Bismillahir rahmaanir rahiim
Dalam shubah yang agung bersama Imam thariqah yang mulia, Syaikh Abu Yazid al-Busthami, para murid diizinkan untuk menghaturkan pengalaman-pengalaman ruhani mereka. Hal yang mereka rasakan dalam menempuh perjalanan (suluk).
Sebagian murid itu berkata, “Kami merasa kesulitan. Iblis telah mengambil sebagian kekuatan iman / keyakinan kami”.
Sayidisy Syaikh Abu Yazid tidak serta merta menjawab, alih alih beliau malah memerintahkan iblis untuk hadir dan menanyainya. Apakah benar ia sanggup mengambil keyakinan/ iman seseorang?
Iblis menjawab, “Aku sama sekali tidak punya kemampuan untuk memaksa seseorang berbuat apa pun. Sebenarnya sebagian besar manusia membuang keimanan / keyakinan mereka sendiri begitu saja. Seringkali mereka membuang keimanan mereka hanya sebab perkara sepele, sangat sederhana dan tidak pantas untuk dipusingkan. Aku hanya memungut keyakinan yang sudah mereka buang itu”.
Kemudian terkisahkan seorang penebang kayu. Ia adalah seorang yang taat kepada Allah. Ia menghidupi keluarganya dengan menjual kayu itu ke pasar. Maka setiap hari ia masuk hutan untuk mencari kayu bakar, dan setelah mencukupi ia akan memanggul kayu itu di pundaknya menukarnya dengan bahan makanan untuk keluarganya di rumah. Kadang ia mendapatkan banyak, sering pula ia mendapatkan hanya sedikit saja.
Suatu hari, penebang kayu itu melewati sebuah pohon besar, banyak orang-orang di sekeliling pohon itu. Mereka meratap, meminta kepada pohon itu. Mereka meminta keselamatan hidup, bahkan meminta keturunan dari pohon itu.
Rupanya mereka belum mengenal Allah. Mereka mengira pohon memiliki kekuasaan untuk mengabulkan apa yang mereka inginkan. Mereka mengira, roh yang ada di dalam pohon besar itu punya kekuatan yang sedemikian besar untuk mewujudkan harapan mereka.
“Besok pagi pagi aku akan menebangnya” bisik hati sang pemuda. “gar mereka menyadari, jangankan menolong orang lain, melindungi diri dari kapakku pun pohon itu tidak akan mampu”. Apalagi pohon itu sangat besar. Satu kali dayung dua pulau terlampaui. Kayu yang didapat pun pasti sangat banyak dan mencukupi untuk kebutuhan keluarganya beberapa hari.
Maka pagi pagi sekali, si pemuda sudah berada di hutan. Kapak yang besar telah ia siapkan. Dengan postur yang tegap, ia berjalan dengan mantap menuju pohon itu. Tiba tiba seorang laki-laki, entah dari mana datangnya, ia menghampiri si pemuda seraya berkata :
“Hei, mau kemana kamu?”
“Aku akan menebang pohon itu” jawab pemuda agak terkejut. Ia berpaling melihat lelaki itu mendatanginya.
“Mengapa engkau menebang pohon itu?”
“Aku membutuhkan kayunya”
“Tidak boleh !” kata laki laki itu keras. “Pohon itu adalah Tuhan. Ia disembah oleh orang-orang kampung”
“Justru itu” jawab si pemuda tidak kalah keras. “Agar mereka menyadari. Pohon itu sama sekali tidak punya kekuatan. Bahkan menghadapi sabetan kapakku saja, dia tidak akan mampu”.
“Aku akan menghalangimu. Kamu tidak boleh menyentuh pohon itu. Biarkan penduduk itu menyembahnya” jawab lelaki asing.
“Siapa kau? Mengapa engkau mencegahku? Apa kepentinganmu?
