Ihdina adalah salah satu kalimat dalam surat al-Fatihah. memiliki makna yang sangat luas dan dalam, ini adalah setetes dari samudera maknanya.
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Ihdina artinya “Ya Allah, berilah kami hidayah (bimbing dan antarlah kami) dengan kelembutan-Mu”. Shirotol Mustaqim, menuju jalanMu, jalan yang engkau ridloi, jalan para kekasihMu yang Engkau beri mereka keselamatan di dunia dan di akhirat. Demikian sebagian kecil dari maknanya.
Tapi ada satu faidah yang sangat agung ketika kita membaca kata “Ihdina shirothol mustaqim” ini, baik di dalam shalat dan di luar shalat.
AlKisah, Nabi Nuh ‘Alaihis Salam, sering dipukul oleh kaumnya hingga (seringkali) sampai pingsan. Setiap kali tersadar, beliau berdoa, “Ya Allah berilah hidayah, bimbing dan antarlah kaum ku, menuju jalan-Mu, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui jalan yang lurus”
Hal ini terekam dalam sebuah riwayat :
حدثنا عبد الله حدثنا عبد الرحمن عن سفيان عن الأعمش عن مجاهد عن عبيد بن عمير قال: كان قوم نوح يضربونه حتي يغشي عليه فإذا أفاق قال: اللهم اغفر لقومي فإنهم لا يعلمون.
Diceritakan oleh Abdullah, diceritakan oleh Abdurrahman, dari Sufyan, dari al-A’masy, dari Mujahid, dari Ubaid bin ‘Umair, ia berkata: “Kaum Nabi Nuh memukulinya hingga ia tidak sadarkan diri. Ketika Nabi Nuh siuman, ia berdoa : “Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1992, hlm 66)[i]
Setiap kali Nabi Nuh dipukuli dan disakiti kaumnya, beliau membaca do’a, “Ya Allah, berilah hidayah kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui”.
Kemudian kita teringat sejarah Nabi kita, Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam, juga membaca do’a tersebut ketika berdakwah di Thaif dan penduduk Thaif kemudian melempari Nabi dengan batu. Nabi sama sekali tidak marah dan membalas, malah Nabi membaca do’a (sama seperti do’a nabi Nuh, “Ya Allah berilah hidayah kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui“. Kisah ini sangat terkenal.
Namun, muncul pertanyaan. Nabi diriwayatkan membaca do’a tersebut hanya satu kali. Sedangkan Nabi Nuh ‘alaihis salam membaca do’a tersebut setiap disakiti kaumnya. Apakah kemudian muncul satu dugaan, (dalam hal ini, yakni dalam hal mendo’akan kaumnya), Nabi Nuh lebih unggul dari Nabi Muhammad ?
Inilah faidah ihdinash shirothol mustaqim, yang dibaca oleh Nabi, baik di dalam shalat maupun di luar shalat.
Entah berapa puluh atau ratus kali, Kanjeng Nabi membaca al-Fatihah setiap hari. Dan di dalam fatihah itu beliau selalu membaca ihdinash shirothol mustaqim, yang artinya, “Ya Allah berilah hamba, umat hamba, kaum hamba, orang-orang yang beriman dan belum beriman, berilah kami hidayah, bimbing antar kami ke jalanMu yang lurus”. Jadi, Nabi selalu mendo’akan kaumnya dan umat manusia, beratus kali setiap hari.
Kemudian Rasul menjadikan surat fatihah ini sebagai bacaan wajib (rukun) di dalam shalat untuk umat Islam dengan sabdanya :
“Tidak ada shalat (tidak sah sholat) bagi orang yang tidak membaca Fatihah”
Maka, setiap setiap hari (di dalam shalat) berapa ribu kali Kanjeng Nabi dan para sahabat membaca “ihdinash shirothol mustaqim”, mendo’akan semua manusia untuk mendapat jalan yang lurus. Jika dilanjutkan hingga sampai umat Islam sekarang ini, sudah tidak terhitung lagi “do’a Nabi yang dijadikan contoh untuk umatnya” terus dibaca hingga akhir zaman. Belum lagi Fatihah yang dibaca di luar shalat.
Inilah salah satu bentuk kecintaan Nabi kepada seluruh umat manusia, sekaligus “cara Allah” menempatkan beliau ditempat yang tertinggi, melampaui nabi-nabi yang lainnya. Semoga kita bisa mencontoh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaih wasallam yang mencintai umatnya, bahkan semua manusia, dengan mendo’akan mereka semuanya, setiap membaca surat Al-Fatihah. Amiin,,,
Artkel-artikel tentang Surat Al-Fatihah :
Mengapa Huruf “Fa” Tidak Ada dalam Surat Al-Fatihah? Inilah Rahasianya
Dialog Allah dan HambaNya ketika Membaca AlFatihah
Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamin
Kertanegara, MQNaswa
13 November 2021
Wawan St
Sumber : Tafsir Ar-Razi, Juz 1, hlm. 258.
[i] https://islam.nu.or.id/post/read/104448/ketika-nabi-nuh-dicekik-dan-dipukuli