Makna Puasa yang Sebenarnya menurut Kyai Sholeh Darat

3 min read

Pengajian Ke-1 Kitab Asrorush Shoum (rahasia-rahasia puasa) tentang makna puasa yang sebenarnya.

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Sebelum membahas tentang puasa dalam Kitab Asrorush Shoum, mari terlebih dahulu kita membaca Basmallah dan hamdalah sebagaimana dituliskan Simbah Kyai Shaleh Darat dalam kitabnya :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

أَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلٰوةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيٍّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَحِزْبِهٖ، اٰمِيْنَ.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Segala puji adalah milik Allah yang menciptakan dan memelihara semesta alam. Rahmat dan keagungan semoga selalu terlimpah atas Sayidina Muhammad ﷺ dan atas keluarga, sahabat serta pengikut beliau. Amiin..

 

MAKNA PUASA

Kyai Sholeh Darat berkata :

اِعْلَمْ وٛرُوْهَا سِيْرَا هَيْ مُؤْمِنْ سٛتُهُوْنَيْ فُوَاسَا اِيْكُوْ رُكُونْ سٛتٛڠَهْ سَڠْكِڠْ رُكُوْنَيْ إِسْلَامْ.

(I’lam weruha sira He Mu’min ! setuhune puasa iku rukun setengah sangking rukune Islam)

Ketahuilah oleh kalian, wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya puasa adalah salah satu rukun Islam.

 

Pemahaman :

Simbah Kyai Sholeh Darat, menekankan makna puasa sebagai salah satu dari Rukun Islam. Karena ibaratnya Islam adalah sebuah rumah, dimana kita bernaung di dalamnya. Semakin kokoh sebuah rumah, maka semakin terlindunglah penghuninya. Semakin indah sebuah rumah maka semakin nyaman.[1]

Tidak heran jika kenikmatan syurga (tempat kembali orang yang beriman) pun digambarkan dengan bangunan istana yang megah. Istana yang luas nan indah di depannya ada taman yang rindang dan menyejukkan. Istana itu sudah mulai kita bangun sejak kita di dunia dengan menjalankan rukun Islam. Tanaman dan taman tamannya pun sudah mulai kita semai sejak di dunia ini.[2]

Syahadat adalah pondasi rumah. Ia harus ada. Mustahil sebuah rumah berdiri tanpa pondasi. Entah pondasi itu berupa batu yang kuat, atau asal asalan saja. Tapi mestilah pondasi itu tetap ada.

Sholat itu adalah tiang/ dinding/ tembok. Ada dinding rumah itu ada yang kuat, bagus dan halus, ada juga asal tiang penyangga seperti gubuk gubuk[3]. Tiang/ dinding adalah tempat menaruh apa saja. Jendela pasti menempel di tiang/ dinding. Jam sampai hiasan-hiasan, semuanya harus menempel pada dinding. Inilah maka para ulama sering mengatakan shalat sebagai wadah dari semua amal shalih.

Zakat adalah pintu atau jendela. Ia menghubungkan penghuni rumah dengan dunia luar. Ia mengeluarkan udara kotor dari dalam rumah. Seperti zakat yang sifatnya “membersihkan harta dan jiwa hamba” dengan cara memerhatikan orang yang berada di luar rumah, tetangga, orang lain yang kekurangan. Tanpa ada pintu dan jendela rumah akan pengap, dan penuh penyakit.

Puasa adalah atap[4]. Pelindung dari panas dan hujan. Bagaimana jika sebuah rumah tanpa atap ? bisa dipastikan kehidupan penghuni rumah akan sengsara, ia akan kepanasan dan kehujanan.

Itulah mengapa kita diberi pengertian bahwa puasa adalah rukun Islam. Artinya kita membutuhkan puasa ini untuk kehidupan kita sendiri. Kita harus melakukannya demi membangun rumah kehidupan yang nyaman dan bahagia, seperti diinginkan Allah ta’ala.

 

Kyai Shaleh Darat berkata :

لَنْ اَجَا ۑَوْنَا سِيْرَا سٛتُهُوْنَيْ فُوَاسَا اِيْكُوْ چُوْكُوفْ كٛلَوَنْ ۑٛڮَاهْ مَاڠَنْ ڠِنُومْ سٛرْتَنَيْ ڠُومْبَرْ ڮَهُوْتَنَيْ لَنْ ڠُومْبَرْ اَڠٛنْ ٢ نَيْ. بَلِيكْ مَقْصُوْدَيْ شَارِعْ فٛرِنْتَهْ كٛلَوَنْ فُوَاسَا رَمَضَانْ اِيْكُوْ اَرَاهْ اَمَاتَيْنِيْ لَنْ ڮُوْنْجَارَا سٛكَابَيْهَانَيْ فُونْچَا دٛرِيْيَا كَڠْ لِيْمَا.

(Lan aja nyana sira setuhune puasa iku cukup kelawan nyegah mangan nginum sertane ngumbar nggautane lan ngumbar angen-angene. Balik maksude syari’ perintah kelawan puasa Ramadlan iku arah amateni lan ngunjara sekabehane panca driya kang lima)

Ketahuilah oleh kalian, wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya puasa adalah salah satu rukun Islam. Dan jangan kamu semua menyangka bahwa puasa itu cukup dengan mencegah diri dari makan, minum serta mencegah diri dari dosa yang dilakukan anggota badan dan angan-angan (pikiran). Tetapi, maksud Allah ta’ala memerintahkan berpuasa Ramadlan adalah bertujuan untuk mematikan dan memenjara 5 panca indera, semuanya.

 

Pemahaman :

Kyai Shaleh Darat menekankan makna puasa yang sebenarnya, bukan hanya dengan tidak makan minum, tidak bermaksiat dengan anggota badan maupun pikiran. Tetapi lebih dari itu, makna puasa yang sebenarnya diperintahkan Allah adalah memenjara seluruh panca indera (indra pendengaran yakni telinga, indera penglihatan yakni mata, indera penciuman yakni hidung, indera pengecap yakni mulut dan indera peraba yakni kulit).

Kelima panca indera ini ditutup, dihalangi untuk mendengar, melihat, membicarakan dan merasakan apa pun selain Allah, perintah-Nya, ayat-ayatNya. Dalam setiap geraknya yang ia lakukan adalah semata menjalankan perintah Allah. Itulah makna puasa yang sebenarnya.

Maka tidak heran jika balasan untuk puasa sangat besar.

Kyai Shaleh berkata :

لَنْ اَرَاهْ مٛڠْكُوْنُوْ اُوْرَ اَنَا وَالٛسَيْ وَوڠْكَڠْ فُوَاسَا اَڠِيڠْ كٛلَوَنْ لِقَاءْ مَرَاڠْ ﷲ. وُوسْ اَڠٛنْدِيْكَا كَنْجٛڠْ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كٛدُوَيْ وَوڠْكَڠْ فُوَاسَا نٛمُوْ بُوْڠَهْ لُوْرُوْ، سٛوِجِنَيْ نَلِيْكَانَيْ بُوْكَا، لَنْ كَفِنْدُوْنَيْ نَلِيْكَانَيْ كَتٛمُوْنَيْ اِڠْ فٛڠَيْرَانَيْ. لَنْ اِيَ اِيْكُوْ دِيْنَانَيْ اَرٛفْ مَاتِى فِى النَّزْعِ اَوْرَا كٛلَوَنْ سُوْسَهْ لَنْ اَوْرَا نٛمُوْ ڠَوْرَوڠْ بَلِيكْ سٛلَامٛةْ.

(Lan arah mengkono, ora ana walese wong kang puasa anging kelawan liqo’ marang Allah. Wus angendika Kanjeng Rasulullah ﷺ : “Keduwe wong kang puasa, nemu bungah loro. Sewiji nalikane buka. Lan kapindone nalikane ketemune ing Pengerane”. Lan iya iku dinane arep mati fin naz’i ora kelawan susah lan ora nemu ngorong, balik selamet).

Oleh karena itu, tidak ada balasan bagi orang yang berpuasa, kecuali dibalas dengan liqoillah (bertemu dengan Allah ta’ala). Sebagaimana sabda Rasulullah   ﷺ: “Orang yang berpuasa, akan mendapatkan dua kebahagiaan. Pertama ketika ia berbuka puasa dan kedua ketika ia menghadap kepada Tuhannya. Yakni ketika naza’ (ditariknya ruh) menjelang wafatnya, Ia akan selamat, tidak akan mengalami kepayahan maupun kehausan”.

 

Pemahaman :

Jika seseorang meninggal dalam keadaan husnul khatimah, meninggal dalam keadaan akhir yang baik. Maka perjalanannya selanjutnya sampai “bertemu Allah” akan semakin mudah dan penuh kenikmatan.

Mengenai “bertemu Allah” ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لَقَاءَهٗ. وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهٗ

“Barangsiapa senang/ cinta bertemu Allah, maka Allah pun senang/ cinta bertemu dengannya. Sebaliknya, barangsiapa tidak senang  bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak suka bertemu dengannya”

Lebih lengkap mengenai penjelasan hadits di atas silakan baca di : https://www.mqnaswa.id/makna-senang-bertemu-allah/

Sedangkan mengenai “perjalanan selanjutnya yang semakin mudah dan penuh kenikmatan”, diriwayatkan bahwa suatu ketika Sayidina Utsman bin Affan berhenti di pekuburan dan menangis di sana. Beliau beliau ditanya, “Ketika engkau mengingat syurga dan neraka, engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis karena melihat pekuburan ini?”

Beliau menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Kubur adalah persinggahan pertama dan beberapa persinggahan akhirat. Barangsiapa selamat di sana, maka persinggahan selanjutnya akan semakin mudah semakin mudah. Jika tidak, maka selanjutnya akan semakin berat”

Silakan baca : https://www.mqnaswa.id/adzab-kubur-api-keluar-dari-liang-lahat/

Baca juga Karomah Sayidina Utsman di : https://www.mqnaswa.id/karomah-sayidina-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anh/ dan kemuliaan Sayidina Utsman beserta khulafaur Rasyidin sejak zaman azali di : https://www.mqnaswa.id/4-macam-asma-allah-dan-rahasia-hitungan-nama-muhammad/

Semoga Allah memeberi kita kekuatan untuk bisa menjalankan perintah-Nya, berpuasa di bulan Ramadlan, juga menolong kita untuk meningkatkan kualitas puasa kita menuju makna puasa yang sebenarnya, demi membangun rumah kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Amiin,,,

 

Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘Alamin

Kertanegara, MQ Naswa,
Ahad Kliwon, 19 April 2020 M / 26 Sya’ban 1441 H
Wawan St

 

[1] Dalam hadits, Islam digambarkan sebagai bangunan :

بُنِيَ اْلِإسْلَامُ عَلٰى خَمْسٍ: شَهَادَةُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ الله، وَإِقَامُ الصَّلَاةِ الى اخر الحديث

“Islam dibangun di atas lima hal, syahadat, shalat dst.”

 

[2] Dalam sebuah hadits dikatakan :

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ غُرِسَتْ لَهُ بِهَا شَجَرَةٌ فِى الْجَنَّةِ

“Siapa yang membaca Subhana rabbiyal adhiimi maka ditanamkan sebuah pohon untuknya di syurga sebab kalimat itu”

 

[3] Dalam hadits dikatakan :

الصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ

“Shalat adalah tiang agama”

 

[4] Dalam hadits dikatakan :

الصِّيَامُ جُنَّةٌ

“Puasa adalah pelindung”

Makna junnah (pelindung) ini luas. Lebih lengkap silakan baca : https://bincangsyariah.com/ubudiyah/hadis-puasa-sebagai-perisai-dari-godaan-setan-dalam-perspektif-ibnu-asyur/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *