Pengajian Kitab Lathaifuth Thaharah Bagian Ke-8 : Makna dalam Bacaan dan Gerakan Shalat
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Alhamdulillah, kita selesai mengaji Bab Thaharah (Wudlu dan Mandi), kini kita akan mulai mengaji Bab Shalat. Kita belajar mendirikan shalat bukan hanya secara lahiriyah, tapi shalat secara batiniyah. Kita belajar memahami makna maka bacaan yang kita baca, dan gerakan yang kita lakukan di dalam shalat secara lahir dan batin.
Sebagaimana dalam Kitab Lathaifuth Thaharah Wa Asrorush Shalah, Kiai Shaleh Darat menjelaskan sebagai berikut :
Persiapan Shalat
Setelah melakukan wudlu yang sempurna, lahir dan batin, maka buanglah terlebih dahulu dunia dari dalam hati. Inilah makna “sucinya pakaian” dari najis, yakni sucinya hati dari dunia ketika memasuki shalat.
Kemudian setelah itu, menghadapkan hati kepada Allah subhanahu wa ta’ala, membuang angan angan dunia, juga membuang angan-angan akhirat, apa saja, hanya menghadap kepada Allah saja, hanya menaati perintah Allah belaka. Inilah yang dimaksud dengan “menghadap kiblat”, yakni hati kita menghadap hanya kepada Allah semata.
Keadaan hati yang seperti ini (membuang kecintaan dunia, membuang angan angan dunia dan angan angan syurga dan sebagainya, hanya menghadapkan hati kepada Allah semata), dinamakan shalat daim.
Niat dan Takbiratul Ihram
Setelah engkau sudah selesai bersuci lahir dan batin, dengan berwudlu dan mandi jinabat yang sesuai dengan dhohirnya syari’at dan rahasia batinnya, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka engkau siap mendirikan shalat. Mendirikan shalat yang dimaksud adalah shalat yang mengikuti dhohirnya syari’at dan juga batinnya.
Maka menghadaplah ke kiblat dengan pakaian yang bersih dari najis dhohir dan hati yang bersih dari najis batin. Secara dhahir, dada kita menghadap kiblat. Secara bathin hati kita menghadap hanya kepada Allah ta’ala. Disertai Niat dalam hatinya, niat semata mata melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala, mengikuti tindak lampah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan untuk mendapatkan keridloan Allah.
Niatkan untuk langgeng dalam ingatmu kepada Allah ta’ala dengan mantap hatimu sampai kamu mengucap Takbiratul Ihram, Allahu Akbar. Ketika lisan mengucap Allahu Akbar, hatinya menyadari bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Agung, tidak ada yang agung selain Allah. Tidak ada yang disembah selain Allah. Awas jangan sampai punya prasangka ada satu makhluk yang memiliki sifat agung, sifat mulia, tidak ada. Hanya Allah semata. Tidak ada makhluk yang menyamai Allah ta’ala.
Do’a iftitah
Setelah takbir, kemudian membaca :
إِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ
Artinya aku menghadapkan wajah hatiku, aku hadapkan….
لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضَ
Kepada Dzat yang menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi.
Maksud menghadap disini artinya menghadap kepada perintahNya. Perintah dari Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya. Apa perintahNya? yakni menghadapkan dada dhahir kita ke arah Ka’bah, dan menghadapkan hati kita kepada Yang Maha Memberi Perintah, Allah Subhanahu wa ta’ala.
حَنِيْفًا
Dengan hati yang condong kepadaNya saja, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan. Hanya menghadap kepada Allah dan hanya menjalankan perintahNya belaka.
مُسْلِمًا
Pasrah, nurut, tidak berani membangkang sedikitpun.
وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Dan tidaklah hamba termasuk golongan orang yang menyekutukan Allah.
Maksudnya tidak menyekutukan niat, tidak ada niat lain selain menaati perintah Allah saja. Tidak ada yang dituju, hanya Engkau (Allah) saja.
إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Sesungguhnya shalat hamba, ibadah hamba, seluruh hidup dan mati hamba, semuanya adalah milik Allah Subhanahu Wata’ala yang menguasai seluruh alam semesta.
Artinya, ketika hamba menjalankan shalat, dan menjalankan ibadah apa saja selain shalat seperti sabar, ridlo atas ketetapan takdir Allah, hidup dan matinya hati hamba, bahagia dan celakanya hamba, itu semua adalah milik dan kekuasaan Tuan. Semuanya adalah Qidroh Irodah Tuan.
Semua perbuatan hamba itu dapat dilakukan hanya karena pertolongan Tuan, bukan karena kekuasaan/ kemampuan hamba. Laa Hawla Walaa Quwwata Illaa billaahil ‘aliyyil ‘adhiim (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)
لَا شَرِيْكَ لَهٗ وَبِذَالِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Tidak ada yang menyekutui (menyamai/ menyaingi) Allah dalam keluhuranNya, semuanya adalah hamba Allah. Seperti hamba ini hanyalah hamba Allah. Oleh karena itulah hamba mendirikan shalat ini. Karena hamba termasuk golongan orang yang pasrah, patuh apa yang Tuan kehendaki, dan patuh pada apa yang Tuan perintahkan. Tidak sekali kali hamba berani membangkang.
Wallahu A’lam.
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad
Kertanegara, Senin Pon, 4 Maret 2019 M / 27 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan Setiawan