Kisah Ulama yang Melihat Cahaya Al-Qur’an

1 min read

Tadarus Dan Membaca Al Qur' an Secara Bersama-sama

Kisah yang membuktikan Al-Qur’an adalah benar benar ber cahaya

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Ada satu ulama besar namanya Habib Abdullah bin umar bin yahya. Beliau ini ngaji belajar kepada Habib Abdullah bin Husein bin thohir. Habib Abdullah bin Thahir ini juga dan guru dari Habib Utsman bin yahya (mufti betawi).

Jadi antara Habib Usman bin Yahya (mufti betawi) dan Habib Abdullah bin umar adalah teman seperjuangan dan satu guru. Keduanya belajar kepada Habib Abdullah bin husein bin tohir.

Habib Abdullah bin husein bin tohir adalah orang yang terbuka mata hatinya. Pandangan batinnya diberi kemampuan untuk melihat yang tidak mampu dilihat manusia. Karena memang Allah memberi keutamaan kepada siapa yang dikehendakiNya.

Suatu hari, Habib Abdullah bin Thahir bertanya kepada Habib Abdullah bin umar “Ya Abdullah, satu kali saya liat nih kampung kita, kota masileh, rumahmu ini teraaaang bercahaya. Dan ketika aku mendatangi rumahmu aku dapati kamarmu ini tinggiiii ke langit lebih tinggi dari rumah rumah orang kampung dan kamarmu ini jauh lebih tinggi dari mereka semua dan lebih terang bercahaya. Boleh tau ga apa rahasianya??

Maka Habib Abdullah bin umar menjawab pertanyaan gurunya, “Wallahualam Habib, Mungkin rahasianya adalah Al-Qur’an. Karena memang tidak ada di setiap sudut dari rumah saya melainkan saya disitu sudah mengkhatamkan satu kali khatam Alquran.

Jadi rupanya Habib Abdullah bin Umar punya kebiasaan mengkhatamkan AlQur’an berpindah pindah. Di bagian rumah mana beliau baca, jika sudah khatam maka pindah. Terus begitu, hinhga seluruh rumahnya pernah dikhatamkan AlQur’an.

Habib Abdullah bin Thohir (sang Guru) bertanya lagi, “Terus kok kamarmu lebih terang dari pada yang lain?? Dan lebih tinggi ke langit??”

Habib Abdullah bin Umar (sang murid) menjawab, “Kalau kamar saya lebih istimewa lagi, saya lebih banyak lagi mengkhatamkan AlQur’an di kamar saya. Jika di setiap bagian rumah saya khatam AlQur’an satu kali, maka di kamar saya, sudah tidak terhitung berapa kali saya khatamkan AlQur’an.

AlQur’an memang bercahaya, begitu kata Rasul dan para ulama. Tapi kita tidak bisa melihat cahayanya. Melihat di sini bukan dengan mata di kepala. Sebab mata kepala sangatlah lemah. Melihat cahaya terlalu terang tidak mampu. Melihat di kegelapan pun tak mampu.

Saya jadi ingat kisah seorang buta. Tapi beliau mampu melihat cahaya AlQur’an. Jika ada yang membaca ayat AlQur’an beliau berkata. “Ini AlQur’an”. Jika Hadits Nabi, beliau berkata, “Ini hadits”. Jika bukan beliau berkata, “Ini perkataan manusia”.

Ketika ditanya, bagaimana beliau bisa membedakannya. Padahal beliau tidak menghafal Qur’an dan Hadits?Beliau menjawab “Aku melihat cahayanya”.

Saya pun jadi teringat salah seorang guru saya. Beliau punya kebiasaan begadang. Tidurnya setelah waktu dhuha. Antara pukul 8 pagi – 11. Hanya 3 jam. Tapi suatu pagi beliau keluar kamar pukul 9 an. Ternyata beliau melihat cahaya terang di rumahnya. Ketika dicari cari, ternyata dari seorang santri yang sedang membaca AlQur’an.

Memang banyak yang tidak hafal Al-Qur’an tapi mendapatkan cahayanya. Banyak pula yang membaca bahkan menghafal AlQur’an tapi tidak mendapatkan cahayanya.

Wallahu A’lam

Alhamdulillahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Jum’at Pon, 22 Februari 2019 M / 17 Jumadil Akhir 1440 H (Repost)

Wawan Setiawan

Sumber cerita pertama : Kiai Totok S dari Habib Ahmad bin Jindan.
Cerita kedua dari Tuhfatul Asyraf.
Cerita ketiga dari penulis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *