Bismillahir rahmaanir rahiim
Alkisah ada seorang pemuda yang sangat taat, yang belum pernah sekalipun melewatkan shalatnya. Tentu saja Iblis sangat membenci manusia seperti ini. Telah dicobanya berbagai cara untuk menyesatkan pemuda itu, tapi usahanya tidak pernah berhasil.
Dikampung itu pula dikenal seorang wanita tua yang sangat licik, sehingga dikenal sebagai “Wanita yang dalam dirinya ada Iblis”, saking liciknya. Suatu ketika iblis menemui wanita itu. Wanita itu berkata, “Aku tahu engkau sedang berusaha menyesatkan pemuda saleh itu, tapi rupanya kau belum pernah berhasil”
“Darimana kau tahu?” tanya iblis.
“Dihadapanku jangan berpura-pura ! Apalagi pekerjaanmu kalau bukan menyesatkan orang-orang yang taat. Sudahlah, langsung saja. Aku akan membantumu asal kau memberi imbalan” kata wanita itu dengan tanpa tedeng aling aling.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Iblis
“Aku sudah lama sekali menginginkan sepatu merah. Kau berikan aku sepasang sepatu merah dan aku akan memberimu pemuda itu”
“Oke, setuju” jawab iblis kegirangan. Pikirnya mudah sekali mendapatkan sepatu itu. Lagi pula ia akan menipu nenek itu setelah menyesatkan si pemuda.
Esok petangnya, ketika pemuda itu berjalan menuju masjid, ia dihadang si nenek tua, “Pemuda, tolong aku. Ayam-ayamku banyak yang belum masuk kandang. Aku melihat engkau adalah pemuda yang saleh dan baik hati. Aku sudah tua, tidak sanggup aku menangkap ayam ayam. Tolonglah aku”.
Pemuda itu bersedia. Segeralah ia mengumpulkan ayam ayam itu hingga semuanya masuk ke dalam kandang. Setelah selesai, si nenek tua berkata, “Ah, tidak salah dugaanku. Engkau adalah pemuda yang sangat baik dan dermawan. Wajahmu bersinar. Engkau pasti ahli ibadah dan dekat dengan Tuhan. Sungguh aku meminta tolong satu lagi padamu. Cucuku sakit keras. Tolong do’akan dia. Aku yakin berkat do’amu akan menyembuhkannya. Tolonglah”.
“Tapi aku harus segera ke masjid” sergah pemuda itu.
“Oh, tidak. Jangan begitu anakku. Tidakkah engkau pernah mendengar, bahwa Tuhan berkata, “Aku sakit. Mengapa engkau tidak menengokku?”. Ketika Dia ditanya, bagaimana mungkin Engkau sakit, sedangkan Engkau adalah Yang Maha Kuasa?”. Dia menjawab, “Ada hambaku yang sakit, tapi engkau tidak memerdulikannya. Tolonglah anakku. Kasihanilah nenek tua ini”.
Nenek tua itu terus mendesak dan meminta dengan memelas, sehingga goyahlah pendirian si pemuda. Ia pun bersedia untuk menengok cucu si nenek tua yang sedang sakit.
Nenek tua menuntuk si pemuda saleh memasuki rumahnya. Ternyata cucunya yang sedang sakit berada di lantai dua. Si nenek memersilakan si pemuda untuk masuk.
“Grek !!” Pintu segera di tutup dari luar oleh si nenek bersamaan dengan masuknya si pemuda ke dalam kamar. Si nenek pun mengunci pintu dari luar.
Si pemuda terkejut, ia mulai mencium aroma kelicikan dan kejahatan. Tapi sayang dia sudah terkunci di dalam. “Apa yang kau lakukan !” teriak pemuda itu dari dalam. Ia mencium aroma minuman keras yang sangat keras dari arah pembaringan. Ternyata di sana telah tergeletak seorang wanita. Bukan hanya itu, kini terdengar suara tangis bayi di samping wanita yang tertidur di atas ranjang. Bayi itu terkejut karena teriakan si pemuda.
“Anak muda, tidak perlu berteriak. Kamu hanya perlu melakukan satu dari tiga pilihan. Minumlah sebotol besar arak yang ada di ata meja, atau kau berzina dengan perempuan yang tertidur itu, atau kau bunuh bayi yang sedang menangis”
“Tidak ! tidak mungkin semuanya adalah dosa besar ! Keluarkan aku !”
“Jangan berteriak dan memaksaku untuk memanggil penduduk kampung. Aku akan tuduh engkau akan berbuat jahat di rumahku. Hancurlah reputasimu di hadapan masyarakat. Lakukan saja yang ku perintahkan atau sekarang juga aku akan memanggil orang orang kampung ?” Teriak si nenek tidak kalah mengancam.
Pemuda saleh, namun sayang nasib membawanya dalam keadaan yang kurang mujur. Atau dia telah hampir kehilangan keyakinan bahwa tuduhan dari manusia tidak ada artinya daripada melakukan dosa. Biarlah penduduk kampung tidak lagi memandangnya sebagai pemuda saleh, asalkan Allah masih mengakui kesalehannya.
Biarlah hancur reputasi di hadapan manusia, asalkan Allah tetap meridoi. Tapi bayang bayang masa depan tiba tiba menghantuinya. Bagaimana nanti masa depannya? Adakah keluarganya akan menerima. Tidak ! Pasti mereka akan mengusir dirinya menjadi gelandangan. Yang paling membebani pikirannya adalah apakah nanti ada wanita yang mau dinikahinya? Seorang lelaki yang dicemooh masyarakat dan terusir dari keluarga.
Keringat dingin sudah membasahi tubuhnya. Ia berfikir, “Aku akan melakukan satu hal. Yang paling ringan. Aku akan minum arak itu. Setidaknya aku tidak berzina dan membunuh. Setelah itu aku akan bertaubat kepada Allah”.
Sungguh sayang memang, apakah kesalehannya yang tanpa ilmu. Atau memang Allah telah menutup akalnya? Ia memilih meminum arak, padahal jelas sabda Nabi, “Arak adalah induk dari keburukan”. Ia hanya berfikir dengan akal semata. Ia mengira minum arak adalah perkara yang ringan.
Ketika bibirnya menyentuk arak itu, ketika cairan arak membasahi kerongkongannya, muncullah sensasi kenikmatan rasa yang belum pernah dia cicipi selama ini. Yang jelas dia tidak menyadari, muncullah keinginan dalam dirinya untuk menghabiskan arak itu. Satu, dua, tiga teguk. Ia sempat berhenti. Matanya yang mulai nanar dan kabut tebal yang mulai menutupi akalnya. Membuat ia meraih lagi botol itu dan meminumnya hingga tuntas.
Kini badannya sudah limbung, matanya penuh memerah, akalnya sudah hilang, nafsunya menggelegak, ia menatap wanita yang tertidur di pembaringan dan mendatanginya. Wanita itu kelihatan sangat tidak berdaya, mungkin ia terlebih dahulu di beri obat atau minuman oleh si nenek tua.
Saat Bayi yang menangis dan tersengal, meratap kepada Tuhan, dirasa mengganggu pekerjaanya, dengan satu kali remas, wafatlah si mungil itu. Ruh sucinya kembali ke hadapan Tuhan yang Maha Menetapkan takdir dan kehidupan.
Ya, si pemuda itu telah melakukan tiga dosa besar sekaligus, minum arak, berzina dan membunuh seorang bayi. Teriakan si nenek di luar memanggil orang-orang kampung tidak terdengar oleh telinganya yang sudah tersumbat. Datangnya penduduk kampung pun hampir tidak di sadarinya. Ia seperti linglung berada di mana dan mengapa? Kenyataan dan angan angan seperti bercampur membaur memenuhi ruang imajasi. Menutupi kesadarannya.
Ia baru menyadari ketika ruhnya dicabut. Ia melihat jasadnya berada di tiang, dengan tubuh yang hancur karena hukuman rajam. Ia menengok ke sana kemari. Ia melihat sosok iblis menyeringai menghampirinya.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Jum’at Pon, 18 Januari 2019 M/ 12 Jumadil Awwal 1440 H
Wawan Setiawan
Kelanjutan kisah ini baca di https://www.mqnaswa.id/nenek-tua-yang-lebih-hebat-dari-iblis-2/
2 Replies to “Nenek Tua yang Lebih Hebat dari Iblis (1)”