Bangun tidur adalah nikmat yang istimewa, dan berdo’a saat itu pun memiliki keistimewaan tersendiri
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Ada dua hadits yang “kontradiktif” (tampaknya tidak cocok/bertentangan) dalam hal “Memulai Sesuatu”. Hadits yang paling terkenal adalah hadits marfu’ dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh :
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَقْطَعْ
“Setiap urusan yang penting, yang tidak diawali “Bismillahir rahmaanir rahiim”, maka (urusan itu) terputus (sedikit berkahnya)”.
Namun ada satu lagi hadits yang mirip dengan ini tapi berbeda, yakni hadits :
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِالْحَمْدُ لله فَهُوَ أَقْطَعْ
“Setiap urusan yang penting, yang tidak diawali dengan “Alhamdulillah”, maka (urusan itu) terputus (sedikit berkahnya)”.
Bukankah permulaan itu hanya satu, tapi ada dua perintah (sunnah) yang berbeda. Jadi yang benar memulai sesuatu itu dengan “Basmalah” atau “hamdalah” ?
Maka para ulama mengkompromikan kedua hadits tersebut dengan menjelaskan bahwa “basmalah” merupakan “Pembukaan Hakiki”, yakni pembukaan yang sebenarnya. Dia dibaca ketika memulai urusan apa saja. Sedangkan “hamdalah” dinamakan “Pembukaan Idlofi”, yakni pembukaan yang disandarkan kepada “basmalah”. Maksudnya, hamdalah juga masih pembukaan, hanya saja dia disandarkan kepada pembukaan hakiki, yaitu basmalah.
Hal ini kemudian diamalkan para ulama yang selalu memulai kitabnya dengan Basmalah kemudian hamdalah. Karena mengikuti kedua sunnah di atas, juga berdasar pada kitabullah (Al-Qur’an) yang dibuka dengan basmalah kemudian hamdalah (yaitu awal surat Alfatihah)
Namun, di dalam kehidupan kita sehari-hari, ternyata kita memulainya dengan hamdalah. Karena do’a bangun tidur dimulai dengan hamdalah :
أَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Apakah Keistimewaannya ?
Sebagaimana kita pahami, awal Kehidupan kita setiap hari, yaitu bangun dari tidur adalah hal terpenting. Kenapa ? ya karena kita masih diberi kesempatan untuk hidup. Yang berarti kesempatan untuk shalat, berdzikir, membaca Qur’an, menuntut ilmu, mencari nafkah, makan-minum, hiburan, jalan-jalan, bertemu kedua orang-tua, bersenang-senang dengan bergembira dengan isteri dan anak-anak, dan sebagainya. Semua hal itu bisa kita lakukan jika kita masih diberi kehidupan. Dan kehidupan kita itu “dimulai” ketika bangun dari tidur.
Memang kasusnya tidak banyak, tapi ada. Orang yang tidur, tapi kemudian tidak bangun lagi. Juga ada orang yang harus minum obat, sampai dalam jumlah banyak, supaya bisa tidur, sebab ia menderita penyakit “tidak bisa tidur”. Bagi kita, tidur dan bangun itu “seolah-olah” perkara alamiah dan biasa-biasa saja. Tapi bagi orang orang tertentu, tidur dan bangun adalah anugerah.
Maka do’a bangun tidur yang diajarkan kepada kita berbunyi :
أَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Alhamdulillah, segala puji hanya milikMu ya Allah, hamba bersyukur kepada-Mu, yang telah menghidupkan kami (yakni mengizinkan hamba bangun) setelah mematikan kami (yakni menjadikan kita tidur), dan kepada-Nya lah tempat kami semua akan kembali”
Do’a ini menjadi sangat penting, karena dengan do’a ini kita mengharapkan banyaknya keberkahan dalam hari-hari yang akan kita jalani. Sebagaimana hadits di atas “Semua urusan penting, yang tidak diawali alhamdulillah, maka sedikit berkahnya”, sedangkan “Hidupnya kita (yang ditandai dengan bangun dari tidur)” adalah urusan terpenting untuk menjadi modal terlaksananya segala tugas kehidupan. Maka agar kehidupan hari ini banyak berkahnya, kita mulai dengan “alhamdulillah”.
Artinya, kita mengharapkan keberkahan dalam tugas kita di hari yang akan kita jalani ini, mengurus rumah tangga, mengasuh anak, mencari nafkah, pergi sawah ladang, berjualan, bekerja di pabrik dan sebagainya, dalam semuanya itu kita mengharapkan berkah yang banyak dari Allah ta’ala. Inilah keistimewaan do’a bangun tidur yang pertama, ia “mengetuk” pintu keberkahan dari Allah ta’ala.
Keistimewaan yang kedua adalah, ia “membuka” pintu syurga (pintu kebahagiaan) di hari yang akan kita jalani. Karena jumlah huruf “alhamdulillah : الحمد لله” itu ada 8 (delapan), sesuai dengan jumlah pintu syurga. Siapa saja yang mengucapkannya dari hati yang bersih, ia akan masuk syurga dari pintu mana saja yang diinginkan. Demikian kata Syaikh Nawawi. Lebih lengkap mengenai penjekasan hal ini dapat dibaca di : https://www.mqnaswa.id/rahasia-jumlah-huruf-hamdalah/
Maka, tidak heran jika Imam Ghazali dalam kitab beliau Bidayatul Hidayah menempatkan do’a ini di dalam adab yang pertama. Seperti sebuah kunci untuk membuka pintu, ia harus didahulukan agar terbuka tempat yang ingin kita masuki, alias tujuan/ hajat hajat kehidupan kita di dunia dan di akhirat.[1]
Sebagai penutup, kita ajukan satu persoalan dan pemahaman.
“Bagaimana dengan hadits yang berbunyi segala urusan harus dimulai dengan “Bismillah” ? Apakah ini berarti kita tidak melaksanakannya ? Bukankah basmalah merupakan pembukaan yang hakiki ? mengapa hidup kita tidak diawali dengan basmalah” ?
Jika kita memaknai hadits “harus di mulai dengan Bismillahir rahmaanir rahiim” sebagai lafadz/ ucapan “Bismillahir rahmaanir rahiim”, maka kita tidak bisa melaksanakan hadits tersebut, karena ketika kita bangun tidur kita memulainya dengan ucapan “Alhamdulillah”.
Tapi jika kita memahami bismillahir rahmaanir rahiim dari maknanya, maka kedua hadits ini berpadu.
Maksudnya ? Karena makna dari Bismillaahir rahmaanir rahiim adalah “Sebutlah nama Allah, yang maha rahman (yakni Dzat yang memberi nikmat yang berar, seperti nikmat hidup, nikmat lengkapnya anggota badan), dan maha rahim (yakni Dzat yang memberi nikmat yang lembut, seperti kesempurnaan iman, tumbuhnya rasa syukur)”.
Jadi ketika kita membaca “Alhamdulillah” : segala puji hanya untuk Allah”, kita juga sudah melaksanakan perintah hadits itu, yakni “menyebut nama Allah yang memberi nikmat kehidupan pada kita sekaligus memberi nikmat pada kita sehingga bisa mensyukuri kehidupan ini”. [2]
Wallahu A’lam
Alhamdulillahi robbil ‘aalamin
Kertanegara, MQ. Naswa
Kamis Wage, 20 Maret 2020 M / 25 Rajab 1441 H
Wawan Setiawan
[1] Mengenai adab-adab bangun tidur yang sangat penting dari Imam Ghazali ini, silakan baca di “Pengajian Kitab Maraqil ‘ubudiyah di web ini”.
[2] Kyai Sholeh Darat menjelaskan hal semacam ini dalam kitab beliau Lathaifuth Thaharah wa Asrorush Sholah dalam bab Wudlu. Baca di : https://www.mqnaswa.id/wudlu-batin-2-ghurran-muhajjalin-dan-batalnya-wudlu/