Pengajian Kitab Lathaifuth Thaharah wa Asrarush Shalat bagian keenam tentang Tujuan bersuci, secara lahir maupun batin, kaitannya dengan diri manusia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos)
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Ada sebuah hadits shahih yang sangat dahsyat berbunyi :
عن أنسٍ -رضيَ اللهُ عنْهُ- أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لا تَقُومُ السّاعَةُ حتَّى لا يُقَالَ في الأرضِ: اللهُ، اللهُ
“Dari shahabat Anas Radhiyallahu ‘anh, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sehingga tidak ada lagi di bumi ini yang mengucap “Allah” “Allah”.
Lihatlah betapa dahsyatnya ucapan “Allah” yang diucapkan oleh manusia. Ia “menjamin” terjaganya alam semesta dari kehancuran / kiamat. Bahkan para ulama menjelaskan, yang dimaksud “mengucap Allah Allah” itu bukan hanya dengan lisan, tapi dengan hati juga. Hati yang terbetik dari dalamnya “Allah” “Allah” menjadi sebab lestarinya bumi langit seisinya, malaikat hewan tumbuhan dan semua makhluk Allah ta’ala yang tak terhitung jumlahnya.
Sungguh luar biasa. Apa yang dilakukan oleh manusia baik dhohir maupun batin berhubungan langsung dan berpengaruh terhadap alam luas (makrokosmos). Di sisi lain, apa yang dilakukan oleh dhohir manusia, juga berpengaruh timbal balik terhadap batinnya. Dan semua unsur ini (dhohir batin manusia, manusia sebagai mikrokosmos dan keterkaitannya dengan alam luas/ makrokosmos) permulaannya tersimpul dalam syari’at bersuci.
Lebih jelasnya mari kita perhatikan penjelasan Kiai Shaleh Darat mengenai tujuan bersuci dan keterkaitannya dengan bumi langit seisinya. Kiai Shaleh Darat dalam Kitab Lathaifuth Thaharah Wa Asrarush Shalat halaman 12-13, mengatakan :
“Ketahuilah oleh kalian ! sesungguhnya tujuan kita mencuci pakaian, atau mencuci badan dengan mandi maupun wudlu adalah untuk menyucikan dan membersihkan qolbu/ hati ruhani, lubbul bathin, yakni hati adalah isi dari batin manusia. Sesungguhnya mensucikan hati ruhani dari “najis budi pekerti” yang buruk hukumnya fardlu ‘ain, bahkan ia adalah thaharah (bersuci) yang paling fardlu.
Mengapa mensucikan hati diawali dengan kewajiban wudlu/ mandi yang benar? Karena, kesucian badan lahir itu berdampak pada kesucian dan terangnya hati. Juga karena antara badan lahir dan hati ruhani itu ada munasabah / hubungan kesesuaian yang erat satu sama lain.
Badan lahir ini ibarat alamusy syahadah, alam yang terlihat, seperti bumi yang kita diami ini dan berbagai macam hewan serta tumbuhan yang ada di bumi. Sedangkan qolbu ruhani itu ibarat alamul malakut, alam yang tidak terlihat, seperti tingginya langit dan makhluk makhluk yang ada di langit.
Perubahan/ kejadian di alamusy syahadah (badan lahir/ alam bumi), akan berdampat pada alamul malakut (batin/ alam langit). Misalnya, maksiat yang dilakukan badan lahir manusia akan berdampak pada batinnya. Sejalan dengan itu berdampak pula pada kerusakan bumi. Bumi menjadi tidak bersih dan tidak berkah tanah serta bebatuannya. Bahkan terus berdampak pada “kerusakan” langit. Hujan menjadi “mahal” dan bahan makanan pun mahal. Semua itu asalnya perbuatan badan lahir manusia. Mendatangkan keruakan pada langit dan bumi. Maka camkanlah hal ini”
Jika memerhatikan penuturan Kiai Shaleh Darat di atas, kita menjadi sadar betapa pentingnya bersuci dengan cara yang benar. Bersuci yang memenuhi unsur lahir dan batin. Karena itulah awal dari kesucian lahir dan batin manusia, yang akan berdampak langsung pada kemakmuran bumi langit dan seisinya.
Semoga Allah terus memberi hidayah dan pertolongan kepada kita semua. Amiin.
Wallahu A’lam,
Alhamdu lillahi robbil ‘alamin
Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad
Kertanegara, Senin Pahing, 11 Februari 2019 M / 6 Jumadil Akhir 1440 H
Wawan Setiawan
Baca juga bagian sebelumnya di https://www.mqnaswa.id/wudlu-batin-1-pemahaman-ayat-wudlu-dari-kiai-shaleh-darat/