Rasul Menyuruh Ali Mengadili Hewan adalah kisah kebijakan Rasul dalam memilih dan mendidik untuk menyelesaikan suatu perkara.
Bismillahir rahmaanir rahiim
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang paling adil dan bijaksana. Semua persoalan yang mengenai para sahabat akan diselelesaikan di hadapan Rasul dengan cara yang sebaik-baiknya. Namun, sebagai Rasul sekaligus pemimpin yang berhasil, beliau juga sukses dalam mendidik para sahabatnya untuk menjadi “hakim”, pemutus perkara yang adil dan bijaksana.
Di antaranya, beliau menilai, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anh adalah salah seorang sahabat yang paling cakap dalam memutus suatu perkara. Maka seringkali beliau menunjuk (sekaligus melatih) ‘Ali untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus hukum yang rumit.
Pada suatu hari dua orang lelaki separuh baya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Katakan saja namanya Fulan dan Lanfu. Mereka bertengkar sengit soal ganti rugi. Lembu si Fulan telah membunuh Keledai si Lanfu.
“Aku punya seekor keledai, dan orang ini punya seekor lembu. Lembunya telah membunuh keledai ku” kata si Fulan.
Berapa sahabat yang kebetulan sedang mendengarkan tausiah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama bergumam, “itu kan yang gulet sesama hewan, mati satu ya sudah biasa”.
“Hewan kan tidak bisa dituntut ganti rugi”
“Iya, kecuali yang membunuh adalah manusia baru bisa dituntut”
Setelah suasana tenang sejenak, Rasul yang tengah dikelilingi para sahabat, menoleh kepada ‘Ali bin tholib , yang ketika itu sudah menjadi menantunya, “Hai Ali, putuskanlah kasus dua orang ini” Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.”
“Terimakasih, ya Rasulullah. Dengan izin Allah Subhanahu wa ta’ala, moga-moga aku dapat mengatasi perkara ini,” kata Ali.
Sedangkan kepada sahabat yang lain, Ali berkata, “Memang benar binatang tidak dapat dituntut ganti rugi. Tetapi berhubung keledai itu sudah mati , yang dimintai ganti rugi adalah pemiliknya”
“Lalu bagaimana cara menentukan hewan itu bersalah atau tidak, sehingga bisa dituntut ?”
Ali bertanya kepada dua orang yang bersengketa itu, “Apakah hewan-hewan itu sama-sama di ikat atau di-umbar-kan, atau yang satu diikat sedang yang lain di umbar?”.
Jawab si Fulan, “Hamba mengikat keledai dengan seutas tali dan menambatkannya pada sebatas pohon kurma”
Fulan menjawab sambil beralasan, “Hamba jalan-jalan bersama lembu hamba, tapi hamba mengasawi lembu itu”
Tanpa pikir panjang, Ali segera menjatuhkan putusan. “Pemilik lembu wajib memberi ganti rugi kepada pemilik keledai. Karena ia teledor, sehingga lembu nya menyerang keledai”
Jadi, si Lanfu harus mengganti kerugian si Fulan. Demikian keputusan Sayidina ‘Ali Radhiyallahu ‘anh.
Rasulullah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat senang dengan cara dan kebijaksanaan Ali dalam mencari penyelesaian dan keputusan. Beliau pun membenarkan fatwa hukum tersebut, kemudian memerintahkan agar kedua beliah pihak yang bersengketa segera menyelesaikan urusan ganti ruginya.
“Di antara kalian, dialah (Ali) yang paling mampu mengambil keputusan hukum (dengan baik)” sabda rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memuji sahabat yang pertama masuk Islam sekaligus menantunya ini kepada para sahabat lainnya.
Oleh karena itu beliau selalu menganjurkan agar mengajak Ali dalam setiap musyawarah. Maka para sahabat menaatinya, sepeninggal rasulullah, para kholifah selalu minta fatwa hukum dalam menghadapi perbagai kasus peradilan kepada Sayidina ‘Ali Radhiyallahu ‘anh.
Baca, kisah keistimewaan sahabat sahabat Rasul, diantaranya Saad bin Abi Waqqash dalam https://www.mqnaswa.id/kualat-sebab-menghina-sahabat-karomah-saad-bag-2/ dan Karomah Sayidina Usman bin Affan dalam https://www.mqnaswa.id/karomah-sayidina-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anh/
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin.
Kertanega, MQNaswa
Jum’at, 3 Desember 2021
Sumber : Mutiara Rasul, Majalah AlKisah
Diketik ulang oleh Lala -ElNaswa