Pengajian ke-3 Kitab ‘Aqidatul Awwam : Mendalami Makna Nama Allah serta Rahmat-Nya
Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Nadhom 1
Sebelum membaca nadhom Aqidatul Awwam, dianjurkan membaca :
قَالَ الشَّيْخُ الْمُؤَلِّفُ، السَّيِّدُ أَحْمَدْ الْمَرْزُوْقِى، رَحِمَهُ اللهُ تَعَالٰى، وَنَفَعَنَا بِهٖ، وَبِعُلُوْمِهٖ، وَاَمَدَّنَا بِأَسْرَارِهٖ، وَأَعَادَ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهٖ، آمِيْنَ.
Berkata Syaikh Penulis, Sayid Ahmad al-Marzuqi, semoga Allah ta’ala mengasihi beliau, memberi manfaat kepada kita dengan berkah kemuliaan beliau, dengan berkah ilmu beliau dan membentangkan asror (rahasia-rahasia) beliau kepada kita, dan memberkahi kita terus menerus dengan keberkahan beliau (Sayid Ahmad), Amiin (Ya Allah, kabulkanlah permohonan kami,,,)
أَبْــــــــــدَأُ بِــــــاسْــــــــــمِ اللهِ وَالـــــرَّحْــــمٰـــــنِ ﴿١﴾ وَبِــــــــالـــــــرَّحِـــــــيْمِ دَائِــــــــمِ الْإِحْسَــــــــــــانِ
Aku memulai dengan menyebut Nama Allâh, Nama ar-Rahmân
dan nama ar-Rahîm yang langgeng kebaikan-Nya
Kosa Kata :
(أَبْـدَأُ ) : Aku memulai
(بِ) : dengan
(اسْمِ اللهِ) : nama Allah
(وَالرَّحْمٰنِ) : dan (nama) ar-Rahman
(وَبِالــرَّحِـيْمِ) : dan (nama) ar-Rahim
(دَائِـمِ الْإِحْسَـــانِ) : yang langgeng kebaikan-Nya
Penjelasan :
(أَبْـدَأُ ) : Aku memulai
Permulaan dari segala sesuatu menentukan hasil atau nilai dari sesuatu itu sendiri. Misalnya kita akan membangun rumah, maka pondasi rumah sangat menentukan untuk kekuatan atau bentuk bangunan yang akan didirikan. Jika pondasinya kuat maka bangunan di atasnya pun kuat, demikian sebaliknya.
Dalam pendidikan Nabi, hal ini dinamakan niat. Niat sangat menentukan nilai suatu perbuatan/ pekerjaan/ amal. Jika niatnya karena demi melaksankan perintah Allah (lillaah), meskipun perbuatan itu seoalah “biasa saja” seperti makan dan minum, maka tetap dinilai sebagai ibadah. Meskipun perbuatan itu adalah “shalat dan sedekah”, jika niatnya buruk, maka tidak dinilai sebagai kebaikan sama sekali. Inilah yang dimaksud dengan “Permulaan itu menentukan nilai atau hasil dari pekerjaan”.
Kyai Nadhim (orang yang menyusun nadhom, yakni Sayid Ahmad al-Marzuqi ini) memulai menulis nadhomnya dengan menyebut nama Allah. Karena memang sebaik baik permulaan ketika memulai apa saja adalah dengan “Bismillaah = Menyebut nama Allah”.
Sebagaimana dikatakan dalam hadits :
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَقْطَعْ
“Setiap urusan yang penting, yang tidak diawali “Bismillahir rahmaanir rahiim”, maka (urusan itu) terputus (sedikit berkahnya)”.
Hal ini pun dicontohkan langsung oleh Allah ta’ala di dalam Al-Qur’an, bahkan semua kitab-Nya yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul, semuanya di awali dengan basmalah (dengan menyebut nama Allah). Mengikuti contoh dari Allah ‘Azza wa Jalla, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun dalam setiap memulai penulisan surat surat untuk para raja, selalu memulainya dengan basmalah.
Sebenarnya memulai suatu syair/ nadhom dengan basmalah adalah suatu perbuatan yang menyalahi keutamaan (khilaful awla), tidak dianjurkan. Namun mengapa Aqidatul ‘Awwam ini diawali dengan basmalah di dalam nadhom-nya ?
Ini karena nadhom ini sangat istimewa. Nadhom ini “disusun” dan diajarkan sendiri oleh Rasulullah ﷺ. Sayid Ahmad hanya menuliskan apa yang dibacakan Rasulullah ﷺ sebagaima telah dijelaskan pada bagian terdahulu.
(بِ) : dengan
Kata “Bi” yang sering diartikan “dengan” dalam bahasa Indonesia bermakna “mushohabah ‘ala wajhit tabarruk” (kebersamaan dengan tujuan untuk meminta keberkahan). Jadi ketika kita mengucap “Bismillah”, berarti kita memulai sesuatu itu “Bersama dengan Nama Allah, dan meminta keberkahan, dari pemilik Nama itu, yaitu Allah ta’ala”
Terdapat hikmah dan kelembutan dari penempatan “Bi” (Huruf Ba-nya di kasroh) lalu disambung dengan “ismillaah (nama Allah). “Kasroh” ini artinya “pecah”. Dalam ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) kasroh ini salah satu ciri dari khofadl. Khofadl sendiri artinya “rendah”. Jadi jika kita ingin “menyambungkan diri” dengan nama Allah, maka harus dengan sifat merendah, tawadlu, andap asor bahkan dengan hati yang pecah/ hancur karena merasa tidak memiliki daya dan kekuatan apa pun kecuali hanya mengharap keberkahan dari Allah ta’ala.
Untuk lebih mendalami makna Basmalah, silakan baca artikel artikel tentang Basmalah :
Wirid Basmalah dari Mbah Sholeh Darat dan Syaikh Abdul Qodir al-Jailani : https://www.mqnaswa.id/wirid-basmalah-syaikh-abdul-qodir-al-jailani/
Kisah kisah menarik tentang Basmalah di : https://www.mqnaswa.id/syamail-muhammadiyah-1/
Makna setiap huruf Basmalah : https://www.mqnaswa.id/makna-huruf-huruf-basmalah/
(اسْمِ اللهِ) : nama Allah
(اسْمِ) yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan “nama”, berasal dari kata (السِّمَةْ) yang artinya tanda/ pengenal, karena nama menjadi tanda pengenal untuk sesuatu/ seseorang. Atau berasal dari kata (السُّمُوُّ) yang artinya luhur/ mulia, karena nama adalah sesuatu yang dimuliakan atau dijunjung. Dengan nama yang indah orang akan merasa lebih terhormat. Dan orang yang dihina atau “direndahkan nama-nya” pasti akan sangat sakit hatinya. Karena nama adalah sesuatu yang dijunjung tinggi dalam hati. Nama yang indah menjadi do’a,.
Yang dimaksud dengan “ismullaah : nama Allah” di sini bisa bermakna “Dzat Allah” itu sendiri, bisa juga bermakna hanya sebutan “nama-Nya saja”.
Misalnya, ada dua orang proklamator bernama “Soekarno- Hatta”. Ketika dipanggil “Soekarno-Hatta” ya berarti maksudnya dua orang proklamator itu. Tapi kemudian kita juga biasa mendengar perkataan, “Saya terbang ke luar negeri lewat/ dari Soekarno-Hatta”. Tentu saja maksudnya adalah nama Bandara. Jadi soekarno-Hatta di situ hanya “sebutan Nama” saja.
Baik diartikan “Dzatnya” maupun “sebutan nama-Nya”, keduanya sama sama bermakna “menyebut seraya mengharapkan keberkahan”. Jadi seperti telah dituliskan di atas, Bismillah artinya “Aku memulai pekerjaan ini, dengan menyebut nama Allah, bersama Nama Allah, untuk meminta keberkahan, dari pemilik Nama itu, yaitu Allah ta’ala”
“Bersama Nama Allah” itu seperti Bandara yang “ditempel” nama Soekarno-Hatta. Ia menjadi mulia, terhormat, karena kemuliaan dari dua orang proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia yang “melekat” pada Bandar itu. Bahkan ulama berpendapat, seseorang yang diberi nama “Muhammad”, akan berhak mendapat syafaat dari baginda Nabi Muhammad ﷺ. Jadi dengan “Bismillaah”, semua pekerjaan yang kita lakukan menjadi mulia, agung, karena ada “nama Allah” yang melekat pada pekerjaan itu.
Untuk mendalami makna Memulai sesuatu, yang menjelaskan keterkaitan erat antara Basmalah dan hamdalah silakan baca : https://www.mqnaswa.id/keistimewaan-doa-bangun-tidur/
(الله) : Allah
Allah adalah nama untuk Dzat yang “wajibul wujud”, wajib / mesti adanya, yang disembah dengan sebenar benarnya, atau yang benar benar berhak untuk disembah. Allah adalah “Nama-Nya” yang paling agung (ismul A’dhom). Jika disebut nama “Allah”, maka telah mencakup seluruh nama-namaNya yang lain seperti Ar-Rohman (maha kasih sayang), al-Lathiif (maha lembut) al-’Alim (maha mengetahui). Berbeda jika kita menyebut nama “ar-Rohman”, maka nama yang lain tidak tercakup di dalamnya.
“wajibul wujud”, wajib / mesti adanya itu maksudnya selain Allah pasti mengalami ketiadaan. Di rumah ada ayah. Maka di kantor ayah tidak ada. Sekarang ayah masih ada, berapa tahun ke depan ayah akan tidak ada. Tapi Allah tidak. Allah selalu ada, menjadi satu satunya tempat mengadu, bergantung, dan minta pertolongan kapan saja, di mana saja.
Untuk mendalami makna Asmaul Husna “Ya Allah” serta do’anya baca : https://www.mqnaswa.id/seri-asmaul-husna-dan-doanya-ya-allah/
Bahkan ada keistimewaan dari nama (الله). Yakni, nama ini “tidak bisa dihapuskan”. Jika nama Allah dihapus huruf alifnya, maka akan menjadi (لله) Lillaah. Lillaah adalah tujuan kita beribadah, bahkan tujuan kita hidup dan mati. Sebagaimana perkataan : QS. Al-An’am/6 : 162
إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah yang menciptakan dan memelihara semesta alam
Jika dihapus lagi huruf Lam-nya maka menjadi (له): Lahu. Lahu artinya “milik Allah”. Kita semua dan seluruh alam semesta ini milik Allah, sebagaimana perkataan : QS. Al-Baqarah/2 : 107
لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ
Kepunyaan Allah lah, seluruh Kerajaan langit dan bumi ini
Jika dihapus lagi huruf Lam-nya maka menjadi (ه) : hu. hu artinya “dialah Allah”. Bahkan jika dihapus lagi huruf “Ha” nya maka tertinggal “nafas” dari huruf “Ha” itu sendiri. Maka banyak para sufi (mursyid thariqah) yang mengajarkan dzikir di dalam nafasnya. Setiap nafas keluar dan masuk selalu menyebut nama Allah. Jadi secara sadar atau tidak sadar, manusia, tidak bisa lepas dari Allah. Karena di setiap nafas ada “Nama Allah” ta’ala.
Untuk mendalami makna “ismullah = nama Allah“, silakan baca : 4 macam asma Allah di https://www.mqnaswa.id/4-macam-asma-allah-dan-rahasia-hitungan-nama-muhammad/
(وَالرَّحْمٰنِ) : dan (nama) ar-Rahman – (وَبِالــرَّحِـيْمِ) : dan (nama) ar-Rahim
“الـرَّحْمٰنِ” adalah dzat yang memberi rahmat/ nikmat dengan nikmat-nikmat besar (jala-ilun ni’am), atau nikmat yang pokok, seperti anggota badan, akal, sehat jasmani dan rohani, pendengaran, penglihatan dan sebagainya.
Sedangkan “الرَّحِـيْمِ” adalah dzat yang memberi rahmat/ nikmat dengan nikmat-nikmat yang lembut (daqo-iqun ni’am), atau bertambahnya “kualitas” dari nikmat yang pokok itu misalnya kemantapan iman, kecerdasan akal, kekuatan jasmani dan ketinggian maqom (kedudukan) ruhani dan ma’rifatullah (mengenal Allah), ketajaman penglihatan maupun pendengaran dan sebagainya.
Atau bisa juga dikatakan “الـرَّحْمٰنِ” adalah rahmat Allah yang bersifat umum, sedangkan “الرَّحِـيْمِ” adalah pemberi rahmat Allah yang bersifat khusus. Misalnya “mata”. Semua orang diberi mata. Tapi tidak semua “mata” memiliki “keteduhan dan kelembutan”. Semua orang diberi “jantung/ hati”, tapi tidak semua hati bisa “selalu berdzikir menyebut asma Allah”.
Semua kenikmatan, semua wujud alam semesta ini diliputi rahmat Allah. Sebagaimana firman Allah ta’ala : QS. Al-A’raf/7 : 156
وَرَحْمَتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu
Untuk mendalami makna Asmaul Husna “Ya Rahman – ya Rahim” berikut do’anya, baca : https://www.mqnaswa.id/seri-asma-ul-husna-dan-doanya-ya-rahman-ya-rahim/
(دَائِـمِ الْإِحْسَـــانِ) : yang langgeng kebaikan-Nya
(دَائِــــــــمِ الْإِحْسَــــــــــــانِ) : langgeng kebaikan-Nya, maksudnya pemberian Allah itu terus menerus, sambung menyambung, kait mengait tanpa ada putusnya, setiap detik setiap saat, selalu ada “kebaikan” Allah ta’ala. Kalimat ini adalah kalimat penyempurna untuk bait ini dalam irama dan maknanya.
Wallahu A’lam
Alhamdulillahi robbil ‘aalamin
Kertanegara, MQ. Naswa
Jum’at Kliwon, 21 Maret 2020 M / 26 Rajab 1441 H
Wawan Setiawan
Baca Juga : https://www.nu.or.id/post/read/26259/hidup-berkualitas-dengan-asma-allah