Budak Wanita merupakan fakta sejarah yang kita baca, bagaimana penjelasannya ?
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Pertanyaan :
Menurut kisah yang saya baca, ada perbudakan perempuan pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Padahal Islam juga mengajarkan penegakan hak asasi manusia. Bagaimana kisah yang sebenarnya tentang budak wanita ini ?
Jawaban :
Perbudakan manusia terhadap manusia telah dikenal di seantero dunia sejak masa lampau. Bukan bermula pada masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan bukan juga khas (khusus) bagi perempuan (laki-laki pun bisa menjadi budak). Tetapi, perbudakan yang kuat atas yang lemah.
Karena itu, pada masa Nabi pun ada perempuan-perempuan kaya yang membeli dan memperbudak lelaki. Keadaan semacam itulah yang dihadapi oleh Islam pada masa Nabi. Anda benar bahwa Islam menegakkan Hak Asasi, dan menegaskan persaman kemanusiaan, tanpa pertimbangan agama, suku, dan ras. Tetapi, menerepkan ajaran ini dalam kenyataan di lapangan tidak mudah.
Al-Qur’an dan as-Sunnah tidak hanya membatasi sikapnya terhadap perbudakan, seperti sikap “resmi” putra putri abad ke-20 ini, tetapi ia memberikan tuntutan-tuntutan, baik dalam bentuk anjuran, maupun ketetapan hukum, yang pada akhirnya dapat mengantarkan kepada terbebasnya kemanusiaan dari segala bentuk perbudakan.
Misalnya, islam mewajibkan
kepada negara untuk menyisihkan sebagian dari hasil pengumpulan zakat untuk digunakan dalam rangka pembebasan budak atau setiap manusia yang terbelenggu kemanusiaanya (QS. at-Taubah[9]: 60).
Bagi tawanan perang yang diperbudak, al-Qur’an memberi pilihan guna keringanan mereka, yaitu menawan, atau membebaskan tanpa tebusan, atau membebaskanya dengan tebusan (QS. Muhammad [47]: 4).
Di samping itu , al-Qur’an memberi kesempatan kepada para budak untuk berusaha atas bantuan “tuannya” guna membebaskan diri mereka dari perbudakan (QS. An-Nur [24]: 33).
Di sisi lain, Islam menetapkan kewajiban memerdekakan hamba sebagai tebusan dosa pelanggaran-pelanggaran tertentu, seperti dosa pembunuhan tanpa sengaja (QS. an-Nisa [4]: 92), sumpah palsu (QS. al-Baqaroh [2]: 225), dan zihar (QS. al-Mujadalah [58]: 2).
Cara bertahap itu yang ditempuhnya karena perbudakan ketika itu merajalela. Para budak hidup, makan, dan tinggal bersama tuannya. Kalau penghapusannya dilakukan tanpa bertahap, maka akan dikemanakan mereka? Bayangkanlah gejolak sosial dan problema yang dialami oleh para buruh yang d-PHK.
Di samping itu, apa arti pembebasan itu jika sikap terhadap manusia yang lemah masih saja sewenang-wenang? Bukanlah hingga kini masih ada perbudakan dalam bentuk modern yang dilakukan oleh mereka yang buta mata hatinya? Kalau demikian, pembebasan itu harus bersumber dari sikap batin manusia terhadap manusia lainnya, dan inilah yang ditempuh al-Qur’an dan sunnah.
Baca juga : Menyentuh dan Membaca Al-Qur’an bagi Perempuan Haid/ Menstruasi
1 min read
[Demikian tanya jawab tentang Budak Wanita dalam Islam, semoga bermanfaat. Amiin]
Alhamdulillaahi robbil ‘alamiin
Sumber : Buku 101 Masalah Wanita (Quraish SHihab)
Diketik oleh : Nursyazliana