Kisah Nabi Ibrahim : Kedermawanan (1)

2 min read

Kisah Kedermawanan Nabi ibrahim ‘Alaihis salam

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Jumlah Nabi semuanya 124.000. Dari jumlah tersebut Allah memilih 313 sebagai Rasul yang diutus untuk membimbing manusia. Dari jumlah tersebut Allah memilih 25 yang harus dikenali namanya. Kisah kisah mereka begitu penting sehingga dimuat dalam AlQur’an. Dari 25 itu Allah memilih 4 atau 5 orang yang menempati kedudukan khusus. Dan di antara 4 orang itu ada Nama Ibrahim Alaihis salam.

Dari hal itu saja sudah terlihat tingginya kedudukan Nabi Ibrahim Alaihis salam. Beliau dijuluki khalilullah (Teman Dekat Allah), beliau dijuluki juga Bapak Para Nabi. Beliau berani melawan kekuasaan raja sejak masih remaja, beliau langsung melihat dengan mata kepala bagaimana keMaha Kuasaan Allah menghidupkan burung yang mati. Yang dagingnya dicacah cacah. Lalu dibuang tersebar di empat buah gunung.

Ibrahim adalah Nabi yang paling mirip dengan Rasulullah. Dan -setelah Rasulullah- hanya beliau yang wajib disebut namanya dalam tahiyat akhir shalat seluruh muslimin di dunia. Tidak termuat jika menggambarkan seluruh kemuliaan Nabi Ibrahim. Maka satu saja sangat bernilai.

Nabi Ibrahim punya kebiasaan tidak makan kecuali bersama tamu yang dijamunya. Memang beliau adalah simbol sifat murah hati dan penghormatan kepada tamu. Tapi, setelah ditunggu lama, tidak ada tamu yang datang agar ia bisa menjamunya. Sudah hampir sebulan, ia nyaris tidak makan, hanya untuk bertahan hidup saja. Karena ia telah berjanji, tidak akan makan kecuali bersama orang yang dijamunya.

Maka ia bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla yang Maha Mengatur kehidupan. “Ya Allah, Engkaulah yang memberiku kesenangan yang baik ini. Engkau membuatku cinta pada kebiasaan ini, untuk tidak makan kecuali bersama orang yang mau menerima jamuanku. Sudah sebulan penuh aku kelaparan”

Lalu Nabi Ibrahim mendapat jawaban agar ia pergi mencari seseorang yang punya kebiasaan sama dengan dirinya, sehingga Ibrahim bisa makan bersamanya.

Nabi Ibrahim pun memulai perjalanannya. Berjalan di muka bumi adalah hal yang diperintahkan Allah kepada kita. Dengan cara itu kita akan menemui berbagai makhluk Allah, berbagai kaum. Kita bisa mengenal dan saling bertemu jasad, akal dan hati. Kesalahpahaman bisa cair dan persahabatan bisa terbangun.

Pada akhirnya, Nabi Ibrahim bertemu dengan seseorang yang memohon kepadanya untuk menerima jamuannya.

“Ayolah saudaraku. Sudah tiga bulan aku tidak bisa makan. Aku tidak mendapatkan seorangpun yang mau menerima makan jamuan bersamaku” pinta orang itu.

Terbersit kekaguman sekaligus penyesalan di hati Nabi Ibrahim alaihis salam. Baru sebulan mendapat ujian, ia sudah mengadu kepada Allah. Nah, kini dia dipertemukan dengan orang yang sama dengannya. Tapi orang itu telah mengalami 3 bulan untuk cobaannya.

Maka dengan hati gembira, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menerima undangan lelaki yang sangat murah hati itu. Bahkan melebihi dirinya sendiri.

Selesai makan, Nabi Ibrahim memanjatkan do’a kepada Allah. Hal itu juga merupakan kebiasaannya. Beliau berkata akan menyertakan orang yang menjamunya itu dalam doa yang akan ia panjatkan.
Selesai berdo’a, Nabi Ibrahim Alaihis Salam meminta orang itu untuk berdoa dan ia pun minta agar dirinya disertakan dalam doa orang yang dermawan itu.

Orang dermawan itu berkata, “Aku belum mengenalmu. Lagi pula sudah lama aku tak memanjatkan do’a”.

Nabi Ibrahim sangat terkejut, bagaimana mungkin seorang hamba tidak meminta kepada Tuannya dalam waktu yang lama?

Orang itu bercerita bahwa ia pernah memanjatkan doa. Sudah setahun lebih lamanya. Tapi Allah belum juga mengabulkan. Sehingga ia merasa tak pantas untuk memanjatkan doa. Mungkin karena terlalu sedikit pengabdiannya kepada Allah. Maka ia memutuskan untuk menyibukkan diri dengan amal shalih. Memberi jamuan kepada orang lain, dan tidak akan makan kecuali bersama mereka.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bertanya, “Sebenarnya, apa yang anda mohonkan itu?”

Orang dermawan itu menjawab, “Aku mendengar adanya Nabi besar di bumi ini. Ia sangat berani dan dermawan. Ia sangat dekat dengan Tuhan. Sehingga ia mendapat kedudukan Khalilullah. Teman dekat Allah. Sudah setahun lebih aku berdoa kepada Allah, agar Dia berkenan mempertemukan aku dengan kekasihNya itu. Tapi permohonanku belum dikabulkan juga. Pastilah karena mulutku lancang mengucap doa itu. Pastilah karena hina dina aku. Jadi biarlah anda saja yang berdo’a”.

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Jum’at Pon, 22 Februari 2019 M / 17 Jumadil Akhir 1440 H (Repost)

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *