Apa maksud dari perkataan “Mukmin menjadi cermin bagi Mukmin lainnya ?”
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah seseorang yang dianugerahi jawami’ul kalam. Maksudnya, Rasulullah itu mengucapkan kalimat yang sedikit, tapi makna yang dirangkum dalam kalimat itu sangat banyak. Bahkan benar benar sangat banyak. Setiap ulama yang memahaminya, hanya memahami sebagian saja sesuai dengan pemahaman dan nur yang diberikan Allah kepada ulama itu.
Dalam sebuah riwayat Abu Dawud, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
الْمُؤْمِنُ مِرْأَةُ الْمُؤْمِنْ
“Seorang Mukmin adalah cermin bagi Mukmin lainnya”
Sayid Abdullah bin Husein bin Thohir menjelaskan :
Pertama, Jika seorang mukmin melihat akhlak yang mulia, dalam diri saudaranya, ia akan mengagumi dan berusaha menirunya. Misalkan kita melihat atau mungkin hanya mendengar kisah tentang kasih sayang rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka menjadi cermin bagi diri kita sehingga kita pun akan melihat keindahan di dalam batin kita, betapa indahnya jika mengikuti akhlak seperti itu. Kita menjadi tergerak untuk mengikutinya.
Demikian juga antara sesama orang yang beriman. Mereka memandang saudaranya dan mengikuti kebaikan di antara mereka satu sama lain.
Sebaliknya, jika seorang mukmin melihat akhlak tercela dalam diri saudaranya, ia melihat pula keburukan batinnya. Ternyata Ia pun ada memiliki sifat seperti itu, maka ia berusaha membersihkan dan menyingkirkan sifat tercela itu dari dalam jiwanya.
Kedua, Jika seorang mukmin melihat akhlak yang tercela dalam diri saudaranya, ia menjadi tergerak untuk mengingatkan saudaranya, sehingga dengan nasihat itu, saudaranya seolah melihat cermin yang menampilkan aib (keburukan) dirinya, lalu memperbaikinya.
Ketiga, Seseorang dalam memandang orang lain, sesuai dengan keadaan hatinya. Jika hatinya baik, suci, jujur dan bersih dari akhlak tercela, maka ia selalu memandang mukmin yang lain dalam pandangan yang baik. Dia senantiasa berprasangka baik terhadap semua mukmin lainnya, sama sekali tidak akan berpikiran buruk kepada mereka.
Jika setiap kali melihat seseorang lalu melihat keburukannya, maka itu adalah gambaran dari keburukan dirinya sendiri. Karena ia adalah cerminan dari yang dilihatnya. Itulah maksud dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang bersabda, “Jika seseorang berkata, “Manusia ini telah rusak, maka dia sendiri yang paling rusak”.
Ada sebuah kisah, seseorang lelaki berkunjung ke hadapan orang saleh yang dikenal dengan waliyullah (orang yang dekat dan menjadi kekasih Allah), ia berkata, “Wahai tuan Syeikh, aku bermimpi melihat tuan, tapi dalam wujud seekor babi”.
Orang saleh itu menjawab, “Mimpimu itu benar, tapi babi itu sebenarnya adalah gambaran dari dirimu sendiri. Ketika engkau menghadap aku, maka engkau sebenarnya melihat cermin, sehingga engkau bisa melihat wujud dirimu sendiri. Andaikata engkau berubah menjadi baik, maka engkau akan melihat aku dalam mimpimu dalam rupa yang indah”.
Lalu bagaimana dengan berbagai kisah orang shaleh yang diberi Allah firasat, sehingga dapat melihat keburukan saudaranya?
Misalkan dalam kisah Sayidina Utsman yang melihat gambaran buruk dari seorang yang mendatangi beliau. Baca di https://www.mqnaswa.id/karomah-sayidina-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anh/. Atau kisah lain dari para awliya yang melihat seseorang mukmin dalam wujud yang buruk.
Dijawab, bahwa apa yang dilihat oleh orang-orang yang memiliki kesempurnaan, seperti para Nabi dan para pewarisnya adalah keadaan sebenarnya dari orang itu. Ini adalah maksud dari hadits “Hati hati lah dengan firasat seorang mukmin, ia melihat dengan cahaya Allah”. Keadaan ini khusus bagi ahlillah (orang orang yang didekatkan dengan Allah). Kita tidak boleh menempatkan diri di sana. Jangan kita tertipu.
Keempat, Hati seorang mukmin yang bening, menjadi tempat tajalli (terpancarnya) sifat Allah Al-Mukmin. Sebab Al-Mukmin adalah salah satu dari nama nama Allah. Sebagaimana dalam hadits qudsi :
لَنْ تَسَعَنِيْ أَرْضِيْ وَلَا سَمَائِيْ وَوَسَعَنِيْ قَلْبُ عَبْدِيْ الْمُؤْمِنِ
“Bumi dan langitKu tidak akan mampu menampungKu, dan hati hambaKu yang mukmin lah yang mampu menampungKu”
Sebuah hadits juga mengatakan :
الْقَلْبُ بَيْتُ الله
“Hati adalah rumah Allah”
Perlu diketahui bahwa kata “mukmin” (dalam bahasa Arab) seakar dengan kata “iman dan aman” yang artinya keyakinan, ketenangan, keamanan. Maka ketika keadaan hati seorang mukmin seperti ini (menjadi cermin tempat terpancarnya sifat Allah), akan terpancar dari dirinya sifat ketenangan. Bahkan yang memandangnya pun ikut mendapat ketenangan. Ia menebarkan ketengangan kepada siapa pun yang melihatnya. Bahkan meskipun hanya melihat di dalam mimpi.
Baca kisah mengenai hal ini di https://www.mqnaswa.id/apa-karomah-guruku/.
Tidak heran jika para sahabat yang sedang galau, mereka mendatangi Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ingin curhat, tapi ternyata baru melihat wajah Rasulullah saja hati mereka sudah diliputi ketenangan.
Wallahu A’lam.
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Ahad Pahing, 3 Maret 2019 M / 26 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan Setiawan
Sumber : Habib Novel Alaydrus, Anda bertanya salaf menjawab, dan sumber lain.