Rahasia Bersuci : Inilah Hakikat Wudlu Batin

2 min read

Pengajian Kitab Lathaifuth Thaharah Wa Asrorush Shalat Bagian Ketujuh yang menjelaskan Hakikat Wudlu Batin

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Dalam sebuah syair, seorang mursyid thariqah Naqsabandiyah mengatakan :

Utawi syarate murid kang sejati

Iya iku ngelakoni wolung iji

Adapun syarat murid yang sejati itu

melakukan delapan perkara

…..

Kaping pitu kudu langgeng ing sucine

Supayane bisa bersih ing atine

yang ketujuh, selalu dalam keadaan suci (berwudlu)

supaya bisa bersih hatinya

Dalam syair tersebut, guru kita mengajarkan paling tidak dua hal, pertama, bahwa wudlu yang kita lakukan itu membawa dampak pada bersihnya hati. Kedua, tujuan kita berwudlu adalah memeroleh bersihnya hati, mendapatkan nur / cahaya di dalam hati (ruhani)

Hal ini selaras juga dengan penjelasan Kiai Shaleh Darat dalam Kitab Lathaifuth Thaharah wa Asrarush Shalat halaman 14 sebagai berikut :

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa thaharotudh dhahir (kesucian lahir) memberi bekas (dampak) kepada thaharotul bathin (kesucian batin). Perilaku badan jasmani akan membawa dampak pada keadaan ruhani. Inilah mengapa kita diperintah untuk mendirikan shalat lima waktu.

Dalam shalat kita diperintah untuk berdiri, ruku’ dan sujud. Hal itu agar bathin kita juga mengikuti. Maksudnya ketika badan kita ruku’ dan sujud, maka itu juga (harusnya) menunjukkan ruku’ dan sujudnya qolbur ruhani (hati ruhani) kita.

Amalan / perbuatan badan lahir dipelajari, dengan ilmu syari’at sedangkan perbuatan qolbu ruhani itu dipelajari dari ilmu hakikat, tarekat dan makrifat. Oleh sebab itulah para ulama berkata, “Ilmu syari’at belaka tanpa hakikat itu kosong/ tak ada arti. Dan ilmu hakikat belaka tanpa syari’at itu batal dan maghdlub (dimurkai Allah)”.

Para ulama (ketika memahami surat Al-Fatihah) juga menafsirkan bahwa ilmu hakikat tanpa syari’at itu magdlub/ dimurkai, seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi. Dan ilmu syari’at belaka tanpa hakikat itu dhollin/ sesat, inilah ilmu nasrani. Sedangkan Ilmu Islam yang sejati adalah memadukan syari’at, hakikat, tarekat dan makrifat.

Kesimpulannya. Allah menjadikan wudlu, mandi dan tayammum sebagai sebab/ perantara untuk mendapatkan thaharotudh dhahir (kesucian lahir). Maka wajib bagi kalian untuk bersungguh sungguh dan berhati hati agar kesucian dhahir itu menghasilkan kesucian batin, yakni kesucian qolbu ruhani.

Meskipun, kita harus yakin bahwa sebenarnya kita bisa mendapatkan kesucian lahir maupun batin itu semata mata hanya karena pertolongan Allah saja. Bukan karena usaha kita. Tapi kita wajib bersungguh sungguh berusaha dengan maksimal, karena Allah ta’ala berfirman : (QS. Al-Ankabut/29 : 69)

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

“Dan orang-orang yang bersungguh sungguh dalam menjalankan perintahKu, maka pasti Aku akan beri hidayah/ petunjuk untuk dalam jalan agama yang benar sampai kembali kepadaKu”. Wallahu A’lam.

Sebagai penutup, ketahuilah bahwa sesungguhnya wudlu batin itu suatu perbuatan yang memiliki dua tujuan pokok :

Pertama, membersihkan hati dari sifat sifat madzmumah sifat-sifat tercela, yaitu :  sifat hayawaniyah yakni sifat yang mengikuti perilaku hewan seperti memperturutkan keinginan. Dan sifat syaithoniyah yakni sifat sifat yang mengikuti perilaku syetan seperti menimbulkan kebencian dan kerusakan.

Kedua membersihkan diri dari dosa, yaitu dosa lahir yakni dosa dosa yang dilakukan oleh anggota badan lahiriyah seperti dilakukan oleh tangan, mata dan kaki. Dan dosa batin yaitu dosa dosa yang dilakukan oleh batin seperti riya, dengki dan sebagainya.

Jadi ketika kita melakukan wudlu, membasuh muka, tangan dan seterusnya, hakikatnya dua tujuan itulah yang kita ingin capai. Itulah hakikat dari wudlu batin.

Bagian ini adalah bagian terakhir dalam kitab Lathaifuth Thaharah yang menjelaskan tentang wudlu. Pada bagian selanjutnya Kiai Shaleh Darat menjelaskan tentang makna makna dan rahasia rahasia di dalam shalat, insya Allah.

Wallahu A’lam.

Alhamdu lillahi robbil ‘alamin

Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad

Kertanegara, Rabu Pon, 27 Februari 2019 M / 22 Jumadil Akhir 1440 H 

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *