Sayid Muhammad bin Alwi AlMaliki [1] menukil suatu hadits yang diriwayatkan Imam Syafi’i dari Sa’ad bin Ubadah :
سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat”.
Jika kita perhatikan, salah satu sebab keistimewaan Hari Jum’at adalah karena pada hari itu Nabi Adam ‘Alaihis Salam “lahir”. Dan kemuliaan hari Jum’at itu bukan hanya pada hari Jum’at ketika Nabi Adam ‘Alaihis Salam dilahirkan. Tetapi terus berlangsung keistimewaannya hingga akhir zaman. Setiap hari Jum’at yang kita temui selalu istimewa, karena Hari itu telah dipilih Allah untuk “Kelahiran” hamba-Nya, Abul Basyar, Nabiyullah Adam ‘Alaihis Salam.
Jika hari yang dipilih sebagai kelahiran Nabi Adam saja dimuliakan Allah, bagaimana mungkin kita tidak memuliakan “Hari” ketika Nabi kita dilahirkan, Sayidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Baik “Hari” yang bermakna 12 Rabi’ul Awwal yang berulang setiap tahun, ataupun “Hari” yang bermakna Hari Senin yang berulang setiap pekan.
Sebagai umat Kanjeng Nabi kita seyogyanya memuliakan hari itu dengan amal saleh dalam bentuk apa pun, demi memuliakan dan mensyukuri kelahiran Nabi kita, penolong kita di dunia dan akhirat shallallu ‘alaihi wasallam.
Kemudian, dalam hadits perjalanan Isra’ Mi’raj diceritakan bahwa Nabi diminta berhenti beberapa kali dan melakukan shalat sunnah dua raka’at. Salah satu tempat pemberhentian Nabi adalah Betlehem. Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam bertanya, “Tahukah engkau di mana engkau shalat tadi?”
Nabi menjawab, “Tidak”
Malaikat Jibril berkata, “Engkau shalat di Betlehem, tempat dilahirkannya Nabi ‘Isa ‘Alaihis Salam”.
Dari hadits ini, sangat jelas, bahwa Allah ta’ala mendidik Nabi-Nya untuk mengingat perjalanan para pendahulu. Allah mengajari agar Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam napak tilas sejarah dakwah para Nabi sebelumnya. Sekaligus, tampak juga dalam hadits ini, bahwa Allah memuliakan tempat tempat bersejarah, yang dalam hal ini adalah tempat kelahiran Nabi ‘Isa ‘Alaihis Salam.
Jika Allah saja memuliakan hari kelahiran Nabi Adam dan tempat kelahiran Nabi ‘Isa ‘Alaihis Salam, padahal Allah adalah Robbul ‘Alamin, pencipta seluruh alam semesta ini. Bagaimana kita yang menjadi umat Nabi Muhammad Shallallu ‘Alaihi Wasallam, tidak memuliakan hari dan tempat kelahiran Nabi?
Maka semestinya, tempat kelahiran Nabi yang paling mulia, rahmat untuk seluruh alam semesta dijaga dan dimuliakan, sebagaimana Allah memuliakan tempat kelahiran Nabi ‘Isa ‘Alaihis salam. Namun, sayang, pemerintah Saudi yang menjadi penanggung jawab atas situs situs bersejarah tersebut, tidak menjaga sebagaimana mestinya. Tempat kelahiran Nabi “seperti tertutup” untuk dikunjungi jamaah haji/umrah. Bakan, hanya berdo’a saja di sana, dilarang oleh pihak keamanan.
Tetapi di bumi Nusantara ini, alhamdulillah, subur sekali peringatan Maulid Nabi di tempat tempat bersejarah. Terutama di makam para Wali, para penyebar agama Islam. Hal ini harus kita pertahankan dan kita tingkatkan, dengan maksud bersyukur atas lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sekaligus untuk napak tilas sejarah para pendahulu sebagaimana dicontohkan oleh Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Wallahu A’lam.
Kertanegara, Rabu Pon, 14 November 2018 M / 6 Rabi’ul Awwal 1440 H
Wawan Setiawan
[1] Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Kitab Hawl Ihtifal Bidzikrin Nabiyisy Syarif