Karomah Khulafa-ur Rasyidin (1) : Karomah Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq

3 min read

Seri Karomah para Sahabat : Abu Bakar Ash-Shiddiq

Bismillahir rahmaanir rahiim

Sejak zaman azali, Allah telah menentukan makhluk makhlukNnya. Mana yang dipilih untuk menjadi manusia, hewan, malaikat dan sebagainya. Allah pun telah menetapkan siapa manusia yang menjadi makhluk kinasihNya, yakni Sayidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Dan Allah pun telah memilih siapa siapa saja yang akan menjadi sahabat sahabat terpilih untuk menemani Sang Rasul.

Para sahabat ini memiliki tempat yang sagat istimewa. Meskipun kita menginfakkan emas sebesar gunung, itu tidak bisa membandingi segenggam saja dari infak para sahabat. Demikian kurang lebih ungkapan Rasul untuk menunjukkan kemulian para sahabat beliau.

Kemuliaan para sahabat itu telah Allah tetapkan bahkan sejak penciptaan Nabi Adam ‘Alaihis salam, Sebagaimana diriwayatkan dari Sayidina Anas Radhiyallahu ‘Anh berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Aku diberitahu Malaikat Jibril, ia berkata : Ya Muhammad, sesungguhnya ketika Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan Adam dan memasukkan ruh kepadanya, Allah ta’ala memerintahkanku mengambil apel dari syurga. Kemudian aku diperintah memeras apel itu di tenggorokan Adam.

Maka aku pun memerasnya hingga menetes 5 tetesan. Dari tetesan yang pertama Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan engkau Ya Muhammad. Dari tetesan kedua Allah menciptakan Abu Bakar. Dari tetesan ketiga Allah menciptakan Umar. Dari tetesan keempat Utsman dan Ali bin Abi Thalib dari tetesan kelima.

Kemudian Allah menjadikan perwujudan 5 orang ini di atas ‘arsy. Maka ketika Adam melihatnya, ia berkata, “ Ya Robbi, siapakah kelima orang yang Engkau mulyakan ini?”

“Hai Adam kelima orang ini adalah sebagian dari keturunanmu yang paling mulia di sisiKu dari seluruh makhlukKu. Kalau tidak karena mereka, aku tidak akan menciptakan langit dan bumi. Tidak pula syurga dan neraka. Tidak ada seorangpun yang bersumpah dengan hak (kemuliaan) mereka, kecuali aku akan mengabulkannya”.

(Kemudian malaikat Jibril ‘Alaihis salam berkata  : Bacalah ya Muhammad :

وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهٗ نَسَبًا وَصِهْرًا. وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرًأ.

Dialah (Allah), Dzat yang menciptakan dari air seorang manusia. Lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan msuharah[1]. Dan Tuhanmulah yang Maha Kuasa (QS. Al-Furqan/25 : 54)

Yang dimaksud “air” (dari ayat di atas) adalah Adam. “Manusia” maksudnya engkau ya Muhammad. “Keturunan” maksudnya Abu Bakar dan ‘Umar[2]. Dan “Mushaharah”[3] maksudnya ‘Utsman dan ‘Ali”.[4]

Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang terdekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau sangat mencintai dan terdepan dalam membela Rasul. Pernah suatu hari, kaum musyrikin mengganggu Rasul, lalu Abu Bakar datang membela beliau. Malangnya, kaum musyrikin malah memukuli Abu Bakar hingga wajah beliau bengkak bengkak dan pingsan.

Hampir saja seluruh keluarga beliau menuntut balas. Karena meskipun tidak se-iman, ikatan kekeluargaan dalam masyarakat Arab (Mekkah) sangat kuat. Namun, ketika siuman, sayidina Abu Bakar yang “wajahnya masih tidak jelas antara pipi, hidung, dahi karena saking bengkaknya”, malah beliau berkata, “Mana Rasulullah? bagaimana keadaan Rasulullah?”

Cinta itu tidak semakin luntur, bahkan semakin berat dan menyiksa ketika Rasulullah telah meninggalkan dunia fana. Beliau selalu merindukan Rasul hingga dalam mimpi.

Baca kisahnya di :

http://www.mqnaswa.id/mimpi-abu-bakar-shiddiq-melihat-rasul-di-padang-mahsyar/

Maka tidak heran jika Allah menganugerahinya karomah (kemuliaan yang besar), sebagaimana dalam atsar yang diriwayatkan dari jalur Urwah bin Zubair dari Sayidah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, “Bahwa ketika masih sehat, Abu Bakar pernah memberi 20 watsaq kurma hasil panen kepada siti Aisyah. Tapi Siti Aisyah menolaknya. Ketika Ia (Abu Bakar) sakit keras beliau berkata, “Hai Putriku, tidak ada seorang pun lebih aku senangi berada dalam keadaan cukup melebihi dirimu. Dan aku paling tidak ingin melihat dirimu dalam kesempitan.

Dulu, ketika kuberikan 20 watsaq kurma[5], engkau menolak. Padahal jika engkau mau menyimpannya, pastilah akan menjadi milikmu. Namun sekarang, kurma kurma itu akan menjadi harta waris. Maka bagilah menurut ketentuan kitabullah untuk dua orang saudara laki-lakimu dan dua saudara perempuanmu”

Siti Aisyah berkata, “Wahai ayah, jika memang demikian (aku ikhlas), aku akan memberikan bagian untuk mereka. Tapi, bukankan saudara perempuanku hanya satu orang, (Sayidah) Asma’ saja?

Abu Bakar menjawab, “Aku melihat dalam kandungan ibumu akan lahir seorang anak perempuan”.

Maka terjadilah apa yang beliau katakan.

Dalam riwayat itu, Sayidina Abu bakar mengetahui bahwa sakitnya kali ini adalah akan menjadi penghujung hidupnya di dunia. Maka beliau mengatakan kurma itu akan menjadi harta warisan dan berpesan agar dibagi sesuai dengan aturan alQur’an. Selain itu beliau juga mengetahui bahwa calon adik perempuan siti Aisyah adalah perempuan.

Dikisahkan pula dalam hadits Bukhari yang diriwayatkan dari jalur Abdur Rahman bin Abu Bakar. Bahwasanya Nabi pernah bersabda, “Siapa yang punya makanan untuk dua orang, maka hendaklah mengajak orang yang ketiga. Dan siapa yang punya makanan untuk empat orang, hendaklah ia mengajak orang yang kelima”. Maksudnya Nabi menganjurkan para sahabat mengajak makan ahlus sufah[6] .

Lalu Abu Bakar mengajak tiga orang (ahlus sufah) ke rumah beliau agar mereka makan di rumah beliau. Tetapi sampai di rumah beliau meninggalkan mereka bertiga dan kembali ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Abu Bakar makan malam di rumah Rasulullah dan berbincang dengan Rasul hingga malam hari.

Ketika sampai di rumah, isterinya berkata, “Apa yang menahanmu sehingga berlama-lama meninggalkan tamu-tamumu?”

Abu Bakar menjawab bahwa beliau bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Kemudian beliau bertanya, “Apakah kamu sudah menjamu mereka makan malam?”

Isteri Abu Bakar menjawab, “Mereka tidak mau makan sehingga engkau datang”.

Kemudian Abu Bakar menemui para tamu dan berkata, “Silahkan anda semua makan”.

Sungguh menakjubkan. Sebagaimana dikisahkan oleh Abdurrahman putra Abu Bakar, “Demi Allah. Tidaklah kami mengambil satu suap makanan, kecuali dari bawahnya muncul lagi lebih banyak sehingga semuanya kenyang. Bahkan setelah itu, makanan menjadi lebih banyak daripada sebelumnya.

Sampai –sampai isteri beliau berkata, “Sungguh, demi penghibur hatiku, makanan ini sekarang lebih banyak dari pada sebelumnya hingga tiga kali lipat. Lalu Abu Bakar pun makan makanan itu”

Wallahu A’lam.

Alhamdu lillahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Senin Legi, 25 Februari 2019 M / 20 Jumadil Akhir 1440 H (repost)

Wawan Setiawan

[1] Mushaharah artinya kekeluargaan melalui perkawinan

[2] Mungkin karena Kanjeng Nabi menikahi puteri dari Sayidina Abu Bakar (yakni Siti Aisyah) dan puteri Sayidina Umar (yakni Siti Hafsah).

[3] Mungkin karena Sayidna Utsman dan Ali menikahi puteri puteri Nabi. Sayidina Utsman menikah dengan Sayidah Ruqayyah dan Sayidah Ummu Kultsum. Sayidina Ali menikah dengan Siti Fathimah Az Zahra.

[4] Syaikh Nawawi Banten, Maulid Ibriz, hlm : 8-9

[5] Sekitar 2,611 ton

[6] Ahlus Sufah artinya para sahabat yang tidak punya tempat tinggal. Mereka tinggal di masjid Nabawi. Mereka sering kekurangan makan.

Sumber :

Syaikh Mahfudz Termas, Nabi Khidlir dan Keramat Para Wali, terjemah dari Kitab Bughyatul Adzkiya fil bahtsi ‘an karamatil Awliya’ menukil kitab Hayatul Hayawan karangan Syaikh Muhammad bin Musa bin Isa bin Muhammmad Syekh Kamaluddin Abul Baqa’ Ad-Damiri Al-Mishri Asy-Syafi’i

Syaikh Yusuf bin Isma’il An-Nabhani, Jami’ Karamatil Awliya

Kertanegara, Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *