Kisah : Karomah Sayidina Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anh

2 min read

Kisah tajamnya Firasat / Bashiroh Sayidina Utsman bin Affan

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Semua khulafaur Rasyidin memiliki hubungan yang sangat dekat dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bahkan merekalah di antara sahabat terdekat dan terbaik Kanjeng Nabi. Hubungan dekat itu menjadi lebih erat karena keempat khalifah penerus Rasulullah merupakan mertua atau menantu Rasul. Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar adalah mertua Rasul, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikah dengan Siti Aisyah binti Abu Bakar dan Siti Hafsah binti Umar.

Sedangkan Sayidina Utsman dan Sayidina Ali adalah menantu Rasul, karena Sayidina Utsman menikah dengan Siti Ruqoyyah dan Siti Ummu Kultsum binti Nabi Muhammad, dan Sayidina Ali menikah dengan Siti Fathimah binti Nabi Muhammad. Dan sebagai menantu, keistimewaan Sayidina Utsman adalah beliau menikahi dua puteri Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pertama Siti Ruqoyyah (puteri kedua Rasul dan Ibu Khodijah). Setelah Siti Ruqoyyah wafat, Rasul menikahkan puterinya yang ketiga, Ummi Kultsum juga dengan Sayidina Utsman. Maka Sayidina Utsman mendapat gelar Dzunnuroin (pemilik dua cahaya). Lebih hebatnya lagi, ketika Ummi Kultsum meninggal Rasul berkata, “Seandainya aku masih memiliki anak perempuan, akan aku nikahkan lagi denganmu (Sayidina Utsman)”, Semoga Allah meridloi dan merahmati semua sahabat Nabi.

Sayidina Utsman diberi karomah (kemuliaan) oleh Allah ta’ala dalam banyak hal, terutama dalam ketaatan dan kedermawanan terhadap perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalam kitab At-Tibyan, Imam Nawawi menjelaskan bahwa, Sayidina Utsman biasa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat shalat malam.

Satu rakaat shalat malam di sini bisa berarti bisa pendek (seperti umumnya kita shalat), atau sangat panjang (sepanjang malam) sehingga beliau cukup waktu untuk mengkhatamkan Al-Qur’an. Maka para ulama menjelaskan hal ini dalam dua hal, pertama bolehnya membaca Al-Qur’an dengan cepat. Diasumsikan Sayidina Utsman mulai shalat malam di awal malam, hingga akhir malam. Beliau berdiri shalat malam dan mengkhatamkan Al-Qur’an.

Pandangan yang kedua, ini adalah karomah (hal yang bersifat ajaib, yang diberikan Allah kepada para kekasihnya dari kaum beriman), yakni waktu yang pendek menjadi panjang sehingga cukup untuk menyelesaikan sesuatu. Jadi Sayidina Utsman shalat malam dengan durasi yang biasa. Tapi dari waktu yang pendek itu (khusus untuk beliau) menjadi cukup untuk melakukan hal yang seharusnya membutuhkan waktu lama.

Karomah yang semacam ini banyak terjadi. Insya Allah, akan kami ceritakan. Di antara yang sudah di muat dalam web ini adalah : https://www.mqnaswa.id/di-mana-tempat-itu/

Pada suatu hari, beberapa lelaki datang ke hadapan Sayidina Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anh. Sebelumnya, ketika dalam perjalanan, mereka berjumpan dengan wanita wanita cantik. Salah satu dari lelaki itu memandangi si wanita dengan lekat lekat. Seolah tak ingin melepaskan dari pandangannya. Bahkan ketika telah lewat, wajah wanita itu tetap melekat dalam benaknya. Hingga ia menghayalkan banyak hal bersama wanita itu.

Setelah beberapa laki laki itu sampai di hadapan Sayidina Utsman, dengan agak gusar, beliau berkata, “Di antara kalian, aku melihat bekas zina di kedua matanya. Bertaubatlah kepada Allah”. Salah seorang dari laki laki itu bertanya, “Apakah setelah Rasulullah wafat masih ada wahyu yang diturunkan Allah?”. Maksudnya bagaimana mungkin Sayidina Utsman memvonis demikian padahal tidak mengetahui secara langsung.

Sayidina Utsman menjawab, “Tidak. Tidak ada wahyu Allah setelah Rasulullah wafat. Itu adalah firasat”

Dalam riwayat Imam Tirmidzi dikatakan :

اِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهٗ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
“Hati hatilah dengan firasatnya orang beriman, sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah”

Ada kisah humor yang dikisahkan seorang Kyai. Konon para santri itu biasa lelakon (tirakat) ilmu ilmu kesaktian. Dan ada seorang santri yang tirakat ilmu Panglimunan, yakni ilmu agar Allah memberikan hijab ghaib sehingga orang tidak bisa melihatnya. Mudahnya, ilmu menghilang. Mungkin karena terdesak atau memang sudah direncanakan, santri itu menggunakan ilmu panglimunan saat ulangan / ujian madrasah.

Maka ketika dia selesai merapal / membaca ayat atau bacaan untuk menerapkan ilmu tersebut, ia dengan tenang membuka catatan yang sudah disiapkan sebelumnya. Memang, ternyata teman teman disekelilingnya tidak ada yang melihat dia sedang mencontek, padahal dia mencontek dengan “terang terangan”. Tidak ada kegaduhan. Ujian tetap berjalan dengan tenang.

Tiba tiba bahunya di tepuk oleh pengawas seraya memberikan kode agar murid tersebut memberikan kertas ulangannya. Si murid itu sendiri diminta ke kantor. Ketika sampai dikantor ia ditanya, apakah dia mencontek?

Murid itu berkata jujur kepada pengawas sambil minta maaf, mohon diberi kesempatan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan seperti itu. Si murid lalu bertanya, “Apakah ustadz menguasai ilmu penangkal panglimunan?”

Ustadz itu menjawab, “Sebenarnya mata saya tidak bisa melihat kamu mencontek, seperti tertutup, tapi, hati saya mengatakannya”.

Saya yakin, jangankan derajat shahabat bahkan menantu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,  hingga masa sekarangpun banyak kisah semacam ini, dan insya Allah kita akan kembali mengisahkannya di lain kesempatan.

Wallahu A’lam.

Alhamdu lillahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Kamis Wage, 28 Februari 2019 M / 23 Jumadil Akhir 1440 H 

Wawan Setiawan

Sumber : Syaikh Muhammad Mahfudz Termas, Bughyatul Adzkiya (terj)

Kisah Karomah Khulafaur Rosyidin yang lainnya :

Karomah Sayidina Abu Bakar : https://www.mqnaswa.id/karomah-khulafa-ur-rasyidin-1-karomah-sayidina-abu-bakar-ash-shiddiq/

Karomah Sayidina Umar : https://www.mqnaswa.id/mencambuk-bumi-menyurati-sungai/

Karomah Sayidina Ali : https://www.mqnaswa.id/karomah-sayidina-ali-bin-abi-thalib-karomallahu-wajhah/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *