Orang yang Sadar dan Orang yang Cerdas

2 min read

Pengajian Tanbihul Ghafilin Bagian Ke-20, tentang Ciri ciri orang yang Sadar dan ciri orang yang cerdas

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Maka, hendakatnya orang yang berakal segera dari “tidur (lalai)” nya. Adapun ciri orang yang telah nglilir (sadar) dari tidur kelalaiannya ada 4 (empat) :

Pertama, ia mengatur urusan dunia dengan sifat qona’ah (menerima pemberian Allah) dan taswif (nanti pun ada kesempatan lagi).

Kedua, ia mengatur urusan akhirat dengan sifat hirsh (rakus) dan ta’jil (segera, seolah tidak ada kesempatan lagi)

Ketiga, ia mengatur urusan agama dengan ilmu dan ijtihad (kesungguhan).

Keempat, ia mengatur urusan pergaulan sesama makhluk dengan nasihat dan  perhatian / penyesuaian.

Ulama mengatakan, seutama utamanya manusia adalah orang yang memiliki 5 (lima) keadaan : Pertama, Ia siap menghadap ketika waktunya beribadah. Kedua, nyata manfa’atnya terhadap sesama makhluk. Ketiga, orang lain aman dari keburukannya. Keempat, tidak rakus/ tamak terhadap apa apa yang menjadi milik orang, dan kelima, ia bersiap menghadapi kematian.

Ketahuilah wahai saudaraku, kita diciptakan untuk akhirnya mati, tidak ada cara dan tempat untuk lari darinya. Allah ta’ala berfirman : (QS. Az-Aumar/39 : 30)

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُوْنَ

“Sesungguhnya engkau Muhammad akan mati dan mereka (orang musyrik) juga akan mati”

Allah ta’ala juga berfirman : (QS. Al-Ahzab/33 : 16)

قُلْ لَّنْ يَّنْفَعَكُمُ الْفِرَارَ إِنْ فَرَرْتُمْ مِّنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ

Katakanlah (wahai Muhammad), “Tidak ada manfaatnya pelarianmu, jika kamu ingin lari dari kematian atau terbunuh”

Maka wajib bagi setiap muslim untuk bersiap menghadapi kematian sebelum kedatangannya. Allah ta’ala berfirman : (QS. Al-Baqarah/2 : 94)

فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ

“Maka berharaplah datangnya kematian, jika kamu orang-orang yang shiddiq/ benar”

Kemudian Allah ta’ala berfirman : QS. Al-Baqarah/2 : 95)

وَلَنْ يَّتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيْهِمْ

“Selamanya, mereka tidak akan berharap akan datangnya kematian, disebabkan apa apa yang telah mereka perbuat”

Dari ayat ayat di atas Allah menjelaskan, orang yang benar akan mengharapkan datangnya kematian, sedangkan orang yang berdusta akan lari/ takut dari kematian karena keburukan amalnya. Seorang mukmin yang shiddiq (benar) telah bersungguh sungguh menyiapkan diri menghadapi kematian, maka ia pun mengharapkan kedatangannya, karena rindu kepada Tuhannya.

Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Darda, beliau berkata :

“Aku mencintai kefakiran, karena itu membuat tawadlu (rendah hati) kepada Allah, aku mencintai sakit karena menghapus dosa dosa, dan aku mencintai kematian karena aku rindu pada Tuhanku”.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ta’ala anhu, beliau berkata :

“Kematian itu lebih baik, entah untuk orang yang berbakti, maupun untuk orang fajir (banyak dosa). Untuk orang yang berbakti Allah berfirman : (QS. Ali Imran/3 : 198)

وَمَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ لِّلْأَبْرَارِ

“Yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi orang yang berbakti”

Yakni, setelah kematian ia akan mendapat nikmat yang tidak ada bandingannya dengan yang dia rasakan selama hidup.

Sedangkan untuk orang fajir, Allah ta’ala berfirman :  (QS. Ali Imran/3 : 178)

إِنَّمَا نُمْلِيْ لَهُمْ لِيَزْدَادُوْا إِثْمًا وَّلَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ

“Sesungguhnya kami menunda kematian mereka, agar mereka menambah nambah dosa dan bagi mereka adzab yang menghinakan”. Maka kematian lebih baik agar lebih sedikit dosanya.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anh, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Kematian adalah istirahatnya orang beriman”.

Ibnu mas’ud Radhiyallahu ta’ala anhu meriwayatkan, “Nabi ditanya : “Yang Bagaimana mukmin yang paling utama?”

Nabi menjawab, “Yang paling baik akhlaknya”

Kemudian Nabi ditanya lagi, “Yang bagaimana mukmin yang paling pandai?”

Nabi menjawab, “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapan menyambutnya”.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Orang yang pandai adalah orang menundukkan dirinya untuk beramal demi kehidupan setelah matinya. Dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan akan mendapat ampunan Allah”.

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad

Kertanegara, Ahad Wage, 10 Maret 2019 M / 3 Rajab 1440 H

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *