Pengajian Kitab Tanbihul Ghafilin Bagian Ke-13 tentang Dahsyatnya Kematian dan Ro’sul ‘Ilmi
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda[1] : “Aku akan bercerita kepada kalian tentang bani Israil, ini bukanlah suatu dosa, sesungguhnya Bani Israil adalah kaum yang banyak mengalami keajaiban keajaiban. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bercerita :
Sekelompok Bani Israil mendatangi pemakaman. Pemimpin mereka berkata, “Kita akan shalat, berdo’a kepada Allah sampai Allah mengeluarkan salah seorang yang sudah mati ini, agar dia bisa memberi tahu kita tentang kematian”.
Maka mereka pun shalat dan berdo’a di pemakaman itu. (Mereka lakukan hingga berhari-hari atau mungkin berminggu-minggu). Hingga pada suatu waktu yang telah ditentukan Allah. Muncullah kepala dari makam itu. Kepalanya tampak hitam dan tidak berambut sehelai pun.
Ahli kubur itu berseru, “Wahai manusia ! apa yang kalian inginkan ? Aku telah mati 90 tahun. Tapi pahit dan sakitnya kematian itu masih aku rasakan hingga sekarang, seolah olah aku baru saja mengalaminya. Maka tolong doakanlah agar Allah mengembalikan aku dalam barzakh sebagaimana sebelumnya”.
(Demikian beratnya rasa sakit kematian) Padahal ahli kubur itu adalah orang yang beriman kepada Allah, di antara kedua matanya ada (cahaya) bekas sujud.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, bersabda[2] : “Kadar dahsyat dan beratnya kematian itu (kira-kira seperti) 300 kali bacokan/ tusukan pedang”.
Berkata Al-Faqih rahimahullah, barangsiapa yang meyakini kematian dan mengetahui bahwa kematian itu pasti datang kepadanya, maka mestilah baginya untuk bersiap siap dengan melakukan amal amal shaleh dan menjauhi amal amal yang buruk.
Mengapa harus selalu bersiap? Karena ia tidak mengetahui kapan kematian itu akan datang kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan sangat berat, sakit dan pahitnya kematian sebagai nasihat untuk umatnya agar mereka bersiap menghadapinya dan agar umatnya dapat sabar dalam menghadapi beratnya dunia. Sebab bersabar menghadapi beratnya cobaan cobaan dunia jauh lebih mudah daripada bersabar menghadapi beratnya kematian. Menghadapi adzab akhirat jauh lebih berat daripada menghadapi adzab dunia.
Diriwayatkan dari Abdullan bin Miswar Al-hasyimi, beliau berkata : Datang seorang lelaki ke hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seraya berkata, “Aku datang untuk memohon tuan mengajariku ghoroibul ilmi (ilmu yang asing/ aneh)”
Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “(Sebelum engkau belajar ghoroibul ilmi, Apa yang sudah engkau lakukan dalam ro’sul ilmi (ilmu yang pokok)?”
Lelaki itu bertanya, “Apakah ro’sul ilmi itu?”
Rasul bertanya, “Apakah engkau mengenal Allah ‘Azza wajalla?”
“Ya, aku mengenalnya”
Rasul bertanya, “Apa yang sudah Engkau lakukan untuk memenuhi hak Allah”
“Entahlah”
Rasul bertanya, “Apakah engkau mengetahui akan datangnya kematian?”
“Ya. Aku mengetahui”
Rasul bertanya, “Lalu apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
“Entahlah”
Rasul kemudian bersabda, “Pergilah !. Lakukan hal hal itu terlebih dahulu (memenuhi hak Allah dan memersiapkan menghadapi kematian), kemudian datanglah lagi. Baru aku akan mengajarimu ghoroibul ilmi”
Setelah beberapa tahun, lelaki itu datang lagi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Letakkan tanganmu di dada (jantungmu), lalu dengarkanlah ! Apa saja yang tidak engkau sukai untuk dirimu sendiri, maka jangan engkau senang jika itu menimpa saudaramu (orang lain). Apa saja yang engkau merasa senang untuk mendapatkannya untuk dirimu sendiri, Maka merasa senanglah jika orang lain yang mendapatkannya. Itulah ghoroibul ilmu (rahasia rahasia ilmu)”.
Dari riwayat di atas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa bersiap menghadapi datangnya kematian termasuk ro’sul ilmi. Maka sangat utama dan lebih diutamakan untuk fokus/ menyibukkan diri dengan hal tersebut.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Miswar Al-hasyimi, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca ayat : (QS. Al-An’am/6 :125)
فَمَنْ يُّرِدِ اللهُ أَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُّرِدْ أَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا
“Barangsiapa yang Allah berkehendak untuk memberinya hidayah, maka Allah akan melapangkan dadanya untuk Islam (pasrah). Dan barangsiapa yang Allah berkehendak untuk menyesatkannya, maka Allah menjadikan dadanya sempit”
Kemudian Nabi berkata, “Jika telah masuk cahaya Islam dalam hati, maka lapanglah hatinya”
Sahabat bertanya kepada beliau, “Apakah ada cirinya (orang yang sudah lapang hatinya) ya Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Ya, ada. Hatinya renggang (tidak terpaut) dengan kampung tipu daya (yakni dunia) yang sementara dan ia mendekati kampung sesungguhnya (yakni akhirat) yang abadi, serta bersiap siap menghadapi kematian sebelum kedatangannya”.
Wallahu A’lam.
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad
Kertanegara, Sabtu Wage, 23 Februari 2019 M / 18 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan
Setiawan
[1] Sanad : Al-Faqih (Abu Laits As-Samarqandi) dari Muhammad bin Fadhal dari Muhammad bin Ja’far dari Ibrahim bin Yusuf dari Waki’ bin Rabi’ dari Sa’id dari Muhammad bin Sabith dari sa’id bin dlabith dari Jabir bin Abullah
[2] Sanad : Al-Faqih dari Muhammad bin Fadl dari Muhammad bin Ja’far dari Ibrahim bin Yusuf dari Nadlr bin Harts dari Sayidina Hasan