Kyai Ahmad Syadzili (Tasikmalaya – Malang) : 1889

3 min read

Kyai Ahmad Syadzili adalah salah seorang ulama Abad ke-19. Inilah sekilas biografi dan kisah tentang beliau.

 

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Kyai Ahmad Syadizili (1889 – )

Lahir dan Pendidikan

Kyai Ahmad Syadzili lahir tahun 1889 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Sejak kecil beliau sudah yatim piatu, karena kedua orang tua beliau wafat di tanah suci ketika menunaikan ibadah haji. Sejak kecil ia tinggal dan diasuh oleh bibinya.

Karena usia bibi beliau sudah sangat tua (sekitar 120 tahun) maka sang bibi menitipkan beliau kepada Syaikh Abdul Fattah, salah seorang ulama sekaligus mursyid thariqah Idrisiyah yang sangat terkenal di masa itu.

Dalam bimbingan Syaikh Fattah inilah Syadzili (kecil dan muda) mendapat ilmu dan tempaan ruhani yang sangat banyak. Syaikh Fattah betul betul mengasuh beliau seperti anak sendiri. Tapi justru karena itu pula Syaikh Fattah tidak ragu ragu dalam mendidik Syadzili.

Pernah Syadzili diberi tugas untuk berjaga di teras pesantren. Terus hingga waktu yang sangat lama. Syadzili layaknya satpam yang duduk di teras pesantren, sedikit sekali waktu istirahat. Bahkan jika istirahatpun tidak disediakan alas tidur / tikar. Semua tempaan itu diterima dengan taat “sam’an watha’atan” oleh Syadzili. Itu menjadikan ia menerima tumpahan ilmu, barokah sekaligus cinta dari gurunya.

Setelah mendapat bekal ilmu dan ruhani yang kuat, Syaikh Fattah memberi tugas beliau untuk berangkat ke tanah suci. Menunaikan haji sekaligus menimba samudera ilmu dari para ulama nusantara maupun dunia yang mukim di tanah suci.

Karena sangat menarik dan luar biasa, perjalanan Kyai Syadzili ketika berhaji ini kami muat dalam kisah yang khusus. Silakan buka di :

 

Guru – Guru

Pengembaraan ilmu Kyai Ahmad Syadzili terus berlangsung hingga ia kembali ke tanah air. Setelah Syaikh Abdul Fattah yang membimbing beliau sejak kecil. Beliau belajar dari para ulama di tanah suci. Tidak ada catatan terperinci mengenai kepada siapa saja beliau ngangsu kawruh (menimba pengetahuan). Tapi pada masa itu, seorang yang pergi haji, pasti juga mendatangi para ulama. Karena perjalanan haji yang memakan waktu berbulan bulan, sayang sekali jika di tanah suci hanya sebentar. Biasanya para penuntut ilmu menghabiskan waktu bertahun tahun di sana.

Sepulang dari haji, Kyai Ahmad Syadzili diperintah oleh gurunya untuk kembali berguru kepada Syaikh Kholil Bangkalan, Madura. Beliau berangkat dengan agak bimbang, sebab beliau mendengar Syaikh Kholil sudah wafat. Tapi gurunya berpesan, “Jangan pulang sebelum bertemu Syaikh Kholil”.

Menaati perintah guru, itulah bekalnya berangkat menuju pesarean (makam) Syaikh Kholil. Beliau ingin berguru kepada Syaikh Kholil, tapi karena beliau sudah wafat, maka beliau “nyantri” di makamnya. 3 (tiga) bulan lamanya beliau riyadloh, membaca Al-Qur’an, menghadiahkan fatihah dan berdo’a kepada Allah di maqbaroh “guru” nya itu.

 

Sampai akhirnya, pada suatu malam, Syaikh Kholil menemui beliau. Ada yang mengatakan, Syaikh Kholil menemui beliau di dalam mimpi. Adapula yang mengatakan beliau ditemui secara Yaqdhatan (dalam keadaan sadar / tidak mimpi). Wallahu A’lam. Syaikh Kholil merestui beliau seraya memberi perintah agar beliau meneruskan perjalanan ke arah selatan.

Beliau menaati meski tidak tahu ke mana tujuan yang di maksud. Belia berjalanan ke arah selatan. Setiap ada pesantren, ulama, beliau akan ikut mengaji. Di gresik beliau singgah dan mengaji kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Beliau singgah di gresik cukup lama. Bahkan Habib Abu Bakar menjadi guru yang sangat ia cintai.

Kemudian melanjutkan perjalanan, singgah di Pasuruan, berguru kepada Habib Ja’far bin Syaikhon As-Segaf.  Kemudian melanjutkan perjalanan sampai ke Malang.

 

Khidmah Keilmuan

Setelah sampai di alun alun Malang, ada seorang “layaknya” pengemis mendatangi dan memegangi tangannya. Mengajak ia ke masjid dan menyerahkannya ke DKM Masjid Noor, Kidul Pasar, Malang. Setelah mengantarkan, pengemis itu pergi begitu saja. Di kemudian hari, Kyai Ahmad Syadzili, meyakini bahwa pengemis yang mengantarkannya itu adalah nabiyullah Khidir ‘alaihis salam.

Dari masjid inilah beliau mulai mengkhidmahkan ilmunya. Bahkan beberapa masjid beliau singgahi untuk berdakwah. Sampai akhirnya beliau hijrah di Desa Pendem, Batu, Malang. Di desa yang menjadi sarang dan basis PKI itu beliau mendirikan pesantren yang dinamainya Riyadhul Jannah. Pesantren itu terus dilestarikan oleh putera dan keturunan beliau hingga sekarang ini.

 

Karomah dan Keistimewaan

Terkadang menceritakan karomah seorang kekasih Allah membuat sempit pandangan kita terhadapa para  beliau. Maksudnya, seolah kemuliaan Allah yang diberikan kepada beliau hanya terbatas pada karomahnya itu. Tidak demikian.

Kyai Ahmad Syadzili, memiliki ilmu yang luas dan sifat istiqomah. Meski sedang sakit yang sangat berat, beliau “sangat ringan” jika tiba waktunya mendirikan shalat. Bahkan bukan sekedar shalatnya saja, beliau tetap menjalankan wirid yang biasa dikerjakan beliau semasa sehat. Lebih dahsyatnya lagi, itu bukan hanya untuk shalat fardlu lima waktu saja, melainkan shalat sunnah siang hari dan tahajjud di malam harinya. Ini sungguh luar biasa.

Beberapa waktu sebelum beliau wafat, beliau sempat memanggil putera beliau, Gus Abdurrahim, ke kamar beliau. Ketika Gus Rohim memasuki kamar, ternyata ayahnya sedang menangis dengan tangisan yang agak lama, sampai Gus Rohim bingung harus bagaimana.

Setelah menunggu tangisan ayahnya reda, gus Rohim mendekati Kyai Ahmad Syadzili dan bertanya mengapa sang ayah menangis sedemikian rupa. Ayahnya menjawab bahwa pesantren sedang persiapan acara Maulid Nabi, dan baru saja Kanjeng Nabi datang kepadanya. Itulah mengapa ia menangis karena demikian bahagia. Mafhumlah Gus Rohim, ketika ia masuk ia mencium bau harum semerbak yang belum pernah ia cium sebelumnya. Ternyata inilah sebabnya.

Selain, mengasuh pesantren, beliau juga dikenal dekat dengan para ulama pada masa itu, seperti Habib Muhammad bin Husain Ba’bud Lawang, Kyai Abdul hamid Pasuruan, juga Kyai Ahmad Qusyairi Pasuruan. Bahkan Kyai Abdul Hamid Pasuruan mengatakan kepada puteranya, “Ayahmu adalah seorang waliyullah. Kekasih Allah. Ia masyhur (sangat terkenal) di langit meski mastur (tersembunyi / tidak banyak diketahui oleh orang-orang) di bumi.

 

Wafat

Kyai Ahmad Syadzili wafat meninggalkan ilmu, pesantren Riyadhul jannah dan putera putera beliau yang semuanya bermanfaat. Sebelum wafat ia menugaskan puteranya untuk ziarah kepada gurunya Habib Abu Bakar Assegaf. Selain untuk berziarah, puteranya diberi tugas melihat makam gurunya itu secara rinci. Demikian itu karena ia ingin makamnya dibuat meniru makam gurunya, dari bentuk sampai dengan tulisan tulisanya. Demikian beliau ungkapkan cinta yang luar biasa. Semoga kita mendapat barokah beliau, asror beliau, ilmu beliau dam juga semua guru beliau. Amiin amiin…

 

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Senin Wage, 16 September 2019 M / 16 Muharram 1441 H

Wawan Setiawan

Sumber : Majalah Al-Kisah No. 07 / 2009.

 

Biografi Ulama lainnya baca : https://www.mqnaswa.id/muhammad-yunus-bin-muhammad-jakarta/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *