Lelaki Lusuh dan Jubah Cahaya

1 min read

Kerumunan orang orang yang wajahnya bercahaya itu berjalan, bergerombol. Dzikir dan pujian menghiasi senyum di wajah mereka. Di antara mereka ada yang berjubah cahaya. Ada yang berselendang cahaya. Ada pula yang dihiasi kalung mutiara dari cahaya yang berkilau.
Sesekali terdengar pembicaraan mereka dalam nada suka dan menahan luapan gembira.

“Hari ini kita akan jumpa baginda”
“Hari ini beliau akan menemui kita di tepi telaga. Dan akan memberi kita minum dari tangannya”

Pekik shalawat, tahmid, kembali terdengar.
“Alhamdulillah, Allah menjadikan aku hafidz Al-Qur’an”
“Aku juga bersyukur, aku menjadi Imam di masjid Agung”
“Aku selalu di depan dalam jamaah”
Dan banyak lagi, kenangan-kenangan yang terlontar dalam bingkai cerita penuh suka.

Hingga telah jauh rombongan berjalan, akhirnya mereka berhenti. Mereka terpana dengan pemandangan yang mereka saksikan.Di depan sana, seorang lelaki berpakaian kotor. Berdiri di depan lelaki penuh wibawa.

Perlahan lelaki tampan itu memeluk lelaki lusuh yang terus menunduk. Pelukan yang hangat.
Tidak ada yang dilakukan si lelaki lusuh itu, kecuali bahunya turun naik, menahan isak tangis. Kakinya goyah tak tertahan rasa cinta.

Para lelaki berjubah cahaya, bertanya : “wahai lelaki mulia, bagaimana kamu mendapat kedudukan demikian tinggi di hati kekasih kami. Di antara kami ada yang berselendang hafalan AlQur’an, ada yang berkalung mutiara dzikir”.
Hai lelaki siapa kamu?

Lelaki itu menjawab dengan jelas, tapi nadanya pelan, masuk berbisik di relung hati :

“Aku ini hanyalah tukang bersih bersih. Aku membersihkan karpet tempat kalian biasa shalat dan berdzikir dan mencuci najisnya. Aku hanya tukang bereskan sandal kalian, dan rapihkan mushaf mushaf kalian. aku hanya tukang cuci bekas makan dan minum kalian. Aku hanyalah pelayan untuk kalian semua”.

“Lalu mengapa engkau menjumpai Junjungan mulia dengan pakaian kotor begitu rupa”
“Aku meminta kepada Allah, jika aku diizinkan bertemu mutiara alam semesta. Izinkan aku berpakaian pelayan saja. Sungguh aku suka menjadi pelayan bagi umatnya. Aku bersyukur bisa menjadi pelayan untuk kalian semua”.

Senyum indah itu seperti berseri tiada habisnya, seraya mengenakan jubah cahaya untuk lelaki lusuh di hadapannya.

Naswa, Kertanegara,
Senin, 7/11/2016

Wawan Setiawan

Baca juga : https://www.mqnaswa.id/apa-karomah-guruku/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *