Pemuda yang Mendapat Perhatian Nabi

2 min read

Kisah seorang pemuda yang mendapat perhatian dan pertolongan Nabi

Bismillahir rahmaanir rahiim

Jika kita melihat Irak sekarang tentu miris sekali. Bom bunuh diri yang siap memakan korban siapa saja masih banyak terjadi. Bahkan anak anak yang suci tidak berdosa sekalipun. Tapi di masa lalu, Irak banyak melahirkan ilmuwan, ulama dan cendekiawan. Sebut misalnya Sufyan Ats-Tsauri. Beliau adalah ulama termasyhur sebagai ahli hadits yang lahir di abad 8 M dari negeri Seribu satu  malam itu.

Sufyan Atstauri bercerita, “Aku melihat seorang lelaki, ia tidak mengangkat atau meletakan kakinya kecuali bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ketika berjalan dia bershalawat. Ketika mau duduk dan bangkit berdiri dia bershalawat.”

“Kemudian aku bertanya kepadanya, “Hai pemuda, mengapa engkau meninggalkan tasbih dan tahlil. Engkau hanya bersholawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Pemuda itu balik bertanya, “Siapa engkau, semoga Allah memberimu kesehatan”

“Aku adalah Sufyan Ats-Tsauri”

Ia lalu mulai bercerita, “Suatu hari aku bersama ayahku pergi haji ke baitullah al harom (rumah Allah yang mulia). Dalam perjalanan ayahku sakit dan meninggal dunia. Lalu kulihat wajah ayahku berubah hitam. Lalu kututup wajahnya dengan kain. Ketika menunggu mayatnya, aku sangat mengantuk hingga tertidur.

Dalam tidurku aku melihat seorang yang sangat tampan. Belum pernah aku melihat pria setampan dia. Belum pernah aku melihat pakaian seindah pakaiannya. Belum pernah aku mencium keharuman yang melebihi harumnya.

Ia berjalan mendekati ayahku, menyingkap kain yang menutupi wajahnya, kemudian mengusapkan tangannya ke wajah ayahku. Wajah ayahku yang semula menghitam segera berubah menjadi cerah seperti sedia kala. Setelah itu ia berbalik hendak pergi.

Aku lalu memegang lengan bajunya dan bertanya, “Siapa engkau sebenarnya?. Semoga Allah merahmatimu. Kedatanganmu sungguh merupakan karunia Allah bagiku”.

“Tidak kah  kau mengenal aku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah. Kepadaku Al-Qur’an di turunkan”.

“Mengapa dengan ayahku” aku bertanya kepada beliau dengan rasa haru.

“Sesungguhnya ayahmu banyak mendhalimi dirinya. Namun dia banyak bershalawat kepadaku. Ketika menjelang ajalnya ia meminta tolong kepadaku, sedangkan aku adalah penolong bagi orang yang banyak bershalawat kepadaku”.

Ketika bangun dari tidur, kulihat wajah ayahku telah berubah cerah seperti semula.

Apakah Nabi mengenal umatnya? Tampaknya lebih dari itu. Nabi sangat memerhatikan umatnya. Hingga sekarang? Pasti lebih dari itu. Hingga akhir nanti. Karena kelak pasti umatnya lebih membutuhkan perhatian Nabi dibanding saat ini. Sekarang umatnya banyak lupa kepadanya. Tapi dia tetap memerhatikan dan menginginkan kita menjalin hubungan dengannya.

Dikisahkan seorang pemuda. Dia memiliki beberapa amal shaleh. Tapi dia meninggalkan shalawat Nabi. Suatu malam dia bermimpi hari kiamat telah terjadi. Dia ikut dalam antrian lautan manusia yang digiring dalam padang mahsyar. Pada saat itu dia diberi tahu oleh seseorang bahwa di suatu tempat ada telaga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Siapa yang dapat meminum airnya, ia tidak akan mengalami haus selamanya.

Memang benar adanya. Allah memberikan anugerah kepada Nabi dengan memberi beliau Al-kautsar. Di telaga itu Nabi menunggu semua umatnya. Nabi sendiri yang melayani untuk member mereka minum satu persatu. Ya, Nabi sendiri yang memberi minum umatnya. Seolah olah Nabi ingin menyambut kedatangan mereka dan member mereka pelepas dahaga dan kesengsaraan di padang mahsyar.

Maka pergilah pemuda itu ke telaga Nabi. Penuh sekali manusia. Para sahabat Nabi mengambil kan cangkir cangkir dan Nabi dengan tersenyum menyambut umatnya. Ketika pemuda itu berdiri Nabi seolah tidak melihat dan tidak memerhatikannya.

Maka pemuda itu berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, mengapa engkau tidak melihat kepadaku? Apakah tuan tidak mengenalku?”

Rasul menjawab, “Siapa kamu?”

Terkejut bukan kepalang pemuda itu, padahal dalam keadaan seperti ini, kepada siapa dia akan meminta pertolongan. “Wahai manusia mulia. Bagaimana mungkin tuan tidak mengenalku. Padahal Tuan sendiri yang berkata. Aku adalah seperti ayah bagi umatku. Mana mungkin seorang ayah tidak mengenal anaknya sendiri?”

Rasul menjawab dengan ketenangan dan kewibawaan, “Wahai pemuda, bagaimana aku mengenalimu, sedangkan engkau tidak pernah menjalin hubungan denganku”.

Dalam keterjutan pemuda itu bangun dari tidurnya. Sejak itu, ia tidak pernah melalui sesuatu kecuali ia harumkan dengan shalawat Nabi. Hingga suatu malam yang tenang. Allah mengantarkannya bertemu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dalam keadaan yang sama seperti mimpinya yang lalu.

Hanya saja kali ini, sebelum ia bicara, Rasul telah tersenyum padanya seraya berkata, “Kini antara kita berdua telah terjalin ikatan”

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Rabu Legi, 20 Februari 2019 M / 15 Jumadil Akhir 1440 H (Repost)

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *