Hakikat Shalat 3 : Shalat sebagai Mi’rajul Mukminin

1 min read

Pengajian Kitab Lathaifuth Thaharah bagian ke-15, tentang hakikat shalat Mi’rajul Mukminin.

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Shalat itu adalah sebagai Mi’rajul Mukminin (Mi’rajnya orang beriman)[1], maka dari itulah shalat terdiri dari 2 rakaat, 3 rakaat dan 4 rakaat. Hal ini mengikuti dan sesuai dengan jumlah sayap malaikat, karena sayap malaikat itu ada yang 2, ada yang 3 dan ada yang 4.

Dalam hal ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :  QS. Fathir/35 : 1

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولْيۤ أَجْنِحَةٍ مَثْنٰى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ

Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.

Jika malaikat itu terbang dengan menggunakan sayapnya, maka manusia itu terbang dengan menggunakan sayap dari rakaat-rakaat shalatnya. Dari sini terbukalah kembali suatu hakikat bahwa, ketika manusia mau mendirikan shalat 5 waktu, seolah olah ia melakukan ibadah yang sama dengan ibadahnya para malaikat.

Shalat manusia yang terdiri dari 4 gerakan : ruku’, sujud, qu’ud (duduk) dan qiyam (berdiri), itu sama dengan cara ibadah pepohonan, bebatuan, kerbau – sapi dan manusia (jamadiyah, nabatiya, hayawaniyah dan insaniyah). Ketika manusia mau mendirikan shalat, maka ia menjadi makhluk yang lebih utama dari itu semua.

Baca pengajian sebelumnya di : https://www.mqnaswa.id/hakikat-shalat-ibadahnya-seluruh-makhluk-allah/

Terpetiklah suatu hikmah perintah bagi manusia untuk mendirikan shalat 5 waktu. Yakni agar sama bahkan lebih mengungguli derajat ibadah hayawaniyah, jamadiyah, insaniyah dan Malakaniyah (Ibadahnya malaikat). Maka jadilah ia manusia yang sempurna yang memiliki sifat : ruhaniyan (sifat ruhani), malakaniyah (sifat malaikat), nuroniyan (sifat cahaya), jismaniyan (sifat benda). Sifat ini diraih jika ia menjadi manusia yang taat mengikuti perintah Allah.

Namun, terkadang, manusia juga dinamakan : syaithoniyan (sifat setan), nafsaniyan (sifat nafsu), dhulmaniyan (sifat kegelapan), jismaniyan (sifat benda). Hal ini jika ia mengikuti ajakan setan, nafsu dan hawa.

Jadi, manusia itu sifatnya mengikuti apa yang ia ikuti. Terkadang ia menjadi seperti setan. Ia juga bisa menjadi seperti hewan atau seperti malaikat. Ia bisa menjadi nurani (memiliki sifat cahaya), ia juga bisa menjadi dhulmani (memiliki sifat kegelapan).

 

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamin

 

Kertanegara, Naswa,

Selasa Legi, 17 Desember 2019 M / 20 Rabiul Akhir 1441 H

Wawan Setiawan

 

[1] Mikraj di sini dinisbatkan kepada Mikrajnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Yakni peristiwa Nabi dipanggil ke hadapan Allah ta’ala untuk “berbincang-bincang” dengan Allah ta’ala secara langsung. Shalat pun demikian adanya, karena saat seseorang sedang shalat, ia pada hakikatnya sedang berbincang-bincang dengan Allah ta’ala.

Hal ini diisyaratkan dalam hadits Nabi, di antaranya :

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ

Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila berdiri dalam shalatnya, maka ia sedang bermunajat dengan Rabbnya – atau Rabbnya berada antara dia dan kiblat –

 Kata “naajaa atau munajat” memiliki makna berbisik bisik, berbicara secara pelan, khusus dan rahasia.

 Hal ini dikuatkan lagi dengan hadits qudsi tentang surat Al-Fatihah, yang mengatakan, setiap hamba membaca satu ayat dari surat Al-Fatihah, Allah menjawabnya. Allah berdialog dengan hambaNya ketika mereka membaca surat Al-Fatihah. Lebih lengkap baca di : https://www.mqnaswa.id/dialog-allah-dan-hambanya-ketika-membaca-alfatihah/

Jadi ketika hamba sedang mendirikan shalat, ia sedang mikraj ke hadapan Allah, berbisik bisik (berbicara secara khusus) dengan Allah, sama seperti ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam dimikrajkan oleh Allah ta’ala. Dan bukan suatu kebetulan, dalam peristiwa mikraj itu, Allah memberi perintah khusus, yakni mendirikan shalat 5 waktu.

 

One Reply to “Hakikat Shalat 3 : Shalat sebagai Mi’rajul Mukminin”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *