Kisah yang menjadi latar belakang cobaan berat bagi para Nabi
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Seringkali kita membaca postingan yang luar biasa, “Betapa nikmatnya ujianmu Ya Allah” dan semacamnya. Ucapan seperti ini memang tampaknya indah dan istimewa. Ia mengandung pengertian ridlo kepada ketetapan Tuhan. Dan sifat Ridla adalah sifat tertinggi dalam pendakian ruhani.
Tapi, kita pun harus tahu bahwa, ucapan seperti itu juga menyatakan bahwa kita siap menerima tambahan ujian berikutnya. Dan seringkali ternyata kita hanya “abang abang lambe” (pemanis bibir) saja ketkia mengucapkannya. Karena ketika kita mendapat ujian berikutnya, keluhan lah yang meluncur dari lisan kita. Kita menggerutu, tidak ridla dengan ujian yang datang, padahal kita sendiri yang semula memintanya.
Kisah dua orang Nabi ini menjadi bukti bahwa mereka benar benar menerima, ridla dan sungguh sungguh dalam menjalani takdir Allah. Tapi sekaligus menjadi pelajaran buat kita (yang lemah iman) untuk berhati hati agar tidak salah dalam meminta kepada Allah.
Kisah kedermawanan Nabi Ibrahim sangat banyak. Di antara nya dapat anda baca di : https://www.mqnaswa.id/kisah-nabi-ibrahim-kedermawanan-1/ dan https://www.mqnaswa.id/kedermawanan-2/ Tapi, kisah paling dahsyat dari Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam adalah peristiwa penyembelihan putra beliau, Ismail yang masih dalam usia anak anak.
Ini adalah hal yang benar benar diluar kewajaran. Seorang Nabi, manusia suci, berakhlak luhur, menyembelih /seorang anak kecil, dan yang akan disembelih adalah puteranya sendiri, dan putera itu sudah dinanti nanti kan puluhan tahun lamanya. Benar benar “di luar hal yang sanggup kita fikirkan”.
Jika Nabi Ibrahim melakukannya, pastilah beliau akan kehilangan anak yang didamba dambakan. Mungkin juga isteri beliau akan tidak bisa menerima. Tentu saja masyarkat luas akan menolak dengan keras hal semacam ini. Bisa bisa “hancurlah” kebahagiaan hidup dan reputasi Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam.
Tapi, kita bertanya, apa latar belakang dari pertiwa itu?
Terlepas dari tingkat keridloan Nabi Ibrahim terhadap ujian dari Allah. Keberserahdiriannya yang benar benar sempurna kepada takdir Allah. Terlepas dari itu semua, ternyata, ujian demikian dahsyat itu terjadi karena Nabi Ibrahim sendiri yang “memintanya”.
AlKisah, setelah Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dari bakaran api raja Namrud, beliau menyembelih seribu domba jantan, tiga ratus ekor sapi, dan seratus ekor unta, sebagai rasa syukur kepada Allah. Beliau membagi bagikan dagingnya. Tidak satu pun yang mendengar kedermawanan sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim.
Ketika beliau ditanya, mengapa beliau rela mengurbankan kekayaan yang demikian banyak? Nabi Ibrahim menjawab, “Kenapa harus keberatan mengorbankan harta? Lagi pula milik siapa harta ini. Bahkan nyawaku adalah milik Allah. Aku akan siap megorbankannya untuk Allah.
“Segala yang kuberikan ini tidak ada artinya. Aku bersedia mengorbankan milikku yang paling berharga. Jika aku punya seorang putra, aku pun bersedia mengorbankannya jika Allah menghendaki”. Sebagaimana kita ketahui, Nabi Ibrahim memang lama tidak memiliki putra. Beliau baru dikarunia putra ketika usia beliau telah tua.
Kemudian, Allah menganugerahi Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam seorang putra yang diberi nama Isma’il. Isma’il telah menunjukkan ciri ciri kenabian sejak masa kanak kanak. Ia benar benar anak yang diidam idamkan oleh Nabi Ibrahim.
Pada suatu malam, dalam sebuah mimpi, Allah mengatakan kepada Nabi Ibrahim, “Hai Ibrahim, penuhilah janjimu ! Engkau berkata, jika engkau mempunyai seorang putra, engkau akan mengurbankannya untuk –Ku. Engkau harus memenuhi janjimu”.
Suatu waktu, nabi Yusuf bermunajat kepada Allah, mengadukan diri beliau yang tidak bersalah, tapi mengapa di penjara dalam waktu yang sangat lama (7 tahun). Salah seorang pemuda keluar dari penjara dan menjadi pelayanan minum raja. Ia telah berjanji kepada Yusuf untuk menceritakan perihalnya di penjara, agar Raja membebaskannya, karena ia benar benar tidak bersalah. Tapi pemuda itu tak kunjung datang. Dia malah lupa menceritakan tentang Yusuf kepada Raja.
Nabi Yusuf mengadu kepada Allah, dan Allah menjawab, bahwa “Bukankah engkau (Yusuf) sendiri yang berkata bahwa penjara itu lebih baik?”
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُوْنَنِيْ إِلَيْهِ
Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.
Pada ayat itu, memang Nabi Yusuf tidak hanya minta dihindarkan dari cobaan wanita, tapi beliau juga mengatakan lebih menyukai dipenjara.
Maka bagi kita, yang tentu sama sekali bukan kualitas para Nabi, bahkan kualitas orang shaleh yang tabah pun bukan, sebaiknya kita hanya memohon perlindungan, memohon rahmat, dan sebagainya, tanpa mengucapkan sesuatu yang akan “memberatkan” kita pada akhirnya.
Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Selasa Legi, 12 Maret 2019 M / 5 Rajab 1440 H
Wawan Setiawan