Kisah Periwayat Hadits Berkepala Keledai

1 min read

Kisah periwayat hadits yang kepalanya berubah menjadi keledai

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Pada suatu hari, seorang tamu berkunjung kepada periwayat hadits. Sesampai di sana ia bercengkerama dengannya tentang hadits hadits yang diriwayatkan dan bagaimana kisah ia mendapatkan hadits itu. Pembicaraan yang berlangsung lama, membuat tamu semakin terpesona, karena ilmu periwayat hadits ini sangat dalam, dan kisah-kisahnya luar biasa. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal dalam batinnya. Sejak ia datang dan setelah lama ia bercengkerama, tuan rumah duduk terhalang dengan tirai. Jadi ia berbicara dengan tamunya dari balik tirai.

Pada akhirnya si tamu tidak bisa menahan dirinya, ia berkata, “Wahai Tuan, sejak aku datang, engkau berbicara dari balik tirai. Bisakah engkau membukanya dan memberi aku keberkahan melihat wajahmu. Bukankah memandang wajah ahli ilmu adalah ibadah?”

Tuan rumah menjawab, “Aku malu berjumpa denganmu dan berjabat tangan tanpa terhalang tirai”

“Mengapa engkau merasa malu?”

Tuan rumah diam agak lama, akhirnya ia berkata, “Baiklah. Aku akan ceritakan kepadamu. Aku pernah mendengar sebuah hadits yang menurut logika ku sangat musykil. Aku bahkan sangat bodoh menolak hadits itu padahal hadits itu diriwayatkan dari orang yang terpercaya. Itulah sebabnya aku menjalani hukuman seperti ini”.

“Hadits seperti apa yang membuat anda dihukum dan mengurung diri sedemikian rupa. Hukuman apa yang anda maksudkan?”

“Aku mendapat sebuah riwayat bahwa, apabila sepanjang shalat jama’ah, seorang makmum sujud mendahului imamnya, ruku’ mendahului imamnya, dan berdiri mendahului imamnya, di akhirat nanti manusia itu akan mempunyai kepala seperti keledai”.

Aku lupa pada sifat bodoh dan terbatasku sebagai manusia. Aku mulai mempertanyakan hadits itu. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Mengapa “kesalahan kecil dalam shalat” mendapat hukuman seperti itu. Dan berbagai pertanyaan lain. Hatiku terus menentang riwayat yang kudengar sendiri.

Hingga suatu hari aku melihat wajahku telah berubah menjadi seekor keledai di dunia ini. Sebagai hukuman pada diriku. Aku menjalaninya dengan ikhlas, sehingga aku tidak bisa menunjukkan wajahku ini kepada siapa pun. Aku berharap di akhirat kelak Allah mengembalikan wajahku, dan memperindah wajahku sebagaimana ia berikan kepada orang-orang yang mendapatkan ridloNya.

Selesai berbicara, sang periwayat hadits membuka tirai itu, dan si tamu melihat, memang kepada periwayat hadits itu telah berubah menjadi keledai.

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin

Wallahu A’lam

Alhamdulillahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Rabu Kliwon, 10 April 2019 M / 04 Sya’ban 1440 H

Wawan Setiawan

Baca juga tentang wajah mukmin di akhirat yang indah seperti bulan purnama di https://www.mqnaswa.id/wudlu-batin-2-ghurran-muhajjalin-dan-batalnya-wudlu/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *