Mimpi Abu Bakar Shiddiq Melihat Rasul di Padang Mahsyar

3 min read

Bismillaahir rahmaanir rahiim

‘Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anh mengatakan, “Saat aku lewat di depan rumah Abu Bakar, aku mendengar ia menangis tersedu. Suara tangisnya terdengar hingga ke jalan. Maka aku mengetuk pintu rumahnya. Setelah aku bertemu dengan Ash-Shidiq yang mulia. Aku bertanya, mengapa ia menangis demikian keras?”.

“Ya Umar, panggil para sahabat kemari”
Aku pun melaksanakan perintahnya dan berkumpullah kami untuk mendengar penuturannya.

“Hai sahabat Rasulullah, hai Kaum Anshor yang setia. Aku adalah sahabat Rasulullah sepanjang hidupku. Aku menerima Islam pertama kali di kalangan lelaki dewasa. Aku diizinkan Allah menemani beliau hijrah menuju Madinah. Aku sangat mengkhawatirkan Rasulullah, hingga Allah menurunkan ayat “Jangan khawatir, jangan bersedih, Aku (Allah) bersamamu”

Aku memperoleh kehormatan mendampingi beliau sepanjang kehidupan beliau. Aku diizinkan mengimami shalat di tempat beliau shalat sebanyak 18 kali saat beliau masih di tengah tengah kita. Dan setelah beliau pulang ke alam keindahan, aku ditakdirkan Allah menjadi khalifah beliau.

Di masa lalu, jika setengah jam saja tidak melihat wajah Rasulullah, aku terbakar rindu. Kini, sudah dua bulan beliau pergi ke alam keabadian, aku terbakar rindu dan mendambakan beliau. Hingga, malam kemarin aku mendirikan shalat dan berdoa kepada sang Pemberi Rizki. Aku mengajukan permohonan agar kiranya Dia mengizinkan aku melihat Rasulullah dalam mimpi mimpiku. Aku menangis saat aku mengajukan permohonan itu.

Selanjutnya aku tidur pulas. Dalam mimpi aku melihat Hari Kebangkitan telah terjadi. Seluruh manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar. Manusia berdesak desakkan dengan membawa serta dosa di punggungnya. Neraka mengitari orang orang yang berkumpul bagai semut itu.

Aku bertanya “Siapa mereka? yang membawa beban dipunggung?”
Seseorang di sampingku menjawab, “Mereka adalah umat Muhammad yang berbuat dosa, yang menunggu perhitungan amal”.
“Apakah ini adalah seluruh Mahsyar?” Aku bertanya
“Ada satu maqom (tempat) lain. Di sana ditempatkan para Nabi dan kekasih Allah. Mari kuantar kesana”.

Aku melihat tempat itu, seluas ruang antara langit dan bumi. Bentuknya datar berkilau. Disediakan tempat dari cahaya. Di sana duduk para Nabi dan para kekasih Allah. Di tengahnya ada tempat yang sangat indah dari cahaya. Namun tak ditempati siapapun.
Aku bertanya “Apakah mimbar (tempat) yang di tengah itu?”
“Itu adalah maqoomam mahmuudaa, kedudukan yang dijanjikan Allah untuk Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam“.

Aku menjadi semakin ingin melihat Rasulullah, aku bertanya :
“Kemana Rasulullah, mengapa ia tidak menempati mimbarnya yang agung. Sedangkan para Nabi dan Kekasih Allah telah menempati tempatnya.
“Rasulullah di tempat lain. Di sana ia berdoa, memohon rahmat untuk umat beliau. Inilah mengapa mimbar beliau kosong”

Aku tidak mampu menahan ketidaksabaranku.
“Bersediakah engkau mengantar aku kepada Rahmatan Lil Alamin (Rasulullah)?”
“Tidak ada yang lebih indah daripada mengantarkan seorang pecinta kepada yang dicintainya. Pejamkan kedua matamu”

Aku menurut, saat aku membuka kedua mataku aku melihat kekasihku, sedang bersujud, menangis sambil berdo’a : “Umatii,,, umatii,, (umatku,,, umatku,,,)
Aku tidak mampu memuat kebahagiaan yang melimpah ruah yang kurasakan saat melihat beliau, tetapi kekaguman dan ketakukan membuatku membisu.
Beliau berdoa, “Ya Robbi, berikan kepada umatku. Limpahkan cinta kasih kepada mereka. Limpahkan kepada umatku ampunanmu”.

Tiba tiba terdengar suara, “Wahai kekasihku, mereka membangkang dan pendosa”
Nabi melanjutkan munajatnya, “Ya Robbi, Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Sesungguhnya mereka membangkang dan berdosa, tapi mereka beriman padaMu”

Aku tidak mampu membendung air mataku dan tak mampu menahan ucapanku, ” Ya Rasulallah, alangkah engkau mengalami penderitaan dikarenakan umatmu. Dan engkau mengalami derita demi mereka”.
Rasulullah mengangkat kepala dari posisi sujud, beliau memandangku dengan ramah dan berkata, “Hai Ash-Shidiq, aku baru merasa tenang jika Allah telah mengampuni umatku. Begitu umatku memeroleh berkah ampunan, baru penderitaanku sirna dan hatiku bahagia. Kewajibanku adalah berdoa demi umatku sepanjang waktu”.

Aku selanjutnya mengatakan, “Ya Rasulullah, apakah Allah telah membuatmu bahagia dengan mengampuni seluruh umatmu?”
Beliau menjawab, “Alhamdulillah. Ya, Dia telah memberikan yang aku minta”
Aku terbangun dari tidurku. Terngiang berita bahagia yang beliau ulang ulang. Aku mendengar, “mereka seluruhnya… seluruhnya…seluruhnya…”

Para sahabat mulia, kini kalian tahu kenapa aku menangis. Karena rasa bahagia yang kurasakan. Aku meminta kalian datang agar aku memberitahukan mimpiku dan berita bahagia ini pada kalian semua.
Nabi shallallahu Alaihi wasallam bersabda, “Aku akan memberi syafaat pada umatku, demi mereka, hingga Allah memanggilku dan berkata, “Apakah engkau telah ridha, Muhammad?” Aku mengatakan, “Ya Tuanku, aku ridha”.

Inilah salah satu dari makna dari :

وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ

“dan Kami telah menurunkan beban darimu (Muhammad)” (QS. AlInsyirah/94 : 2)

Apa beban Rasulullah? sebagian ulama menjawab, “dosa dosa yang dipikul. umatnya”. (Apa beban kita? Dunia, kesenangannya, dan perhiasannya). Allah memberikan izin kepada Rasulullah untuk memberi syafaat kepada umatnya, itulah saat Allah benar benar telah melepaskan beban Rasulullah shallallahu Alaihi wasallam.

Ini juga salah satu dari makna :

وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى

“Dan Allah akan memberimu, hingga kamu ridha” (QS. adl-Dluha/93:5)

Allah mengabulkan permohonan Rasul untuk terus memberi syafaat kepada sebanyak banyak umat beliau, hingga beliau merasa puas. Dan tidak ada yang membuat beliau senang kecuali seluruh umat beliau masuk ke dalam syurga.

Semoga kita dimasukkan ke dalam golongan umat beliau. Yang mencintai, sehingga tidak menambag beban beliau dengan tumpukan dosa dosa kita. Yang giat beramal shaleh. Yang banyak bershalawat sebagai salah satu bukti cinta kita kepada Rasulullah shallallahu Alaihi wasallam.

أاللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin

Kertanegara, Jum’at Kliwon, 25 Januari 2019 M/ 19 Jumadil Awwal 1440 H

Repost

Wawan Setiawan

Sumber kisah : Syaikh Muzhaffar Ozak AlJerahi : Allah, Nabi Adam dan Siti Hawa (terj).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *