Pengajian Kitab Ushfuriyah Bagian Ke-3 tentang mengharap rahmat Allah dan 2 Kisah tentang larangan mengandalkan amal.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
(Hadits Kedua)
عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالٰى عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْفَاجِرُ الرَّاجِيْ رَحْمَةَ اللهِ تَعَالٰى أَقْرَبُ إِلَى اللهِ مِنَ الْعَابِدِ الْمُقْنِطِ.
“Dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu [1] Ta’ala ‘Anhu, beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Fajir (orang yang banyak berbuat dosa) yang mengharap kasih sayang Allah ta’ala, lebih dekat dengan Allah, daripada ‘Abid (Orang yang banyak beribadah) tapi putus dari rahmat Allah”
Sahabat Abdullah bin Mas’ud juga berkata : Kami mendapat sebuah Kisah dari Zaid bin Aslam dari Sayidina Umar Radhiyallaahu Ta’ala ‘Anhum, “Sesungguhnya ada seorang laki laki pada umat terdahulu yang bersungguh sunggh dalam ibadah, bahkan mendidik dirinya dengan cara yang berat, tapi dia memutus manusia dari rahmat Allah ta’ala.
Kemudian dia meninggal dunia. Di hadapan Allah dia berkata, “Ya Robbi, balasan apa kah yang Engkau sediakan untuk hamba?”
Allah ta’ala berfirman, “Neraka”
Hamba itu sangat terkejut dan berkata, “Ya Robbi, lalu apa balasan untuk ibadah hamba dan kesungguhan hamba?”
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kamu memutus manusia dari rahmatKu ketika di dunia, maka Aku, pada hari ini, memutuskan kemu dari RahmatKu”.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anh dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sesungguhnya ada seorang lelaki yang tidak pernah beramal shalih sama sekali kecuali ia telah mengesakan Allah (mengakui Allah adalah Tuhan yang Maha Esa).
Ketika menjelang kematian, ia berwasiat kepada keluarganya, “Jika aku mati, maka bakarlah jenazahku dengan api (yang sangat panas) sehingga hancur lebur jadi abu. Kemudian kalian tebarkan abu jenazahku di tengah lautan ketika angin sedang bertiup kencang. (Sehingga benar benar hilang abu jenazahku itu). Maka (pada waktu yang telah ditentukan Allah) keluarganya melaksanakan amanat lelaki itu.
Ketika ia berada di hadapan Allah, Allah ta’ala bertanya kepadanya, “Hai laki-laki, apa yang membuat kamu melakukan hal itu?”
Lelaki itu menjawab, “Hamba sangat takut padaMu ya Allah?” Maka Allah pun mengampuninya, padahal ia tidak punya amal kecuali Tauhid (mengesakan Allah)”
Dari Kisah di atas kita dapat mengambil hikmah / pelajaran :
- Manusia tidak boleh mengandalkan amalnya. Jangankan mengandalkan, merasa bisa beramal pun tidak pantas. Karena semua yang ia gunakan untuk beramal adalah pemberian Allah. Misalnya shalat. Tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh yang membuat dia “bisa shalat” adalah pemberian dari Allah. Bahkan keinginannya untuk shalat juga pemberian Allah.
- Kita tidak boleh memandang orang lain yang tidak punya amal, atau dilihat kurang dalam amal shalih dengan pandangan rendah dan menganggap mereka tidak mungkin mendapat rahmat Allah. Karena bisa jadi orang yang tidak punya sama sekali pun mendapat rahmat Allah disebabkan hati mereka takut kepada Allah dan mengharap kasih sayang Allah.
- Jangan mengatakan bahwa orang mukmin/ muslim (yang telah bersyahadat/ mengakui Allah sebagai tuhannya) tapi belum mendirikan shalat, zakat, puasa dan haji, maka Islamnya percuma saja. Jika Allah menerima imannya, maka ia akan masuk syurga dengan izinNya.
- Bukan iabadah kita yang menentukan apakah kita akan dimasukkan ke dalam syurga atau tidak. Tapi itu semata karena kasih sayang Allah kepada kita.
- Kita harus senantiasa merasa tidak punya amal kebaikan, sehingga muncul rasa takut ketika kelak akan bertemu dengan Allah ta’ala.
Wallahu A’lam.
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Sabtu Pahing, 3 Maret 2019 M / 26 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan Setiawan
Sumber : Usfuriyah
Baca juga kisah menarik pada pengajian sebelumnya di https://www.mqnaswa.id/dua-hikayat-indahnya-kasih-sayang/
[1] Sahabat Abdullah bin Mas’ud tergolong sahabat Nabi yang awal masuk Islam, lebih lengkap biografi beliau, baca di https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Mas%27ud