Maksud kata “Dosa mu telah diampuni”, apakah Rasul Punya Dosa ?
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Dari Sayidina Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersungguh-sungguh (sangat banyak dan berdiri sangat lama) untuk shalat (sunnah di malam hari), sampai-sampai menjadi bengkak kedua kaki beliau”. Kemudian Sayidina ‘Umar bertanya kepada beliau, “atatakallafu (apakah tuan memberatkan diri untuk ibadah) seperti ini ? padalah sungguh sunggu Allah telah mengampuni dosa-dosa tuan baik yang terdahulu maupun yang kemudian ?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah tidak ingin aku menjadi seorang hamba yang bersyukur ? (maksudnya aku sangat ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur kepada Allah ta’ala).
Hadits seperti ini sangat terkenal, tapi kita menemukan beberapa hal yang menimbulkan pertanyaan.
Pertama, takalluf (memberatkan diri) apakah boleh ?
Takalluf (memberatkan diri) di sini artinya tetap berusaha melaksanakan ibadah meskipun berat, selagi mampu dan tidak membahayakan ia tetap berusaha melaksanakannya. Hal ini adalah takalluf yang terpuji.
Ada pula takalluf yang tercela, yakni sesuatu hal yang sebenarnya bisa dilaksanakan dengan mudah tapi dipersulit oleh diri sendiri. Misalnya : prosesi pernikahan, sebenarnya bisa dilaksanakan dengan “mudah” dan sederhana. Tapi (misalnya), orang tua atau keluarga “mewajibkan” membuat ini dan itu (yang hukumnya tidak haram namun) di luar kemampuan, sehingga proses menjadi berat dan sulit, bahkan berdampak pada bertahun tahun setelah prosesi pernikahan.
Atau yang sangat terkenal dalam al-Qur’an adalah kisah al-Baqarah (kisah penyembelihan sapi betina yang sangat merepotkan dan memberatkan disebabkan oleh takalluf – sifat memberatkan diri sendiri pada perintah yang sebenarnya bisa dikerjakan dengan ringan dan mudah).
Kisah menarik tentang hal ini baca di : Anak yang Berbakti dan Seekor Sapi
Kedua, “Dosa mu telah diampuni Allah”
Apa maksud kata “dosa mu telah diampuni Allah ?”. Bukankah Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan semua para Nabi dan Rasul adalah ma’shum ? dijaga dari dosa.Apakah sahabat seperti sayidina ‘Umar tidak tahu hal ini ? Lalu apa maksud kata “dosa mu telah diampuni” ?
Ada beberapa penjelasan ulama dalam hal ini. Kita mengambil salah satunya saja.
Sayidina Umar sangat paham bahwa Rasul ma’shum (terjaga dari dosa), mustahil tidak tahu. Sayidina Umar mengatakan hal itu karena mengikuti firman Allah : QS. Al- Fath/48 :
ليغفر لك الله ما تقدم من ذنبك وما تأخر
“Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang”
Maksud ampunan di sini ada dua macam :
- Ampunan bagi orang yang umum, maksudnya ampunan Allah, kelembutan dan kasih sayang-Nya terhadap dosa-dosa. Setiap hamba yang tidak ma’shum, pasti memiliki dosa. Maka Allah mengampuni dosa mereka sebagai wujud kasih sayang Allah ta’ala.
- Ampunan bagi orang yang khusus, yakni para Nabi yang terjaga dari dosa, maksudnya kelembutan dari kasih sayang Allah terhadap sesuatu yang “kurang” pada diri para beliau.
Sesuatu yang “kurang” dalam diri para Rasul justru menjadi nilai lebih mereka (umat Rasulullah). Mengapa demikian ?
Karena suatu yang dinilai “kebaikan/ positif” bagi orang umum, menjadi “kejelekan/ kurang” bagi orang-orang yang khusus, orang-orang yang sangat dekat dan dicintai Allah. Jadi “kekurangan” yang dimaksud itu pun sebenarnya adalah “baik, positif dan mulia”, jika untuk orang pada umumnya.
Ada sebuah ungkapan “Hasanaatul abroor, sayyi-aatul muqorrobiin”, kebaikan yang dilakukan orang yang baik/ berbakti, menjadi kejelekan bagi orang yang dekat dan dicintai Allah.
Supaya lebih mudah memahami, mari perhatikan kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam.
Nabi Yusuf ‘alaihis salam, dipenjara, padahal beliau tidak bersalah sama sekali. Di dalam penjara, beliau memiliki banyak murid. Di antara nya ada seorang pemuda, yang bermimpi membuatkan minuman untuk majikan (tuan) nya.
Nabi Yusuf menafsirkan mimpi tersebut, bahwa pemuda itu akan bebas dan akan diangkat menjadi pelayan raja. Benar saja. Pemuda itu pun divonis bebas. Ketika akan bebas Nabi Yusuf berpesan kepada muridnya, (kurang lebih) “Tolong sampaikan kepada Raja, agar kasus saya dibuka kembali. Di “adili” lagi. Karena saya tidak bersalah”. Pemuda itu pun menyanggupi.
Tapi sayang seribu sayang, pemuda itu lupa pesan dari Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Sampai-sampai Nabi Yusuf tetap berada di penjara bertahun tahun (sekitar atau lebih dari 7 tahun) lamanya.
Nabi Yusuf bermunajat kepada Allah ta’ala, (kurang lebih) “Ya Allah, mengapa hamba dipenjara begitu lama?”.
Sisi lain kisah Nabi Yusuf silakan baca di sini “Kisah cobaan dua orang Nabi karena ucapannya sendiri”
Allah menjawab, “Engkau adalah utusan-KU, kekasih-KU, hamba yang sangat Aku cintai dan kasihi. Lantas mengapa engkau minta tolong kepada orang lain (murid dan raja) yang dua-duanya tidak berkuasa apa pun ?”.
Nah, jika seseorang tida melakukan kesalahan dipenjara, apakah dosa jika ia berusaha keluar dari penjara dengan cara yang benar ?. Bukankah justru itu perbuatan yang baik ?. Dan seharusnya seperti itu. Orang yang tidak bersalah, dipenjara, sangat baik jika ia meminta kasusnya kembali dibuka. Tapi tidak dengan para Nabi. Allah menganggap itu “kesalahan”, karena Allah sangat mencintai mereka dan Allah ingin mereka hanya minta kepada Allah, jangan kepada siapa pun dari makhluknya Allah. Apalagi kepada seorang raja yang “bukan siapa siapa” di hadapan Allah ta’ala.
Demikian maksud kata “dosa mu telah diampuni”. Jadi maksud pertanyaan Sayidina Umar dalam hadits diatas adalah, “Ya Rasulallah, mengapa Tuan beribadah demikian berat, padahal, jangankan dosa seperti yang dimiliki kami, kekurangan pun tidak ada dalam diri Tuan. Tidak ada dalam diri Tuan, suatu sikap yang tidak disukai Allah, kecuali Allah pasti lebih dahulu memaafkan dan menghapuskannya”
Rasul menjawab, “Aku beribadah bukan karena kewajiban, atau hal yang lain, aku ingin menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah atas segalanya”.
Wallahu A’lam.
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamin.
Pengajian Kitab Syamail Muhammadiyah
Rutin setiap malam Jum’at di MQNaswa
Kertanegara, Kamis Legi, 05 Mei 2022 M / 4 Syawal 1443 H
Wawan St