Jin yang Menculik Gadis dan Jin yang Mendorong Motor

4 min read

Kisah seputar Jin dan Awliya serta Kisah Jin yang unik

Bismillahir rahmaanir rahiim

Allah ta’ala memiliki makhluk yang sangat banyak. Di antara makhluknya itu ada yang berupa manusia, malaikat dan Jin. Dan di antara ketiga makhluk itu, manusia lah makhluk paling dimuliakan. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa hal. Pertama,  Allah menciptakan makhluknya yang paling mulia, yakni Sayidina Muhammad Shallallahu’Alaihi Wasallam dalam wujud seorang manusia. Kedua, dalam kisah penciptaan manusia pertama, nabi Adam Alaihis salam. Ketika itu, seluruh malaikat diperintah sujud, memberi hormat kepada beliau. Dan masih banyak lagi dalil (argumen) yang lainnya.

Memang, ketika manusia itu menjadi kekasih Allah, ia akan dihormati oleh seluruh makhluk Allah yang lain, dari sesama manusia, jin, bahkan malaikat. Tapi jika manusia itu buruk perangainya dan jauh dari Allah, maka ia bisa lebih rendah daripada binatang.

Alkisah di kota Baghdad, seorang lelaki menghadap kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Radhiyallahu ‘Anh dengan wajah yang menampakan kesusahan.  Dia ternyata memiliki suatu masalah yang pelik dan tidak bisa diatasi sendiri. Ia mengadu kepada Syaikh bahwa putrinya yang masih gadis diculik oleh jin. Bagaimana mencarinya? Lelaki itu benar benar tidak memiliki solusi dari kehilangan putri yang dikasihinya.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, “Pergilah ke sebuah reruntuhan bangunan di daerah Kurkh, duduklah di dekat tiang. Kemudian buatlah garis melingkar di tanah yang mengelilingi tubuhmu. Saat engkau membuat lingkaran itu ucapkanlah, “Bismillah ‘alan niyyati ‘Abdil Qadir” (Aku membuat lingkaran ini dengan menyebut asma Allah mengikuti niat ‘Abdul Qadir).

“Jika kemudian engkau melihat banyak bara api yang berjalan melintasimu, itu tandanya sekelompok jin sedang lewat. Tidak usah kau pedulikan mereka. Tidak akan ada dari mereka yang akan mengganggumu. Nanti ada Jin yang paling besar, dialah yang akan menanyaimu. Jika ia bertanya kepadamu, maka ceritakanlah padanya tentang putrimu”

Lalu laki laki itu pun pergi ke tempat yang ditunjukkan Syaikh Abdul Qadir dan ia melakukan apa saja yang disarankan oleh beliau dengan tepat. Benar saja, tidak berapa lama muncullah serombongan “bara yang menyala”, yang ternyata adalah rombongan jin dengan bermacam macam rupa. Serombongan demi serombongan lewat, dan ia melihat jenis jenis mereka, tapi ia berusaha tidak terpengaruh pada pemandangan yang mengguncang jiwanya itu.

Hingga pada akhirnya, tibalah jin yang paling besar, rupanya dia adalah raja/ pimpinan dari seluruh rombongan jin itu. Raja jin itu melintas dengan pengawalan jin jin di sekelilingnya. Seperti raja raja dalam dunia manusia.

Ketika melintas di depan laki-laki itu, Raja Jin itu berhenti di luar lingkaran seraya berkata, “Hai manusia, ada keperluan apa engkau. Engkau telah memasuki tabir sehingga bisa melihat kami. Biasanya kami lah yang diberi kekuasaan Allah melihat manusia, sedangkan manusia tidak melihat kami. Kecuali orang-orang yang dikehendaki Allah. Apa sebenarnya alasanmu?.

Laki-laki itu menjawab, “Aku diutus oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani”

Raja Jin itu tampak berubah wajahnya. Semula ia berbicara sambil memandang rendah, tapi kemudian Raja Jin duduk di depan laki laki itu seraya bertanya, “Apa urusanmu sehingga Syaikh Abdul Qadir menyuruhmu bertemu denganku?”

Maka laki laki itu menceritakan perihal putrinya yang diculik oleh jin. Ia juga mengatakan pesan Syaikh Abdul Qadir agar raja Jin berupaya mendatangkan jin yang membawa anak perempuan itu. Sontak Raja Jin terkejut, karena ada jin yang berani menculik manusia yang berada dalam wilayah seorang kekasih Allah. Dengan marah ia bertanya kepada para pengawalnya, “Siapa yang melakukannya”.

Para pengawalnya berkata, “Yang melakukan hal itu adalah seorang jin perempuan dari negeri yang jauh”

Raja Jin dengan nada tinggi memerintahkan pengawal pengawalnya untuk mengejar dan mendatangkan jin perempuan itu. Tidak butuh waktu lama, para pengawal itu telah datang lagi dengan menyeret seorang jin perempuan. Dan bersama mereka juga putri dari lelaki itu.

Raja Jin bertanya, “Mengapa engkau berani menculik anak perempuan yang berada dalam wilayah orang shalih. Ia adalah keluarga dari murid kekasih Allah, Syaikh Abdul Qadir Jailani”. Putri lelaki itu pun diserahkan dan Raja Jin memerintahan agar jin perempuan itu dihukum.

Lelaki itu berkata, “Aku belum pernah melihat pemandangan yang seperti ini. Bahkan aku yakin, Syaikh Abdul Qadir tidak akan menjawab pertanyaanku. Mengapa ini bisa terjadi. Maka jelaskanlah mengapa engkau demikian taat kepada beliau?”

Raja Jin menjawab, “Betul katamu. Sesungguhnya ketika Allah mengangkat seseorang menjadi kekasihNya, maka Dia Yang Maha Kuasa, memberikan kekuasaan kepada kekasihNya untuk memerintah kami, bangsa Jin. Dan kami pun tunduk di bawah nama-Nya”.

Ternyata, kisah menundukkan jin tidak hanya berkisar pada ulama terdahulu seperti Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani dan lain lain. Ternyata ulama zaman modern pun memiliki banyak kisah seperti itu.

Tersebutlah seorang ulama yang halus tutur katanya, lemah lembut dan terkenal sangat tawadlu, rendah hati. Beliau bernama Kyai Muslih Zuhdi rahimahullah. Ternyata dibalik kelembutannya, ia adalah seorang yang sangat sakti. Ia dikenal memiliki ajian “Sampar Angin”. Sebuah ajian dahsyat yang membuat pemiliknya bisa bergerak sangat cepat. Hanya hitungan detik atau menit untuk menempuh jarak yang sangat jauh tanpa kendaraan.

Ajian ini sempat pula beliau ijazahkan kepada Kyai yang dikenal kalem danmenjadi ulama paling diperhatikan di lingkungan Nahdlatul Ulama, Kyai Musthafa Bisri, yang biasa dipanggil dengan sebutan Gus Mus.

Gus Mus mendapat ijazah ajian Sampar Angin ini dengan pesan yang aneh dari pemberinya, yakni Kyai Muslih Zuhdi, “Terimalah ijazah ini, tapi jangan diamalkan!”

Gus Mus pun melongo. Kenapa memberi ijazah tapi tidak boleh diamalkan? Tapi karena ini dawuh Kyai, maka beliau patuh saja tidak berani membantah. Kyai Zuhdi menambahkan, “Karena bekerjanya ajian ini dengan menggunakan bantuan jin. Tak baik memperalat jin” tandas Kyai Zuhdi.

Dan memang jin itu patuh pada manusia yang diberi kekuasaan oleh Allah Ta’ala. Sehingga ketika suatu waktu. Gus Yahya (Keponakan Gus Mus) yang mondok di Krapyak Yogyakarta hendak pulang ke Rembang menggunakan motor vespa PS 150 yang sudah berumur. Pada kesempatan itu pula, Gus Syafi’ (putra Kyai Muslih Zuhdi yang memberi ijazah Gus Mus) ikut membonceng Gus Yahya karena sama sama ingin pulang ke Rembang.

Musim hujan membuat perjalanan dengan vespa tua itu semakin lambat. Bahkan ketika sampai di daerah Pati vespa itu pun mogok. Biasanya dibongkar businya, digosok, bisa jalan lagi. Tapi kali ini tidak. Vespa itu seperti kerbau yang mogok membajak sawah. Bahkan busi baru yang sudah disiapkan pun tidak menjadi solusi.

Keringat Gus Yahya mengalir deras bersaing dengan tetesan gerimis. Kaki sudah ngilu karena berkali kali harus “mancal” pedal stater. Akhirnya setelah digenjot berulang ulang dengan “histeris” vespa itu mau jalan.

“Ayo Mas, cepat” kata Gus Yahya kepada Gus Syafi’ karena khawatir motornya mogok lagi. Apalagi ini sudah lewat waktu maghrib.

Gus Syafi’ segera loncat ke boncengan dan vespa itu di-geber paksa, suara vespa itu sangat keras dan terdengar sungguh merana. Tapi ia melaju lumayan cepat.  Tepat di tugu batas kota Rembang vespa itu mogok lagi, seperti unta yang kelelahan. Tak kuat lagi berjalan. Untung saja , di dekat situ adalah rumah Mbah Masrur yang masih kerabat Gus Yahya.

Isteri Mbah Masrur, melongok keluar dari toko kelontong miliknya. “Kamu Yahya?”

 “Nggih, Mbah”.

“Lha embahmu (Kyai Masrur) tadi malah berangkat ke Leteh”. Leteh itu rumah keluarga Gus Yahya. Maksudnya, Mbah Masrur justru pergi ke rumah Gus Yahya, sekitar dua kilometer dari situ.

Maka Gus Yahya dan Gus Syafi’ mampir istirahat di rumah Mbah Masrur. Belum lama Gus Yahya duduk di rumah itu, Mbah Masrur datang dengan memabwa Suzuki Carry, mobil dinas milik Kyai Kholil Bisri (ayah Gus Yahya).

“Lho! Kok sudah disini?” kata Mbah Masrur, “Baru saja mau kususul ke Pati. Katanya mogok di Pati? Ini baru mau ke sana”.

Saya bingung. “Kok tahu saya mogok di Pati Mbah?”

“Dikasih tahu Aminah”.

“Aminah siapa?”

Mbah Masrur lantas menjelaskan bahwa ia punya jin perempuan bernama Aminah. Habis shalat maghrib tadi, Aminah mengabarinya, “Cucumu (Gus Yahya) Vespanya mogok di Pati”.

Lha mbok kamu tolong! Bantu dorong sana !”

Jadi, dari Pati sampai ke depan rumah Mbah Masrur, Aminah mendorong vespa itu.

“Tahu begitu, persnelengnya aku nol-kan tadi…,” kata Gus Yahya berseloroh sambil membayangkan betapa capeknya Aminah mendorong Vespa yang nyaris terus-menerus dipasang gigi satu karena takut mogok.

“Tahu begitu, aku nggak mau mbonceng!” kata Gus Syafi’ sambil tersenyum dan mengelus-elus tengkuknya yang merinding.

Wallahu A’lam.

Alhamdu lillahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Ahad Kliwon, 24 Februari 2019 M / 19 Jumadil Akhir 1440 H (Repost)

Wawan Setiawan

Sumber :

Syaikh Mahfudz Termas, Nabi Khidlir dan Keramat Para Wali, terjemah dari Kitab Bughyatul Adzkiya fil bahtsi ‘an karamatil Awliya’ menukil kitab Hayatul Hayawan karangan Syaikh Muhammad bin Musa bin Isa bin Muhammmad Syekh Kamaluddin Abul Baqa’ Ad-Damiri Al-Mishri Asy-Syafi’i

Teronggosong.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *