Bagian Ketujuh. Kitab At-Tibyan yang
Menjelaskan Larangan Memutuskan Silaturahim, Kekerabatan dan Persaudaraan
Bismillaahir rahmaanir rahiim
نكتة. المراد بقطع الرحم المحرم قطع ما ألف القريب منه من سابق الوصلة والإحسان، سواء كان الإحسان الذي ألفه منه قريبه مالا أو مكاتبة أو مراسلة أو زيارة أوغير ذلك فقطع ذلك كله بعد فعله لغير عذر شرعي كبيرة، لأن ذلك يؤدى إلى إيحاش القلوب ونفرتها وتأذيها، ويصدق عليه حينئذ أنه قطع وصلة رحمه. أفاده العلامة ابن حجر رحمه الله تعالىفي الزواجر
(Nuktah) yang dimaksud dengan memutuskan silaturahim yang diharamkan adalah memutuskan tali persaudaraan yang telah dibina sebelumnya. Baik dalam masalah harta, surat atau saling mengunjungi. Maka memutuskan hal tersebut tanpa adanya udzur syar’i termasuk dosa besar. Karena hal itu akan menyebabkan kegelisahan dan sakit hati. Hal itu pun bisa menyebabkan kebencian Saling menjauh. Yang benar adalah ketika seseorang putus tali silaturahim, ia segera menyambungnya.
فتأمل وفقك الله لطاعته وطاعة رسوله صلى الله عليه وسلم ذلك أن شؤم القطيعة تجاوز فاعلها إلى جلسائه وقومه تمنعهم عن شمول الرحمة لهم كما منعت من شمولها له
Renungkanlah ! Semoga Allah memberimu taufik untuk menaatiNya dan menaati RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya memutuskan (Silaturahim / persaudaraan) itu akan berimbas bukan hanya kepada pelakunya, tapi teman temannya bahkan kaumnya. Mereka semua terhalang dari curahan rahmat Allah ta’ala kepada, sebagaimana tercegahnya rahmat itu bagi pelakunya.
فإذا كان هذا شؤمها في القوم المجالسين للقاطع فما بالك بالقاطعة نفسه فتيقظ لنفسك فإن أمر القطيعة خطير أي خطير واسأل الله تعالى أن يوفقك لصلتها وإن كان في قلبك ما كان فإنه على كل شيىء قدير وبالإجابة جدير.
Jika kaum yang bersamanya saja terhalang dari rahmat Allah, maka bagaimanakah akibatnya untuk pelakunya? Maka sadarkanlah dirimu. Sesungguhnya memutuskan silaturahim adalah perbuatan yang sangat berat akibatnya.
Hamba memohon kepada Allah agar memberimu taufik untuk menyambungkan silaturahim. Meskipun dalam hati kita tidak ada keinginan untuk itu. Karna sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu lagi Maha Mengabulkan.
وعن ابن عباس رضي الله عنهما عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: {ثلاث لا ترفع صلاتهم فوق رؤوسهم شبرا : رجل أم قوما وهم له كارهون، وامرأة باتت وزوجها عنها ساخط، وأخوان متصارمان} رواه ابن ماجه وابن حبان.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tiga golongan yang tidak diangkat shalatnya walau sejengkal di atas kepala : seseorang yang mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membenci dirinya, seorang isteri yang melewatkan malam sedangkan suaminya marah kepadanya, dan dua orang muslim yang saling memutuskan silaturahim/ persaudaraan” HR. Ibnu Majjah dan Ibnu Hibban.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه : {تُفْتَحُ أَبْوَابُ الجَنَّةِ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَ الخَمِيْسِ، وَيُغْفَرُ لِكُلّ عَبْدٍ لا يُشْرِكُ باللهِ شَيْئاً إِلاّ رَجُلٌ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ : انْظُرُوا هَذَيْنِ حَتّى يَصْطَلِحَا}. رواه مسلم.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Pintu pintu syurga di buka pada hari Senin dan hari Kamis. Maka diampunilah setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah, kecuali seorang yang sedang dalam permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan kepada para malaikat : “Tundalah (pemberian ampunanKu), kepada dua orang ini, sehingga keduanya berdama”. HR. Muslim
قال أبو داود : إذا كانت الهجرة لله فليس من هذا بشيئ، فإن النبي صلى الله عليه وسلم هجر بعض نسائه أربعين يوما، وابن عمر رضي الله عنهما هجر ابنا له إلى أن مات.
Imam Abu Dawud berkata, “Jikalau alasan hujroh (mendiamkan) itu semata karena Allah ta’ala, maka tidak ada masalah. Karena sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mendiamkan sebagian isteri beliau sampai 40 hari. Demikian juga dengan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendiamkan puteranya, sampai puteranya itu meninggal dunia.
قلت) وأنا الفقير إليه تعالى محمد هاشم أشعري عفا الله تعالى عنه وعن والديه وعن جميع المسلمين : أما كون الهجرة لله تعالى بالنسبة إلى حضرة الرسول صلى الله عليه وسلم فمسلّم ومقبول، وكذلك بالنسبة إلى سيدنا عبد الله بن عمر رضي الله عنهما. وأما بالنسبة إلى أمثالنا فيحتاج إلى دقة نظر وإعمال فكر.
Aku, hamba yang fakir (sangat membutuhkan rahmat) Allah ta’ala, Muhammad Hasyim Asy’ari, semoga Allah mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya dan semua muslimin berpendapat : Hujroh (mendiamkan) yang dinisbatkan (dilakukan) oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka dapat diterima. Demikian halnya hujroh yang dinisbatkan kepada Sayidina Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Tetapi, jika hujroh itu dilakukan oleh orang semaca kita-kita ini, maka tidak lantas bisa diterima, harus dan membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam.
فقد رأيت بعيني أن واحدا من أهل العلم كان له اجتهاد في العبادة، يقوم الليل ويصوم النهار ولا يتكلم إلا بقدر الضرورة ويحج البيت مرارا حتى حصلت له مشيخة الطريقة النقشبندية. وكان في بعض أيامه يعتزل عن الناس في بيت من منزله فلا يخرج إلا لصلاة الجماعة وتعليم الناس كيفية الذكر.
Sungguh, saya telah melihat dengan mata kepala saya sendiri, seorang ahli ilmu yang bersungguh sungguh dalam ibadah. Dia mendirikan shalat malam dan melakukan puasa di siang harinya. Ia tidak bicara kecuali sangat dibutuhkan. Bahkan ia telah haji berkali kali sehingga ia telah berbai’at dalam Tarekat Naqsyabandiyah.
Dalam keseharianya ia memisahkan diri dari manusia, ia tinggal di rumah dan tidak keluar kecuali untuk shalat berjamaah dan mengajari manusia tata cara berdzikir kepada Allah.
ويوما من الأيام يخرج لصلاة الجمعة فلما وصل إلى المسجد غضب على الحاضرين في المسجد ويتكلم عليهم بكلام فاحش ثم رجع فورا إلى منزله.
Pada suatu hari, ia keluar untuk shalat Jum’at. Ketika telah sampai di masjid, tiba tiba dia marah besar kapa hadirin jamaah shalat jum’at di masjid. Ia berbicara kepada para jama’ah dengan ucapan yang kotor dan kasar, kemudian ia segera kembali ke rumahnya.
ويوما من الأيام أتاه في منزله وزير البلد يطلب منه الدعاء ليكون رخيا، وأعطاه شيئا من الدراهم فقبله ودعا له وقابله بلطف وانشراح.
Pada hari harinya yang lain, para pejabat negara mendatangi rumahnya untuk meminta do’a agar sukses dan kaya. Untuk itu mereka memberinya uang. Ia menerima tamu tamu itu dengan kelembutan dan kelapangan serta mendo’akan mereka.
Wallahu A’lam,
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Sabtu Legi, 26 Januari 2019 M/ 20 Jumadil Awwal 1440 H
Wawan Setiawan
Jangan lupa membaca bagian sebelumnya di https://www.mqnaswa.id/pengajian-kitab-hadratusy-syaikh-hasyim-asyari-at-tibyan-6/
One Reply to “Kitab Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari : At-Tibyan (7)”