Pengajian Kitab Tanbihul Ghafilin Bagian Ke-15 tentang tetapnya Kematian dan beratnya Kematian.
Bismillahir rahmaanir rahiim
Diriwayatkan dari Sayidina Ali radhiyallahu ‘anh, sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat malaikat maut berada di dekat kepada seorang laki laki Ansor. Maka Nabi berkata, “Wahai malaikat maut, belemah lembutlah kepada sahabatku. Sungguh dia adalah seorang mukmin”.
Malaikat maut berkata, “Berbahagialah wahai Nabi Muhammad, sungguh aku berlemah lembut kepada seluruh mukmin. Demi Allah, wahai Nabi Muhammad, ketika aku sedang mencabut ruh manusia, lalu terdengan jeritan/ tangisan keluarganya (yang melihat ia sedang sakarotul maut), aku berkata, “Jeritan apa ini? Mengapa kalian menjerit/ menangis? Kami sama sekali tidak berbuat dhalim. Kami tidak mempercepat ajalnya, tidak pula mendahului ketetapan / takdirnya.
Kami sama sekali tidak berbuat dosa dengan mencabut nyawanya. Jika kalian ridlo dengan ketentuan Allah ini, kalian akan diberi pahala. Sedang jika kalian benci dan menggerutu dengan ketetapan ini, kalian mendapat dosa. Tidak ada pengaruhnya keluhan kalian bagi kami, karena kami pasti akan kembali kepada kalian. Maka bersiaplah, maka berhati hati lah.
Tidak satu pun penghuni rumah, kecuali aku mengusap wajah mereka lima kali sehari, sehingga ku mengenal anak anak dan orang tua (dari setiap penghuni rumah), bahkan aku mengenal mereka lebih dari diri mereka sendiri. Tapi, sungguh, aku tidak bosa mencabut ruh mereka sehingga Allah memerintahkan aku untuk mencabutnya.
Abu Sa’id Al-Khudzri meriwayatkan sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat sekelompok manusia yang tertawa tawa hingga terbahak bahak, “Jika saja kalian memperbanyak mengingat perkara yang menghapus segala kelezatan, pasti hal itu akan membuat kalian sangat sibuk hingga lupa tertawa. Perbanyaklah mengingat perkara yang menghancurkan semua kelezatan, yakni maut. Sesungguhnya kubur itu bisa menjadi taman dari taman syurga. Bisa juga menjadi lubang dari lubang lubang neraka”.
Sayidina ‘Umer berkata kepada sahabat Ka’ab, “Wahai Ka’ab beritahukan kepada kami (apa yang diajarkan Rasul kepadamu) tentang kematian”. Ka’ab berkata, “Sesungguhnya maut itu, seperti tumbuhan yang batangnya penuh duri, yang dimasukan ke dalam mulut hingga sampai di perut manusia, sehingga setiap duri dari tumbuhan itu akan mengait (nyangkut) di setiap otot manusia. Lalu tumbuhan berduri itu ditarik sekuat kuatnya, sampai putuslah otot ototnya”.
Diceritakan, Sufyan Atsauri jika mendengar cerita tentang kematian, maka dia menjadi seperti orang linglung, hingga beberapa hari. Jika ditanya sesuatu dia hanya menjawab, “Saya tidak tahu”, “Saya tidak mengerti”.
Seorang yang bijaksana berkata, “3 hal yang tidak mungkin bisa dilupakan orang yang berakal : Akan rusak dan hancurnya dunia ini (yakni kiamat), putusnya segala keadaan yang berhubungan dengan duna (yakni kematian), dan cobaan yang tidak ada perlindungan darinya (yakni setelah kematian).
Hatim Al-Ashom radhiyallahu ‘anh berkata, “4 hal yang tidak bisa diketahui kemuliaanny akecuali oleh 4 orang. Masa muda, tidak bisa diketahui mulianya, kecuali oleh orang yang sudah tua. Keselamatan, tidak bisa diketahui bobot kemuliaanya kecuali oleh orang yang sedang terkena bencana. Kesehatan, tidak bisa diketahui kenikmatannya kecuali oleh orang yang sedang sakit dan kehidupan, tidak bisa dipahami nilainya kecuali oleh orang yang sudah mati” [1]
Wallahu A’lam.
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad
Kertanegara, Senin Legi, 25 Februari 2019 M / 20 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan
Setiawan
[1] Maksudnya, ketika sudah tua, barulah menyadari betapa berharganya masa muda itu. Keselamatan, kesehatan dan kehidupan juga demikian.