“Aku syaithan, akulah sang Iblis. Kau tidak akan mampu menebang pohon itu. Kau tidak akan mampu melawanku”
“Kau kira aku takut kepadamu! Kau kira aku tidak tahu kedudukanmu! pemuda itu mencengkeram si Iblis dan membantingnya. Diinjak kakinya dan siap diayunkan kapaknya”
Iblis menyeringai seraya berkata, “Luar biasa. Keyakinanmu begitu kuat. Tapi tetap saja kau tidak mungkin membunuhku. Allah yang Maha Tinggi telah memberiku kesempatan hidup hingga hari kiamat. Dan sebelum datangnya hari yang dijanjikan, aku tetap melaksanakan tugasku”.
Tanpa memberi kesempatan si pemuda untuk menimpali Iblis terus berkata, “Begini saja. Aku mengaku kalah. Aku tahu engkau orang yang sangat taat. Tak mungkin aku mengalahkanmu”.
Iblis terus saja bicara, “Bukankah kamu ke hutan demi menghidupi keluargamu? Dan bukankah kamu pun orang yang sangat suka menolong orang lain. Berapa yang akan kau hasilkan dari menebang pohon itu? Aku akan memberimu uang emas 2 dinar setip hari agar engkau dapat terus beribadah dan membantu orang”.
“Apa maksudmu?” si pemuda itu terperangah. 2 dinar, uang emas. Selama ini tidak pernah ia lihat, bahkan membayangkannya pun belum pernah. Baru kali ini ia mendengar kata “ 2 keping uang emas”.
“Ya, sebagai gantinya, dan sebagai bukti pengakuanku. Memangnya berapa penghasilanmu setiap harinya?” tanya iblis.
“2 keping perunggu”
“Bagaimana mungkin seorang ahli ibadah yang sangat taat dan suka membantu sepertimu hanya mendapat dua keping perunggu. Izinkan aku membantumu. Engkau akan semakin tenang dalam beribadah. Engkau pun akan menjadi orang yang sangat dermawan” Iblis mulai merasakan injakan kaki pemuda itu tidak sekuat sebelumnya.
“Jangan jangan engkau berdusta ! bagaimana caranya engkau memberi uang emas untukku?” sergah si pemuda, tapi pikirannya sekarang sudah dipenuhi dengan uang emas.
“Mudah saja bagiku kata Iblis. Aku akan meletakannya di bawah alas sholatmu. Setiap engkau selesai shalat malam, engkau akan menemukannya. 2 keping uang emas” kata Iblis. Kini kaki pemuda sepenuhnya sudah terangkat.
“Bagaimana jika engkau menipuku?” kejar pemuda itu, bayangan kekayaan sudah memenuhi jiwanya. Jika 2 keping emas setiap hari, bagaimana jika sebulanm, setahun. Sedangkan dua keping perunggu saja selama ini sudah mencukupinya.
“Hey ! kau tidak sadar juga dengan kekuatanmu” kata iblis. “Aku sudah engkau kalahkan dengan mudah hari ini. Apakah kau pikir akau akan menipumu. Apakah aku bodoh. Lebih mudah bagiku untuk mencarikan keping emas daripada bertarung denganmu. Lagipula, engkau bisa kapan saja menebang pohon itu jika au berbohong. Bagaimana jika engkau izinkan aku membuktikan dulu. Nanti malam. Selepas engkau shalat malam. Lihatlah di bawah alas sujudmu”.
“Baiklah” kata pemuda itu. “Kedengarannya masuk akal”. Ia pun kembali ke rumahnya dan menanti malam tiba.
Benar saja, selepas ia mengerjakan shalat malam. Si pemuda itu menemukan dua keping uang emas di bawah alas sujudnya. Girang bukan main, pemuda itu, “Kini hidupnya menjadi terjamin” teriak hatinya. Kini ia akan santai saja sambil merancang, apa yang akan dibelinya, bagaimana cara menghabiskan dua keping uang emas itu.
Malam yang berjalan seperti lama sekali. Si pemuda hampir tidak bisa memicingkan kedua matanya untuk menunggu sepertiga malam. Semangat menggebu gebu dalam dirinya untuk segera shalat malam. Bukan, sebenarnya bukan untuk shalat malam, tapi menunggu untuk segera mendapatkan dua keping emas berikutnya lalu paginya ia akan ke kota dengan keluarga untuk bersenang senang.
Salam terakhir shalat witir dilakukan nya, tapi dia lupa salam kedua ke arah kiri, sebab perhatiannya segera tertuju dan tangan kanannya membuka alas sajadahnya.
“Hah !” Terkejut, campur kecewa, campur marah, menyeruak hingga ke tenggorokan. tanpa sadar, suaranya terlampau keras untuk orang yang baru saja shalat di seperti. Ternyata tidak ada keping emas lagi di bawah sajadah.
“Iblis itu menipuku !” katanya, tapi kesadarannya segera menjawab, “memangnya sejak kapan Iblis tidak menipu? Memangnya kamu baru tahu? Bukankah kamu sudah pernah mengerti ?” Ia tercekat dan heran oleh dirinya sendiri. Tapi, api kemarahan sudah menyelubunginya, atau kekesalan karena hilang dua dinar yang membuat, ia memutuskan akan menagih janji pada iblis, saat itu juga.
Semburat fajar, merekah dari arah utara ke selatan. Pemuda itu menunaikan shalat shubuh di hutan. Lalu bergegas ia mengambil kapak yang dibawanya. Tujuannya sudah pasti. Akan ditebangnya sarang iblis penipu itu.
Mendekati, pohon besar yang tampak angker di pagi buta, di tengah hutan seperti itu, langkah si pemuda semakin dipercepat. Tiba tiba ia melihat sosok iblis yang menyerupai seorang laki-laki. Ia tersenyum. Bukan ! bukan tersenyum. Lebih tepatnya menyeringai.
“Kau telah menipuku !”
Tanpa tedeng aling aling Iblis menyahut, “Lalu apa yang akan kau lakukan?”
“Akan aku tebang habis pohon itu!”
“Tidak. Kau tetap tidak boleh melakukannya”
“Allahu Akbar” teriak laki laki itu, tapi ia sendiri heran, mengapa “Allahu Akbar” yang ia teriakkan sama sekali tidak menggetarkan, bahkan dirinya sendiri merasa hampa. Apakah karena ia meneriakkannya dengan emosi yang meluap?
Iblis hanya menggeser kakinya sedikit, tangan si pemuda yang telah menyentuh dadanya, dicekal, lalu dengan mudah ia membantingnya.
“Hek !” Iblis menginjak lehernya tanpa ampun. Kapak masih kencang di tangan kanannya tapi dia sadar, sekali bergerak, injakan iblis akan melumpuhkannya terlebih dahulu.
“Kau punya dua pilihan. Aku akan membunuhmu, atau kau menyerah”
“Aku menyerah”
“Jika engkau menyerah, maka dua keping emas yang telah kuberikan, kuambil lagi. Sebagai tebusan dari nyawamu”
Lelaki itu sepertinya sudah kehabisan daya, emosi yang tadi meluap, sudah menguap. Tidak tersisa apa pun dalam dirinya. Kosong.
“Terserah saja. Yang penting aku selamat”
Iblis berteriak memekakkan seluruh hutan, “Kebodohanmu tidak sembuh juga. Sejak kapan aku berkuasa menghilangkan nyawa manusia. Sejak kapan aku mampu memberikan kecelakaan atau keselamatan”. Teriakan yang ditingkahi tawa itu terus terdengar sampai si pemuda duduk sendiri memandangi pohon besar yang berdiri di depannya.
Entah mengapa muncul rasa ngeri dalam hatinya. Kemanakah keyakinannya ? Seperti iblis pernah katakan di hadapan Syaikh Abu Yazid Al-Busthami, “Aku tidak mampu mencabut keimanan dan keyakinan seseorang. Sebenarnya sebagian besar manusia membuang keimanan / keyakinan mereka sendiri begitu saja. Aku hanya memungut keyakinan yang sudah mereka buang itu”.
Wallahu A’lam.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Rabu Legi, 16 Januari 2019 M/ 10 Jumadil Awwal 1440 H
Wawan Setiawan
Kisah lainnya tentang iblis dapat dibaca di https://www.mqnaswa.id/nenek-tua-yang-lebih-hebat-dari-iblis-1/