah, pengiring yang banyak. Sang Guru serombongan masuk ke dalam rumahnya dan hanya menemukan kursi sederhana, lalu duduk di sana. Si santi itu terperanjat dan ingin menyambut Guru yang pernah mengajarinya bertahun-tahun di pesantren. Tapi baru sadar dia tidak pakai baju dan celana pendek pula.

Alam mimpi adalah alam yang kita tidak bisa dusta di sana. Alam mimpi seringkali menyajikan kenyataan diri. Baik kenyataan keinginan jiwa. Atau kenyataan yang ingin diperlihatkan Tuhan kepada kita. Mimpi memang istimewa. Semua manusia pernah bermimpi, bahkan binatang pun diberi mimpi. Al-Qur’an Hadits sangat banyak cerita tentang mimpi. Bahkan ada satu surat Al-Qur’an yang diawali dengan kisah mimpi. Kata Nabi, mimpi termasuk bagian dari kenabian. Sebuah cara Tuhan berkomunikasi dengan hamba-Nya. Tentang dirinya, tentang keinginannya, bahkan tentang masa depannya.

Si santri itu benar-benar malu. Mau berdiri, sangat tidak pantas pakaiannya. Hanya pake celana pendek, sedangkan Kiai datang dengan pakaian indah dan pengiring yang banyak. Mau duduk, dia harus menyambut Kiai. Bukankah demikian etika orang yang kedatangan tamu, apalagi itu Kiainya sendiri. Maka yang ia mendekat kepada guru nya dengan bertopang di lututnya. Agak jongkok, kadang beringsut juga. Sekilas dia coba melihat wajah Guru nya, Ahh, tidak dinyana, benar benar dia tidak menduga.

Guru menunggu sambutannya dengan senyum yang luar biasa. Senyum yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang mencinta. Senyum tidak mengandung huruf atau kata. Tapi bagi orang yang rindu dan cinta, ketika memandang wajah dan senyum kekasihnya, ia akan menemukan puluhan, ratusan atau lebih kata-kata, bahkan yang tidak bisa terucap lidah. Apalagi jika berpuluh tahun tidak jumpa. Jika seorang suami baru pergi dari tempat jauh, datang ke rumahnya membawa gembira dan lelah, ada banyak yang dia mengerti dan rasakan, ketika isteri dan anak menyambut dengan senyum meskipun tanpa bicara.

Dengan perasaan campur aduk, hancur karena ketidak pantasannya dalam menemui tamu mulia dan malu karena senyum tulus gurunya, santri meraih tangan sang Guru dan menciumnya, seperti sepuluh tahun yang lalu dia mencium tangan itu, wangi. Tidak tahan, si santri meletakan wajahnya di paha Kiai. Mata nya sudah basah. Suara nya tak mampu keluar. Tak ada ucapan “selamat datang”, tak ada “apa kabar” untuk guru nya yang datang dengan istimewa. Hanya air mata mengalir membasahi sarung gurunya. Semua pengiring pun diam.

Lalu dia rasakan tangan gurunya mengelus kepalanya yang penuh masalah. Elusan yang sepertinya biasa saja. Tapi setiap elusan itu seperti desir angin yang melonggarkan dada. Tanpa sepatah kalimat pun terucap, tapi terasa banyak nasihat yang masuk dalam dada dan difahaminya.Termasuk sebuah makna, “Anakku, karomah seperti apa yang kau inginkan dari guru mu”. Ah, sejak dulu, gurunya memang suka bercanda. Untuk hal itu pun beliau sampaikan seperti setengah bercanda. Itu yang terbaca di benak sang murid dari senyum guru nya.

Entah kebodohan, entah sempitnya ilmu, tapi memang Allah saja yang menyelesaikan persoalan dengan caraNya sendiri.

Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin.

Kertanegara, Senin Kliwon, 4 Februari 2019 / 29 Jumadil Awal 1440 H

(Repost)

Wawan Setiawan

One Reply to “Apa Karomah Guruku?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *