Kisah tentang Perhatian Nabi terhadap umatnya meski beliau telah wafat, shallallahu ‘alaihi wasallam.
Bismillahir rahmaanir rahiim
Malam itu Amir (Gubernur) Madinah tampak bahagia sekaligus gelisah. Bahagia karena ia diziinkan Allah bisa terus menjalankan ibadah malam meskipun ia menduduki tampuk tertinggi di kota Nabi. Tapi ada rasa gelisah yang tidak ia ketahui sebabnya. Entah mengapa. Mungkin ada kesalahan yang dibuatnya dalam memerintah kota Madinah. Atau ada perilakunya yang tak pantas di hadapan Allah dan Rasulullah. Mungkin juga ada adab yang ia tinggalkan dalam beribadah. Ia yakin telah melakukan salah satunya.
Ia telah mendawamkan 4000 kali shalawat Nabi setiap malam. Ia bahkan telah merasakan manisnya perjumpaan dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam meskipun lewat mimpi. Tapi, ia merasa, sepertinya Nabi “kesal” dan tak mau bertemu dengannya. Perasaan kekasih yang mencintai kekasihnya sama jelasnya dengan kenyataan yang akan terjadi.
Malam itu dzikir 4000 kali shalawatnya baru saja selesai. Jangankan wajah Nabi, secercah cahaya yang biasanya menelusup ke dalam relung hatinya. Merembes dalam urat urat dan syarafnya. Menghidupkan ketenangan jiwa yang luar biasa ketika ia membuka mata. Cahaya itu bahkan seperti termangu memandanginya saja. Gelisah. Maka Gubernur Madinah tidak segera bangkit. Ia meneruskan dengan shalat taubat, istighfar, mohon ampun atas kesalahan dan dosa dosanya, terutama dosa yang tersembunyi. Dia merasa tidak melakukannya, ini lah dosa yang lebih berbahaya.
Keesokan paginya, ia menjamu tamu mulia. Seorang Syaikh beserta seorang laki laki yang (tampaknya) biasa. Hatinya segera beristighfar. Dia hanya mampu melihat yang tampak saja. Tapi Allah mengetahui yang ada dalam hati. Bisa jadi lelaki ini adalah kekasih Allah, yang ditutupiNya sehingga tampak seperti lelaki biasa.
“Wahai Tuan Syaikh, apakah yang bisa aku lakukan untukmu” tanya gubernur
“Aku membawa seorang teman. isterinya baru saja melahirkan. Tapi keadaannya sedang sulit. Bahkan untuk membeli minyak agar lampu di rumahnya bisa menyala pun dia tidak mampu. Bayinya kedingingan. Lelaki ini menemuiku. katanya, ia ingin menceritakan sebuah mimpi kepadamu” jawab syaikh sambil memersilahakan lelaki itu.
Setelah memperbaiki posisi duduknya laki laki itu bercerita “Semalam, Rasulullah datang menemuiku. Beliau berkata, “Pergilah dan temui gubernur Madinah. Katakan bahwa Nabi memerintahkannya untuk memberimu biaya untuk anakmu. Jika dia meragukan kedatangamu. Bawalah sebuah bukti. Buktinya adalah aku bahagia dengan 4000 shalawatnya kepadaku”.
Dengan mata berkaca Gubernur berkata, “Mimpimu benar tuan. Aku bersedia menanggung biaya untuk anakmu. Bahkan seharusnya aku yang datang menemuimu. Ini adalah kewajibanku. Dan aku memberimu hadiah khusus dariku. 100 dinar akan kuberikan padamu karena engkau telah membawa kabar bahagia, Nabi menerima shalawatku, ia bahagia dengan shalawatku. Itu sangat berharga bagiku”
Gubernur menyerahkan uang untuk biaya sang bayi, sekaligus hadiah kepada orang tuanya. Orang tua yang shaleh yang diliputi berkah Nabi shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Tuhan mengatakan, orang orang terkasihNya tidak mati. Bahkan Dia melarang kita mengatakan mereka mati. Mereka hidup, mendapat kenikmatan tapi kita tidak mengetahui dan memahaminya.
Cinta itu luar biasa. Cinta gubernur kepada Nabi, cinta Nabi kepada laki laki itu dan cinta laki laki itu kepada Nabi. Tidak terbatas ruang dan waktu. Menampakan kesalahan, cinta, adab, kasih sayang, dan penyelesaian. Lalu kita melihat seorang Syaikh lah yang mengantarkan gubernur dan laki laki itu memahami semuanya.
Birahmatika ya Arhamar Rohimin. Dengan rahmatMu wahai Dzat yang paling penyayang di antara para penyayang.
Wallahu A’lam
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Kamis Kliwon, 14 Februari 2019 M / 9 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan Setiawan
Disadur dari Tuhfatul Asyraf,