Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam : Kedermawanan (2)

2 min read

Kisah berikutnya tentang Kedermawanan Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam

Setiap Nabi adalah manifestasi sifat Tuhan. Nabi Sulaiman menjadi manifestasi sifat kekuasaan, kekayaan. Nabi Ayyub menjadi manifestasi sifat kesabaran akan mushibah dari Tuhan. Dan Nabi Isa menjadi manifestasi sifat penolakan yang sempurna pada dunia ini.

Dalam hidupnya Nabi Isa pernah hanya memiliki sebuah sisir bekas. Kemudian suatu hari beliau melihat ada orang yang bersisir dengan tangannya, maka sisir itu pun ia buang. Beliau juga pernah memiliki cangkir bekas, tapi setelah melihat orang yang minum dengan menangkupkan telapak tangannya, cangkir itu ia berikan pada orang lain.

Ketidak punyaan di sini maknanya, tidak menginginkan. Allah mewujudkan Nabi Isa, sebagai orang yang sama sekali tidak ingin “memiliki sesuatu” di dunia ini. Tapi, kalau beliau mau, sebenarnya batu pun bisa jadi emas jika beliau menginginkan.

Bagaimana dengan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam? Beliau adalah wujud sifat kedermawanan Tuhan.
Beberapa tahun kemudian, setelah Nabi Ibrahim bertemu orang dermawan itu. Pintu rumahnya terdengar ketukan.

Nabi Ibrahim Alaihis salam kemudian membuka pintu. Maka tampaklah di hadapan beliau seorang musafir yang kotor, tubuhnya tertutu debu jalanan, bahkan wajahnya sangat kotor. Ibrahim senang sekali ada tamu untuk dijamu. Tapi ada yang mengganggu pikirannya. Dari wajahnya, Nabi Ibrahim menduga, dia bukanlah termasuk orang yang beriman. Tidak ada sama sekali cahaya keimanan di wajahnya.


Maka Nabi Ibrahim mengajukan pertanyaan kepada laki laki itu :
“Apa agamamu ?”

Laki laki itu menjawab, “Aku seorang penyembah api”

“Benar dugaanku” kata Nabi Ibrahim dalam hatinya. Maka beliau berfikir akan mengajak orang itu meninggalkan penyembahannya kepada api dan menyembah Allah. “Aku akan mendapat ganjaran yang sangat besar di sisi Allah”. Pertama mengajaknya bertauhid, kedua menjamu dia sebagai tamu.
Maka Nabi Ibrahim berkata kepada orang itu :
“Aku tidak bisa membantu seorang penyembah api. Masuklah dalam agamaku. Sembahlah Allah. Dia Maha menciptakan langit, bumi, bulan dan matahari. Maka wajahmu akan cerah dan aku dengan senang hati akan menerimamu sebagai tamu yang wajib aku jamu”.

Tanpa berkata sepatah kata pun orang itu pergi meninggalkan Nabi Ibrahim yang berdiri di pintu. Nabi Ibrahim pun agak menyesal. Mengapa ia langsung menolaknya. Mungkin sebaiknya ia persilahkan masuk lebih dahulu. Tapi beliau sangat ingin menunjukkan jalan kebenaran pada orang itu.

Pada malam harinya, Nabi Ibrahim mendapat teguran keras dari Allah ‘Azza wa jalla. Allah berkata kepadanya :
“Ibrahim, bertahun tahun Aku memberinya rizki, meskipun ia tidak menyembahKu. Walaupun dia menolak Ku dan menolak tuntunanKu. Padahal Aku adalah Penciptanya dan Aku menguasai hidupnya.
“Lalu bagaimana bisa, baru sekali saja ia berdiri di depan pintu rumahmu, engkau menolaknya hanya karena tidak mau mengikuti keinginanmu. Padahal engkau hanya hambaKu. Engkau tidak memberinya kehidupan seperti Aku memberinya. Pergilah padanya, dan bawa dia ke meja makanmu agar Aku memaafkanmu.

Sangat gelisah Nabi Ibrahim menghabiskan malam itu. Rasa penyesalan, takut dan sedih bercampur jadi satu. Keesokan paginya beliau mencari orang asing itu. Bertanya kesana kemari tidak juga bertemu. Ternyata musafir itu sudah pergi jauh. Tidak menyerah, Nabi Ibrahim terus mencarinya, sambil memohon kepada Allah agar bisa dipertemukan dengannya. Akhirnya di suatu kota, Nabi Ibrahim berhasil menemukannya.

Gembira tidak terkira, karena berharap Allah memaafkannya. Nabi Ibrahim meminta orang itu untuk kembali dan menerima jamuannya.

“Aku tidak mau” jawab orang itu. Karena perjalanannya sudah jauh. Bagaimana mungkin kembali hanya untuk menerima jamuan.

Nabi Ibrahim memintanya lagi, dan mengatakan akan mengikutinya kemana pergi. Ibrahim tidak akan kembali jika orang itu tidak mau bersamanya.

“Mengapa Tuan begitu memaksa” tanya orang itu.

Maka Nabi Ibrahim pun menjelaskan alasannya. Menjelaskan bagaimana Tuhan marah kepadanya. Karena sudah menolak orang yang datangbkepadanya. Maka, bagaimana mungkin ia kembali tanpa lelaki itu. Sama saja ia siap menghadapi kemarahan Tuhan. Sekali lagi Nabi Ibrahim meminta kesediaannya untuk kembali.

Lelaki itu menjawab, “Baiklah. Aku bersedia kembali ke rumahmu. Karena aku ingin mengenal Tuhanmu. Aku juga ingin belajar bagaimana menyembah dan berbakti padaNya. Sungguh Dia adalah Tuhan yang Maha Pemurah”

Wallahu A’lam.

Alhamdu lillahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Sabtu Wage, 23 Februari 2019 M / 18 Jumadil Akhir 1440 H (Repost)

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *