Memahami Hadits “Suami Milik Ibunya”

1 min read

mother-3477164_960_720

Suami milik ibunya, itulah kata kata yang santer terdengar. Katanya wanita harus mendahulukan suami, sedang Suami harus mendahulukan ibunya, apa maksudnya ?

Bismillahir rahmaanir rahiim

Setiap orang pasti mengharapkan dan mencintai kehidupan yang damai dalam rumah tangga. Kedamaian dan keharmonisan itu ditunjang oleh berbagai hal, terutama bagaimana cara suami dan isteri berbakti kepada kedua orang tua mereka.

Karena bagaimana pun orang tua adalah orang yang menjadi sebab kedua mempelai hadir di dunia ini dan dipertemukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ikatan pernikahan.

Namun, ada sebuah hadits yang seringakali menimbulkan persepsi yang tidak sesuai dengan harapan itu. Hadits itu seperti “mengesampingkan” orang tua dari mempelai wanita, karena secara “tekstual” hadits itu seolah memberi arti bahwa “Isteri itu milik suami dan Suami itu milik ibunya”.

Dalam kitab Uqudul Lujain hadits itu dinuqil sebagai berikut :

Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, “Siapakah yang paling berhak atas wanita (isteri)? Rasulullah menjawab, “Suaminya” Lalu aku bertanya lagi, “Siapa yang paling berhak atas laki laki (berarti konteks di sini suaminya)? Rasulullah menjawab, “Ibunya”.

Lalu kita memahaminya, “Isteri harus mendahulukan suami, dan suami harus mendahulukan ibunya”. Banyak di antara kita memahaminya seperti itu. Terutama yang “ngajinya” di media sosial.

Kalau begitu, kasihan sekali ibu dari si isteri. Karena “Tidak punya apa apa lagi”. Anaknya dah jadi isteri, harus mbakti suaminya, sedang suaminya harus mbakti ibunya. Lebih kasihan lagi kalau si ibu punya anak 3 perempuan semua.  Pasti dia sangat sedih jika anaknya menikah,,,

Di mana kita salah pahamnya? Pada memahami kata “ibunya”.

Siapa “ibu” bagi orang yang sudah menikah? Ibu bagi orang yang sudah menikah adalah :
1. Ibu yang melahirkannya (ibu kandung) dan
2. Ibu yang melahirkan pasangannya (suami/ isterinya alias ibu mertua)

Jadi maksud dari hadits itu adalah :

1. Berbakti pada orang tua tidak lepas, meski sudah menikah.

2. Isteri jadi partner bagi suaminya (jadi satu tim), untuk berbakti pada orang tua (orang tua si isteri maupun suaminya, alias mertua masing masing). Jangan sampe isteri berbuat sesuatu perhatian pada ibu (kandungnya) tanpa sepengatuan suami, dan sebaliknya. Tapi jadi satu tim yang kompak berbakti pada orang tua. Berbakti ini merupakan “wajah hakiki dari suami isteri, lebih jelas baca di : https://www.mqnaswa.id/hiasan-terindah-bagi-seorang-suami-dan-isteri/

3. Suami harus menjadi pemimpin yang adil. Sehingga semua mendapatkan perhatian yang semestinya diberikan. Tidak ada perbedaandari fihak orang tua sendiri atau mertua. Semuanya diberikan dengan cara bermusyawarah dengan isteri.

Maka ketika pernikahan, ibu dari penganten perempuan akan bahagia. Karena sekarang dia punya anak 2 (anaknya dan menantunya). Dulu, kalau mau angkut angkut pasir, susah, karena anaknya perempuan. Sekarang tidak lagi. Karena punya anak laki laki.

Ibu dari mempelai laki laki juga demikian. Sekarang punya anak 2. Dulu, kalau berurusan dengan “bedak dan saudara saudaranya” repot, karen anaknya laki laki. Sekarang tidak lagi. Ia punya anak (menantu) perempuan untuk menemaninya berekspresi.

Amalan mendapatkan jodoh terbaik baca di https://www.mqnaswa.id/doa-untuk-mendapatkan-jodoh-yang-terbaik/

Download do’a kehamilan untuk HP di : https://www.mqnaswa.id/doa-kehamilan-format-pdf-untuk-hp/

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Senin Legi, 25 Februari 2019 M / 20 Jumadil Akhir 1440 H (repost)

Wawan Setiawan

4 Replies to “Memahami Hadits “Suami Milik Ibunya””

  1. Kenapa harus ada kalimat: “yang “ngajinya” di media sosial.? ?? apakah Media sosial demikian buruknya untuk dijadikan referensi?.. kalau memang begitu, berarti semua artikel agama yg ada dimedia sosial adalah sampah? termasuk artikel yg anda tulis ini?

    1. Salam,
      Maksud saya adalah, saya menulis itu berdasarkan banyaknya beredar di medsos, pemahaman hadits yang keliru sebagaimana saya jelaskan dalam tulisan. Maka perlu diberikan penjelasan yang benar.

      Di sisi lain, media sosial memiliki banyak sekali manfaat.

      Demikian, Terima kasih, Wassalam,,,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *