Bismillaahir rahmaanir rahiim
Secara naluri, kita senang membaca, mendengar atau menonton tayangan yang menceritakan tokoh tokoh hebat. Bahkan sekarang ini banyak film yang mengangkat superhero yang bermacam macam. Sehingga seringkali putra putri kita kurang mengenal “super hero” yang sesungguhnya, yakni para Nabi dan para kekasih Allah ta’ala.
Para kekasih Allah yang benar benar Super hero dalam hal “kesaktian”, karena mereka diberi mukjizat dari Allah ta’ala. Nabi Musa yang membelah lautan, Nabi Daud yang melunakkan besi. Ada yang berjalan di air dan sebgainya.
Super hero juga dalam hal perjuangan, bukan sekedar omong kosong dan hayalan saja. Dan super hero dalam karakter, dan akhlak seperti dalam hal ketabahan, kesucian hati dan sifat kemuliaan lainnya. Memang mereka adalah The Real Superhero (Pahlawan Super yang Hakiki).
Intinya, manusia secara instingtif menyukai mendengar kisah tokoh teladan yang memiliki keistimewaan. Baik itu anak anak (yang biasanya disalurkan dengan nonton kartun), remaja (biasa disalurkan dengan nonton film film “keras”/ aksi) bahkan sepuh sepuh (yang biasanya suka dengan tokoh wayang).
Ternyata hal itu ada landasan/ dalil naqli (nash agama) nya. Memang, mendengar / membaca kisah para tokoh itu diperintahkan oleh Allah ta’ala dan sangat bermanfaat. Allah ta’ala sendiri yang mengafirmasi hal ini. Allah berfirman : QS. Hud/11 : 120 :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا تُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ, وَجَاءَكَ فِى هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْ عِظَةٌ وَذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ.
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”
Lihatlah ayat itu ! ayat tersebut – pertama kali – ditujukan untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bayangkan, Nabi Muhammad yang Insan Kamil, manusia sempurna, yang dibimbing oleh Allah dan selalu ditemani para malaikat saja masih diperintah membaca kisah para Rasul agar hati beliau teguh. Apalagi kita??
Betapa sangat membutuhkan kita akan kisah para rasul. Karena – sebagaimana ayat di atas – , mendengar kisah para Rasul akan meneguhkan hati kita yang lemah. Mendapatkan mau’idhah (nasehat/ pelajaran berharga) dan sekaligus peringatan yang membuat hati kita akan tegar (tidak putus asa) dalam menghadapi kesulitan dan condong pada kebaikan.
Pada ayat yang lain, Allah ta’ala menyatakan bahwa membaca kisah para Nabi itu ada ‘ibrah (pelajaran) bagi ulul albab (orang yang akalnya mendapat pancara dari hati yang bercahaya).
Allah ta’ala berfirman : QS. Yusuf/12 : 111 :
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُولِى الْأَلْبَابِ, مَا كَانَ حَدِيْثًا يُفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْئٍ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”
Dari ayat di atas, faidah membaca kisah kisah adalah :
Pertama, mendapat kejelasan atas sesuatu. Misalnya kita melihat orang melakukan sa’i (lari antara shafa dan Marwah dalam ibadah Haji/ umrah). “Ibadah kok hanya jalan dan lari lari seperti itu?” Pertanyaan itu akan muncul jika kita hanya melihat bentuk ibadah sa’i nya saja. Tapi jika kita mengetahui sejarahnya, tokoh tokohnya dan nilai nilainya, menjadi lebih jelas bagi kita, mengapa sa’i dilakukan seperti itu dan apa ‘ibrah (pelajarannya).
Kedua, kita akan mendapat petunjuk. Dengan membaca sejarahnya dan sejarah bagaimana sa’i dilakukan, kita akan mendapat petunjuk cara melakukan ibadah sa’i itu dengan benar. Semakin memahami sejarahnya semakin banyak petunjuk yang didapatkan hingga bisa berkesempatan melakukan ibadah itu dengan lebih baik.
Ketiga, mendapat rahmat Allah. Tidak dipungkiri bahwa dengan menyebut nyebut kisah para Nabi terdahulu dan orang-orang shaleh, itu menjadi sebab turunnya rahmat Allah ta’ala.
Seorang Imam Ahli Hadits kenamaan Sufyan bin ‘Uyaynah berkata, “Dzikrush shalihiin tanzilur rahmah = menyebut nyebut orang orang shaleh menurunkan rahmat Allah”.
Dari paparan di atas kita dapat simpulkan bahwa :
- Allah memerintahkan Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk membaca kisah kisah Nabi terdahulu atau sejarah masa lalu.
- Membaca kisah kisah terutama kisah orang shalih itu membawa manfaat yang besar dan dampak yang positif
Jika Nabi saja masih diperintah dan membutuhkan untuk membaca kisah para pendahulunya, padahal Nabi adalah pemimpin para Nabi. Bagaimana kita? Pasti kita “lebih diperintah” lagi dan lebih membutuhkan lagi untuk membaca kisah Nabi kita sendiri, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah uswatun hasanah, teladan tertinggi dan Nabi paling mulia.
Jika membaca kisah para Nabi dan para tokoh saja mendatangkan manfaat dan menurunkan rahmat dari Allah ta’ala, bagaimana dengan membaca kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diutus memang sebagai rahmat untuk alam semesta ini? Pastilah manfaatnya lebih besar dan rahmatnya lebih melimpah.
Lalu apa kaitannya dengan Maulid Nabi?
Ya, Maulid Nabi adalah waktu terbaik, sarana paling luas untuk membaca, mengulang lagi sejarah Kanjeng Nabi. Mengambil pelajaran lagi dari kehidupan beliau. Menyerap akhlak kemuliaan beliau yang sebanyak air samudera, atau lebih lagi. Waktu Maulid Nabi adalah momen paling tepat dan kuat karena ada keterikatan/ keterkaitan waktu.
Dalam sebuah kaidah ushul fiqh dikatakan :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
(Maa laa yatimmul wajib, illaa bihii fahuwa waajib)
Segala perkara yang menjadikan suatu amal kewajiban tak dapat dikerjakan sama sekali atau bisa dikerjakan namun tidak sempurna kecuali dengan juga mengerjakan perkara tersebut, maka perkara tersebut yang asalnya tidak wajib, dihukumi wajib pula.
Contoh sederhananya shalat dhuhur itu wajib, shalat dhuhur tidak bisa sah kalo tidak wudlu, maka wudlunya juga ikut wajib.
Jadi, jika Membaca Kisah Nabi itu sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh Allah, dan Peringatan Maulid Nabi adalah sarana terbaik untuk mencapai tujuan itu (Membaca Kisah Nabi). Maka peringatan Maulid Nabi pun sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan. Seperti qaidah di atas, sarana melakukan sesuatu hukumnya sama dengan tujuannya.
Maulid Nabi sebagai sarana, dan membaca Kisah Nabi sebagai tujuannya. Jika membaca Kisah Nabi itu dianjurkan bahkan diperintahkan. Maka Maulid Nabi sebagai sarana paling baik dan momentum paling pas untuk membaca Kisah Nabi pun hukumnya sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan.
Tidak setahun sekali. Terlalu jauh. Ibarat baterai keburu habis setrumnya. Kalau bisa sepekan sekali (setiap senin atau hari apa saja sesuai keadaan dan kemampuan), dilaksanakan Maulid Nabi untuk mengenang kembali, menceritakan dan mengambil pelajaran serta meneladani peri kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Baik dengan mengamalkan akhlak beliau yakni berpuasa, bersedekah dan lainnya. Atau hanya membaca kisah Nabi semata, itu pun baik dan bermanfaat. Ini lah hakikat Maulid Nabi yang kita lakukan.
Wallahu A’lam,
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Kamis Wage, 15 November 2018 M / 7 Rabi’ul Awwal 1440 H
Wawan Setiawan
Baca juga : https://www.mqnaswa.id/dalil-maulid-7-allah-azza-wajalla-perintahkan-bersyukur-dan-bergembira/
One Reply to “Dalil Maulid 8 – Allah ‘Azza Wajalla Perintahkan Membaca…”