Dalil Maulid 7 – Allah ‘Azza Wajalla Perintahkan Bersyukur dan Bergembira

3 min read

Bersyukur dengan Kehadiran Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

Sungguh sangat banyak rahmat dan kenikmatan terlimpah kepada kita. Kenikamatan yang bersifat lahir, kenikmatan yang bersifat batin. Kenikmatan yang tampak dan kenikmatan yang tersembunyi. Semuanya berlangsung setiap detik kehidupan kita. Sehingga tidak mungkin mampu kita menghitungnya. Allah telah menyiapkan segala kebutuhan kita untuk hidup di dunia ini, bahkan – karena kita terus merasa kurang – , Allah pun menambahi dengan mengabulkan permohonan dan do’a do’a kita.

Allah ta’ala berfirman : QS. Ibrahim/14 : 34

وَأٰتٰكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوْهُ, وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوْهَا, إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ

Allah telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

Untuk itu kita diperintahkan untuk bersyukur sebanyak banyaknya. Meski tidak mungkin rasa syukur kita itu mencukupi untuk semua kenikmatan dan anugerah yang dicurahkanNya kepada kita, tetapi Allah tetap “menghargai/ mengapresiasi” hambaNya yang mau bersyukur. Itu menunjukkan kita adalah hamba yang belajar berterima kasih. Sebaliknya, Allah pun keras kepada hamba-hamba yang tidak tahu terima kasih, tidak mau bersyukur atas segala nikmat pemberianNya. Allah mengancam mereka dengan adzab yang keras.

Allah ta’ala berfirman : QS. Ibrahim/14 : 7 :

وَإِذْتَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَإِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Bukan !

Sama sekali bukan karena Allah membutuhkan syukur para hamba. Allah Maha Kaya, Maha tidak Membutuhkan apa pun, termasuk pujian dan syukur dari hamba yang serba banyak cacatnya. Allah memerintahkan hamba hambaNya untuk bersyukur, semata karena agar kehidupan hamba itu sendiri menjadi tentram. Orang yang banyak bersyukur hidupnya akan tentram, itulah hukum/ sunnatullah. Dan dari situlah Allah akan menambah kenikmatan dan anugerahNya.

Selain itu, Allah pun mendidik kita untuk bersyukur, berterima kasih, kepada makhluknya yang menjadi perantara mengalirnya nikmat Allah. Di antaranya, bersyukur, berterima kasih kepada kedua orang tua. Karena mereka berdua adalah wasilah, perantara kita hadir di dunia ini dan merasakan seluruh kenikmatan di dunia. Jika tidak dilahirkan (dengan perantara) keduanya, tentu kita tidak akan mengetahui apalagi merasakan pernak pernik kehidupan ini.

Allah ta’ala berfirman : QS. Luqman/31 : 14 :

وَوَصَّيْنَا الْإْنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهٗ  وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَفِصَلُهٗ فِى عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيْرُ.

Dan Kami wasiatkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Lihatlah betapa sharih (jelas) nya perintah untuk bersyukur/ berterima kasih kepada kedua orang tua setelah perintah bersyukur kepada Allah. Karena orang tua lah yang telah berkorban untuk mengemban tugas menjadi wasilah/ perantara kita mengenal kehidupan dunia. Yakni dengan mengandung hingga menyusui.

Jika demikian adanya, maka bagaimana kita tidak bersyukur kepada Kanjeng Nabi. Beliau lah yang menjadi wasilah dari Allah agar kita bisa mengenal asma-Nya, mengerti cara menyembah, ruku’ sujud kepada-Nya. Rasul pun menjadi wasilah agar kita bisa mengenal kehidupan yang hakiki di akhirat. Sekaligus mengajarkan bagaimana sampai di sana dengan selamat dan memeroleh kebahagiaan yang abadi.

Untuk mengemban tugas itu, Rasul memberikan pengorbanan yang sangat besar. Semua muslimin sudah mafhum betapa besarnya perjuangan dan pengorbanan Rasul untuk kita semua, “anak-anak”nya. Ya, Rasul seperti orang tua bagi umatnya. Maka kita “sangat harus” bersyukur/ berterima kasih kepada beliau, seperti –bahkan lebih dari- berterima kasih kepada kedua orang tua.

Setiap hari kita mendo’akan kedua orang tua, setiap hari dan weton (pasaran kelahiran) mereka kita pun bisa berpuasa atau membaca Qur’an atau bersedekah dan lain lain untuk kedua orang tua. Setahun sekali ketika ulang tahunnya, kita persembahkan sesuatu yang sepesial untuk mereka.

Pun, setiap hari kita bershalawat kepada Rasul. Setiap hari lahirnya (Senin) kita lebih memberi perhatian dengan berpuasa, bersedekah dan lain lain. Setahun sekali, kita persembahkan sesuatu yang spesial untuk Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Karena kita adalah umat yang sangat bersyukur dan berterima kasih, Allah telah menghadirkan Rasul, dan kita dijadikan sebagai umat beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Inilah hakikat Maulid Nabi yang kita laksanakan.

 

Bergembira dengan Kehadiran Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

Selain diperintah bersyukur atas kehadiran Rasul, kita pun diperintah untuk bergembira. Allah ta’ala berfirman : QS. Yunus/10 : 58 :

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ

“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Ayat ini pun jelas memerintahkan kita untuk bergembira atas datangnya anugerah dan rahmat dari Allah ta’ala. Apa maksud dari rahmat Allah pada ayat tersebut. Tentu maknanya sangat luas sekali, karena Allah ta’ala berfirman dalam QS. Al-A’raf/7 : 156 “RahmatKu memenuhi segala sesuatu”.

Dalam tafsir Ibnu Abbas dijelaskan. Yang dimaksud dengan anugerah Allah adalah Al-Qur’an. Dan yang dimaksud dengan rahmatNya adalah Islam. [i]  Terkumpullah keduanya (Al-Qur’an dan Islam) itu dalam diri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Karena kelahiran Nabi, adalah “Kelahiran Islam” dan Al-Qur’an.

Pemahaman ini dikuatkan secara gamblang pada ayat yang lain. Pada QS. Al-Anbiya/21 : 107 Allah menunjukkan siapa manusianya yang menjadi dijadikan Allah sebagai rahmat untuk kita, bahkan untuk seluruh alam.

Allah ta’ala berfirman : Al-Anbiya/21 : 107 :

وَمَاۤأَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعٰلَمِيْنَ.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu  (Muhammad)[ii], melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Ayat di atas “mengidentikan” rahmat Allah dalam wujud hamba dan rasul pilihanNya. Yakni Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan ternyata Allah memilih kita untuk menjadi umat beliau. Adakah kita tidak bergembira dengan hal ini? Atau kita termasuk orang yang tidak peduli dan lalain?

 

Wallahu A’lam.

Kertanegara, Rabu Pon, 14 November 2018 M / 6 Rabi’ul Awwal 1440 H

Wawan Setiawan

 

[i] Tafsir Ibnu Abbas, hlm 225

[ii] Tafsir Ibnu Abbas, hlm 347

3 Replies to “Dalil Maulid 7 – Allah ‘Azza Wajalla Perintahkan Bersyukur…”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *