Rumah itu Apa Sih ? (Bagian 1)
Rumah adalah tempat tinggal, yang kita merasa tenang di dalamnya. Perhatikan ayat berikut ini :
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal (yang memberikan ketenangan)” (QS. An-Nahl/16 : 80)
Jangan dikira, yang dimaksud dari ayat tersebut adalah rumah milik sendiri yang permanen apalagi mewah. Kelanjutan ayat tersebut justru menceritakan rumah yang dibuat dari kulit-kulit hewan, yang dibawa dalam perjalanan. Tapi saat kita merasa tenang di dalamnya, maka itulah rumah.
Memang demikian kenyataannya. Saat kita berada di rumah, setelah penat bekerja, bahkan merantau, rasanya senang dan tenang, meskipun rumah kita sederhana dan biasa saja.
Namun, bagaimana agar rumah ini benar benar memberi rasa sakiinah, ketenangan ?
Kita flashback dulu pada asal usul kata rumah.
Rumah adalah peng-Indonesia-an dari kata Umah atau Omah dalam bahasa Jawa. O bermakna langit, dan MAH bermakna bumi. Jadi sebuah rumah, hendaknya mengandung 2 unsur : unsur langit dan unsur bumi.
Apa maksudnya unsur langit dan unsur bumi ?
Rumah itu Apa ? (Bagian 2)
Untuk menjawab unsur langit dan bumi, kita akan menengok bagaimana kata “rumah” digunakan dalam al-Qur’an.
Kata yang paling dominan untuk menyebut rumah dalam al-Qur’an adalah “bait” (bentuk tunggal / artinya satu rumah) dan “buyuut” (bentuk jamak / artinya banyak rumah).
Namun ada hal yang unik dalam penggunaan keduanya. Jika menyebut rumah dalam bentuk tunggal (baiit), maka ayatnya merujuk “rumah untuk Allah”.
Perhatikan misalnya QS. Ali ‘Imran/3 : 96, “Sesungguhnya baiit (rumah) yang mula-mula dibangun untuk manusia ialah yang di Bakkah (Makkah)”, yakni Ka’bah. Jadi rumah tersebut maksudnya bukan rumah tempat tinggal manusia, tapi rumah tempat beribadah kepada Allah.
Inilah unsur langit. Rumah, seyogyanya menjadi tempat untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Sehingga rumah itu menjadi tempat turunnya rahmat Allah yang membuahkan ketentraman.
Lalu apa kalimat yang digunakan al-Qur’an untuk merujuk “rumah tempat tingal manusia” ?
Kebanyakan menggunakan kata “buyuut” (bentuk jamak yang artinya “rumah rumah” atau banyak rumah). Misalnya seperti ayat yang disebut pada bagian awal tulisan ini. Menggunakan redaksi “buyuut”.
Mengapa demikian ?
Karena meskipun kita memiliki rumah yang megah dan mewah, tidak akan kita rasa ketenangan jika kita hidup sendiri, tanpa punya pasangan, anak-anak, keluarga, saudara dan teman, bahkan tidak punya tetangga. Atau punya pasangan, keluarga dan di kelilingi banyak tetangga tapi tidak akur, tidak harmonis satu sama lain. Pasti kita akan kesepian dan tidak merasakan sakiinah (ketentraman). Inilah unsur bumi.
Maka, semakin bagus baiiit (rumah sebagai tempat beribadah kepada Allah), dan buyuut (rumah untuk membina kehidupan keluarga, sosial, masyarakat), semakin rumah itu berpeluang menjadi tempat yang menyenangkan dan menenangkan untuk kita tinggali.
Lalu, ada ungkapan, “Baytii jannatiii”, rumahku seperti syurga untukku ? maksudnya apa ? apa saja yang harus terhimpun di dalamnya ?
Rumah itu Apa ? (Bagian 3 Habis)
Setelah mengetahui makna filosofis dari kata “Rumah” (dalam bahasa Jawa : Umah, dan dalam bahasa Arab/ al-Qur’an : Baiit/ Buyuut), mari kita lanjutkan pada ungkapan Baytii Jannatii (rumahku seperti syurga untukku).
Kita tidak akan membicarakan perbedaan pendapat apakah itu hadits Rasul, atau ungkapan manusia (selain Rasul). Namun, pada kenyataannya, ungkapan tersebut benar adanya.
Bukankah sering terungkap dari seseorang, “Rumahku seperti neraka !” untuk mengungkapkan rumah yang tidak nyaman dia tinggali, tidak membuat tenang dan penuh kericuhan di dalamnya. Dan suasana rumah yang saling mencintai, saling membahagiakan, ada canda tawa, kebersamaan, memang seperti suasana syurga. Meskipun, pasti saja tidak sempurna, namanya juga di dunia.
Lalu unsur apa saja yang menopang sebuah rumah agar demikian ?
Pertama, adanya pasangan.
Hal ini tentu tidak bermaksud menghakimi individu individu yang sendiri ya. Kita berbicara secara umum. Perhatikan ayat berikut :
“Kami berkata : Wahai Adam, tinggallah (dengan rasa tenang), engkau dan isterimu, di syurga ini”. (QS. Al-Baqarah/2 : 35)
Sebagaimana telah dimaklumi, Nabi Adam “sejak lahir” sudah ada di syurga, namun ayat tersebut menyatakan “tinggallah di syurga ini dengan rasa ketenangan” seraya menggandengkan “engkau dan isterimu”.
Terbukti dan fakta, jika seseorang masih sendiri sering tidak betah di rumah. Rumah hanya terminal saja. Tapi jika sudah menikah ia lebih tenang berada di rumah. Apalagi rumah tangganya harmonis dan bahagia.
Dan pasti sudah akrab ditelinga kita, bahwa tujuan pernikahan adalah menuju rumah tangga yang sakinah (penuh ketenangan). Dan ternyata, secara morfologi, kata “O” selain artinya “langit”, juga berarti suami, dan “MAH” selain berarti “bumi”, juga berarti isteri, jadi “Omah/ umah” adalah tempat suami dan isteri membin keluarga. Karena kalau jomblo kan masih senang keluyuran,,,
Kedua, ketersediaan kebutuhan.
Bagaimana pun, hal ini sangat menunjang bagi ketentraman rumah tangga. Biasanya, faktor pertama yang “mengganggu” kenyamanan dalam rumah tangga adalah persoalan ekonomi. Pantas saja, ayat di atas (QS. . Al-Baqarah/2 : 35) dilanjutkan dengan kalimat, “dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik mana saja yang kamu sukai”
Ketiga, ketaatan kepada Allah
Keterpurukan adalah saat mulai melakukan perkara yang dilarang Allah. Ada isteri yang halal, suami tertarik kepada wanita yang haram. Ada rizki yang halal, tapi “kedereng dereng” sampai korupsi dan menipu. Inilah biasanya cobaan paling berat dalam ketentraman sebuah rumah. Hal ini pun berlaku untuk semua anggota keluarga (ayah, ibu dan anak). Agar semuanya senantiasa dalam ketaatan kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam hal ini, Allah menutup ayat tersebut (QS. . Al-Baqarah/2 : 35) di atas dengan kalimat, “dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim”.
Jika tiga unsur tersebut ada di dalam rumah kita, semoga, rumah kita menjadi rumah yang sakiinah seperti Allah mengibaratkan dengan syurga. Meskipun, pasti saja ada cobaan di sana sini, namanya saja kan (syurga, tapi masih) di dunia.
Baca juga : Cara/ Do’a Memagari Rumah dari Fitnah
Wallahu A’lam, alhamdulillaahi robbil ‘aalamin.
Kertanegara, Selasa Wage,
29 Maret 2022 M / 26 Sya’ban 1433 H