Mayit Mendapat Manfaat dari Amal Orang Lain

2 min read

Mayit mendapat manfaat dari amal orang lain berdasarkan penjelasan dari pen-Syarah Aqidah Thahawiyah. Berikut uraiannya.

Pengajian Kitab Tahqiqul Amal Ke-3

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Penjelasan Berharga dari Pen-Syarah Aqidah Thahawiyah

Syaikh Ibnu Abil ‘izz menyebutkan dalam Syarah Aqidah Thahawiyah suatu masalah bahwasanya mayit mendapat manfaaat dari amal orang lain (amal yang ia tidak usahakan/ kerjakan sendiri). Beliau menguatkan penerimaan (yakni membenarkan hal ini) dan menyebutkan dalil dalil dari Kitab Al-qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.

Kemudian beliau berkata sebagai jawaban terhadap orang-orang yang hanya berpegang pada ayat ini secara lahiriyah saja (yaitu, seorang mayit tidak bisa memeroleh manfaat dari amal orang lain). Beliau menjawab :

Jawaban bagi mereka yang menggunakan dalil “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memerolah selain apa yang diusahakannya” telah banyak dijelaskan para ulama. Dalam hal ini yang paling mengena ada dua jawaban :

Pertama,

Seorang manusia, dengan usahanya sendiri, dengan kebaikan pergaulannya, ia akan memerolah banyak sahabat, memiliki anak anak, menikah, memberi banyak kebaikan, mencintai sesama manusia, dengan (usahanya) itu mereka semua menyayanginya, mendoaannya, dan menghadiankan pahala ketaatan untuknya. Itu semua adalah atsar (akibat) dari usahanya.

Bahkan, masuknya seseorang bersama semua muslimin dalan satu Aqidah Islam merupakan sebab terbesar dalam hal sampainya manfaat amal yang dilakukan setiap muslim untuk saudaranya, baik ketika ia hidup maupun setelah wafat. Do’a seorang msulim akan bermanfaat untuk saudaranya (sesama muslim) meski mereka telah wafat.

(yakni, do’a yang dipanjatkan seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim, meski telah wafat, akan diterima Allah. Karena mereka sama sama dalam Aqidah Islam).

Penjelasan pertama ini menjelasakan bahwa : Allah ta’ala menjadikan Iman sebagai sebab seorang yang memilikinya (memiliki iman) akan mendapat manfaat dari saudara-saudaranya (sesama kaum beriman) dengan doa mereka (saudara sesama mukmin) dan usaha mereka.

Jadi ketika seseorang itu telah beriman, ia telah berusaha untuk mendapatkan sebab sampainya do’a dan amal saudaranya sesama mukmin untuk dirinya.

Kedua,

Pendapat ini lebih kuat dari pendapat yang pertama, yaitu : Al-Qur’an (ayat tersebut) sama sekali tidak menyangkal/ menolak bahwa seorang akan mendapat manfaat dari amal/ usaha orang lain.

(Renungkan ! ayat ini berkata “bahwasanya seorang manusia tiada memeroleh selain apa yang diusahakannya”. Adakah pernyataan “Dia tidak akan mendapat dari orang lain”?)

Ayat itu hanya menolak bahwa seseorang MEMILIKI sesuatu/kebaikan yang tidak dikerjakannya. Ia hanya MEMILIKI kebaikan yang dikerjakannya.

(Jadi yang dimaksud dengan “manusia tiada memeroleh selain apa yang diusahakannya” adalah kepeMILIKan amal. Amalnya sendiri akan menjadi milikinya sendiri. Tidak bisa ia memiliki amal orang lain. Tapi, ayat ini sama sekali tidak menolak bahwa “seseorang bisa MENDAPAT MANFAAT dari amal orang lain. Yang ditolak Al-Qur’an adalah kepemilikan amal, bukan intifa’ (mendapatkan manfaat).

Kedua hal ini sangat berbeda dengan perbedaan yang jelas.

Allah ta’ala berfirman bahwa seseorang tidak memiliki kebaikan kecuali yang kerjakannya sendiri (Amal yang dia kerjakan akan menjadi miliknya). Amal yang dilakukan orang lain, ya menjadi milik orang tersebut. Nah, (karena menjadi miliknya), ia berhak untuk memberikannya kepada orang lain, atau menyimpan untuk dirinya sendiri saja.

Allah ta’ala berfirman,

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَّيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Yaitu bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memerolah selain apa yang telah diusahakannya”

Ini adalah dua ayat muhkamat yang menjelaskan keadilan Allah subhanahu wa ta’ala :

Bagian yang pertama, menjelaskan bahwa seseorang tidak akan dihukum disebabkan dosa orang lain seperti biasa dilakukan oleh raja-raja di dunia. (Mereka biasa menghukum seorang disebabkan kesalahan orang lain).

Sedangkan bagian yang kedua menjelaskan bahwa seseorang tidak akan mendapat keberuntungan kecuali dengan amalnya sendiri, agar ia tidak tamak, mengaharap-harap keselamatannya dengan mengandalkan amal ayah ayah mereka, pendahulu mereka dan para masyayikh (guru-guru) mereka. Sebagaimana hal ini (tamak pada amal orang lain) dilakukan oleh orang tamak yang pembohong (berharap amal orang lain, tapi dirinya sendiri tidak banyak melakukan amal).

Allah ta’ala sama sekali tidak menyatakan “seseorang tidak bisa mendapat manfaat kecuali dari usahanya sendiri”.

(Allah hanya mengatakan “manusia tiada memeroleh selain apa yang diusahakannya”, yakni seorang mayit tidak memiliki kecuali amalnya sendiri. Tapi, ia tetap bisa mendapat manfaat dari amal orang lain saudaranya sesama mukmin yang dihadiahkan/ diberikan padanya).

 

Wallahu A’lam.
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, 6 November 2021
MQNaswa

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *