Ilmu dan Amal Apakah yang Paling Utama ?

5 min read

Pengajian Kitab ‘ushfuriyah bagian ke-6 tentang “Apakah ilmu dan amal yang paling utama ?”

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Hadits tentang Ilmu

(Hadits ke-4) Dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallaahu Ta’aalaa ‘Anhum berkata : Berkata Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam :

مَنْ تَعَلَّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ  يَنْتَفِعُ بِهٖ فِى أٰخِرَتِهٖ وَدُنْيَاهُ, أَعْطَاهُ اللهُ خَيْرًا لَهٗ مِنْ عُمُرِ الدُّنْيَا سَبْعَةَ أٰلَافِ سَنَةً صِيَامُ نَهَارِهَا قِيَامُ لَيَالِهَا مَقْبُوْلًا غَيْرَ مَرْدُوْدٍ.

“Barang siapa belajar satu bab ilmu yang terus menerus bermanfaat untuk akhirat dan dunianya, maka Allah memberikan kebaikan baginya melebihi umur hidup di dunia 7000 tahun, siangnya digunakan untuk puasa dan malamnya bertahajjud yang maqbul/ diterima Allah dan tidak ditolak”

(Penjelasan : Dari hadits yang pertama ini, kita mendapatkah hikmah bahwa Ilmu yang kita cari, haruslah ilmu yang bermanfat, untuk kehidupan di akhirat dan kehidupan di dunia. Menurut Imam Ghazali, ilmu yang utama adalah ilmu yang diamalkan/ dibutuhkan dalam kehidupan. Ilmu apa saja, kesehatan, teknologi, ekonomi dan sebagainya, asalkan dapat bermanfaat untuk diri sendiri dan masyarakat luas, maka termasuk dalam hadits di atas. Tentunya harus kita fahami, mana ilmu yang harus didahulukan mana yang dipelajari kemudian. Misalnya Aqidah (keyakinan), membaca Al-Qur’an, mengerti cara wudlu dan shalat. Ini ilmu yang harus di dahulukan. Penjelasan mengenai hal ini, insya Allah dalam pengajian yang lainnya.

Fokus pengajian kali ini adalah, kita menjadi faham bahwa Allah dan Rasulullah menempatkan ilmu di tempat yang sangat tinggi dan balasan yang sangat agung, sebagaimana terbaca dalam hadits di atas. Pen)

 

Hadits tentang Amal

عَنْ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ عَلْقَمَةِ عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قِرَاءَةُ الْقُرْأٰنِ أَعْمَالُ الْمَكْفِيِّيْنَ, وَالصَّلَاةُ أَعْمَالُ الْأَعَاجِزِ, وَالصَّوْمُ أَعْمَالُ الْفُقَرَاءِ, وَالتَّسْبِيْحُ أَعْمَالُ النِّسَاءِ, وَالصَّدَقَةُ أَعْمَالُ الْأَسْخِيَاۤءِ, وَالتَّفَكُّرُ أَعْمَالُ الضُّعَفَاۤءِ. اَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى أَعْمَالِ الْأَبْطَالِ ؟ قِيْلَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, وَمَا أَعْمَالُ الْأَبْطَالِ ؟ قَالَ : طَلَبُ الْعِلْمِ. فَإِنّهٗ نُوْرُ الْمُؤْمِنِ فِى الدُّنْيَا وَالْأٰخِرَةِ.

Dari Ibrahim dari Alqomah dari Abdullah Radhiyallaahu ‘Anhum berkata : Berkata  Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Membaca Al-Qur’an adalah amalnya orang yang berkecukupan, shalat adalah amalnya orang-orang yang kekurangan, puasa adalah amalnya orang-orang yang fakir, tasbih adalah amalnya wanita-wanita, shadaqah adalah amalnya orang-orang dermawan, tafakkur adalah amalnya orang-orang yang lemah, Maukan kutunjukkan pada kalian amal para pemberani? Para sahabat berkata : Ya Rasulullah, apakah amalan para pemberani itu? Berakata Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam : Mencari ilmu. Maka sesungguhnya ilmu adalah cahaya orang beriman di dunia dan di akhirat”.

(Penjelasan : Pembagian amal dalam hadits kedua, tidak pada makna dikotomis/ pemisahan. Tetapi yang dimaksud adalah amal terbaik seseorang itu adalah amal sesuai dengan kedudukannya. Amalan utama bagi seorang guru adalah mengajar dan amalan utama bagi seorang pelajar adalah belajar. Amalan utama bagi seorang pemimpin daerah adalah bukan memperbanyak puasa, tapi memperbaiki pelayanan kepada masyarakat yang di dalam tanggung jawabnya.

Dalam hal ilmu pun demikian. Ilmu yang paling utama dipelajari oleh seorang bengkel adalah ilmu yang menunjang perbengkelannya. Karena itulah yang paling manfaat dan diamalkan sehari hari. Ilmu yang paling utama bagi seorang dokter adalah belajar dan meneliti tentang segi segi pengobatan sehingga menemukan manfaat manfaat baru untuk orang-orang yang sakit. Dan seterusnya.

Jadi ilmu dan amal yang paling utama adalah ilmu yang akan diamalkan sesuai dengan kedudukan/ profesinya. Demikian hadits pertama dan hadits kedua menemukan korelasinya/ hubungannya.

Dari hadits kedua ini dapat kita ambil hikmah lain, bahwa seseorang tidak bisa mengunggulkan amalnya sendiri. Misalnya seseorang bershadaqah, maka dia tidak bisa melihat dirinya lebih baik dari orang lain yang tidak bershadaqah, karena bisa jadi bagi orang lain, membaca tasbih satu kali lebih baik nilainya dari shadaqahnya orang tersebut. Pen)

Hadits Tentang Sayidina ‘Ali (Perpaduan Ilmu dan Amal)

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا.

Berkata  Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”.

(Penjelasan : Hadits ini merupakan salah satu hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang memuji Sayidina ‘Ali karromallaahu wajhah dengan pujian yang sangat tinggi. Sepintas, jika kita memahami dengan “dangkal” tidak tidak akan menemukan pujian Nabi untuk ‘Ali. “Wong ‘Ali itu Cuma pintu”. Apa istimewanya ?

Lagi pula, jika kita memaknai secara tekstual saja, maka kita akan menemukan makna yang sempit. Maksudnya, Nabi kan Kota ilmu. Sebuah khazanah yang demikian luas penuh dengan ilmu, lha tiba sampai kepada muridnya hanya sebesar “pintu”. Apakah demikian “kualitas pendidikan Nabi?” Apakah demikian maksud perkataan Nabi ?

Tidak demikian makna hadits ini !

Makna pintu di situ adalah “Sesuatu yang menyampaikan kepada tujuan”. Kita tidak bisa masuk ke dalam rumah, tanpa melalui pintunya. Kita tidak bisa masuk ke dalam kota, kecuali melewati pintu gerbang kotanya. Apalagi setiap kota pada zaman dahulu pasti ada pintu gerbang kota-nya. Jadi kata “Pintu” disitu artinya kita tidak bisa kita mencapai tujuan yang kita tuju kecuali melaluinya.

Maka, makna hadits di atas “Aku (Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam) adalah kota (khazanah yang sangat luas berisi) ilmu. Tapi tidak bisa kamu mencapai ilmuku (kata Rasulullah), kecuali harus (belajar) melalui Sayidina ‘Ali (karena dia lah pintunya)”. Ini adalah pujian yang sangat tinggi dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaih Wasallam kepada sayidina Ali.

Hadits ini menyebut Sayidina ‘Ali sebagai contoh salah satu sahabat Nabi yang telah memadukan ilmu dan amal dalam dirinya. Tapi jangan dikira Rasul hanya memuji ‘Ali saja, Rasul pun memuji semua sahabatnya dengan pujian yang dahsyat. Insya Allah akan kita kisahkan di tempat yang lainnya. Pen)

Baca kisah kisah tentang Sayidina ‘Ali :

Sayidina ‘Ali dan Orang tua Nasrani : https://www.mqnaswa.id/kisah-sayidina-ali-dan-orang-tua-nasrani/

Karomah Sayidina ‘Ali : https://www.mqnaswa.id/karomah-sayidina-ali-bin-abi-thalib-karomallahu-wajhah/

Ketika orang-orang Khowarij mendengar hadits ini, timbullah hasud dalam diri mereka. Lalu mereka mengumpulkan 10 tokoh pembesar dan membuat kesepakatan. Mereka berkata, “Kita – satu persatu – akan bertanya kepada Ali satu masalah saja (yang sama). Lalu kita lihat jawabannya. Jika dia bisa menjawab terhadap masing-masing dari kita dengan jawaban yang berbeda-beda, maka barulah kita tahu bahwa dia memang ‘alim (berilmu) sebagaimana dikatakan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Maka datanglah salah satu dari mereka kepada Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah dan bertanya, “Wahai Ali, lebih utama manakah, ilmu atau harta?

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu adalah warisan para nabi sedangkan harta adalah warisan Qorun, Syadad, Fir’aun dan semacamnya”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya sebagaimana orang yang pertama,

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu itu menjagamu, sedangkan harta, kamu yang harus menjaganya”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya sebagaimana orang yang pertama dan kedua.

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

“Pemilik harta memiliki musuh yang banyak sedangkan pemilik ilmu memiliki shahabat yang banyak”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya, “Lebih utama manakah, ilmu atau harta?”

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Harta, jika engkau membelanjakannya maka akan berkurang. Sedangkan ilmu, jika engkau membelanjakannya akan bertambah”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya, “Lebih utama manakah, ilmu atau harta?.

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Pemilik harta dipanggil dengan panggilan “Bakhil” dan tidak mulia, sedangkan pemilik ilmu dipanggil dengan nama keagungan dan kemuliaan”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya tentang hal itu.

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Harta harus terus dijaga dari pencuri, sedangkan ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya tantang hal itu.

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

“Pemilik harta akan dihisab pada hari kiamat (disebabkan hartanya), sedangkan pemilik ilmu akan mendapat syafa’at/ pertolongan (disebabkan ilmunya)”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya, “Lebih utama manakah, ilmu atau harta?”

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

“Harta akan usang karena disimpan lama dan berlalunya masa, sedangkan ilmu tidak akan usang dan tidak akan rusak”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya, “Lebih utama manakah, ilmu atau harta?”

Maka Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

“Harta itu menyebabkan hati menjadi keras sedangkan ilmu menyebabkan hati bercahaya”.

Pergilah khawarij itu menemui teman-temannya dan menceritakan jawaban Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah. Lalu datanglah khawarij yang lain dan bertanya, “Lebih utama manakah, ilmu atau harta?

Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta”.

Berkata khawarij, “Apa dalilnya/ alasannya?”

“Pemilik harta mengatakan dirinya adalah Pemilik dari harta itu, sedangkan pemilik ilmu mengatakan dirinya hanya Hamba Allah. Perhatikanlah, jika kalian terus bertanya tentang hal ini, maka aku akan menjawab dengan jawaban yang berlainan selama aku masih hidup”

Maka datanglah semua khawarij itu ke hadapan Sayidina Ali Karromallaahu Wajhah dan menyatakan keislamannya.

 

(Penjelasan : Dari hadits pertama, kedua dan ketiga kita menemukan keterkaitan bahwa, semua amalan harus didasari dengan ilmu. Shalat, berdzikir, membaca qur’an, puasa, shadaqah, berfikir dan bahkan memiliki harta pun harus di landasi dengan ilmu. Ilmu itu menjadi panduan/ cahaya untuk semua amal dan keadaan agar manfaat di dunia dan akhirat. Ilmu dan amal harus bersama. Ilmu harus diamalkan, amal harus dengan ilmu.

Banyak ilmu bisa dipelajari secara otodidak. Tapi ilmu ilmu syari’at, khazanah khazanah kenabian. Atau pun ilmu yang kita anggap “bukan ilmu agama”, jika ingin mendapatkan cahaya dari nur agama, maka harus disinari dengan cahaya kenabian. Ilmu yang seperti ini tidak bisa dipelajari dari buku dan otodidak. Tetapi harus belajar dari guru ke guru ke guru sampai dengan para sahabat yang menjadi murid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana di katakan dalam hadits ke-3.

Beruntunglah kita yang memiliki sanad/ silsilah guru yang sampai kepada beliau sayidina ‘Ali Karromallahu Wajhah. yang telah “dinyatakan” keutamaannya secara langsung oleh “sang Guru”, yakni Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam. Sayidina ‘Ali terus menurunkan murid-murid yang terus tersebar sampai sekarang. baik dari keturunan Sayidina Hasan, maupun Husein, maupun dari para tabi’in yang belajar kepada beliau. Pen)

Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Naswa
Selasa Pon 28 Januari 2020 M / 3 Jumadil Akhir 1441 H
Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *