Shalat Lahir Batin adalah Hakikat Kemuliaan Manusia (Tamat)

3 min read

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Pengajian kitab Lathaifuth Thaharah Wa Asarush Shalah ke-17 (tamat), tentang shalat lahir batin sebagai sarana dan hakikat kemuliaan manusia. Shalat Lahir Batin artinya, shalat yang mengikuti aturan syari’at (fikih) dengan pemahaman batiniyah tentang hakikatnya (tasawuf).

Pada pengajian sebelumnya, dikatakan, kemuliaan manusia melebihi seluruh makhluk Allah yang lainnya di langit dan di bumi, karena manusia membawa amanat Allah. Lebih jelas dan rinci baca pengajian sebelumnya (ke-16) di https://www.mqnaswa.id/manusia-sebagai-makhluk-terbaik-mengapa/

Demikianlah asror (rahasia kelembutan) Allah pada perintah sholat 5 waktu (yang hanya diberikan kepada manusia). Karena di dalam sholat, terkumpul ibadah seluruh makhluk Allah, dari kayu, batu sampai para malaikat yang suci. Lebih lengkap baca lagi pengajian sebelumnya (ke-14) di : https://www.mqnaswa.id/hakikat-shalat-2-ibadahnya-seluruh-makhluk-allah/

Dari sini muncul asror yang lebih agung lagi, yakni di dalam diri manusia, terkandung seluruh unsur dari seluruh makhluk Allah. Alias, semua makhluk Allah dari jenis jamadiyah (batu, tanah dll), hayawaniyah (hewan jinak, hewan buas dll), bahkan malaikat, matahari, arys, semuanya, semuanya ada di dalam diri manusia.

Kyai Sholeh Darat dalam kitab Lathoifuth Thaharah wa Asrarush Shalah mengatakan :

Lan sarehne mengkono maka ana iki menusa  ‘alamul asghor lan ‘alamul akbar. Tegese, ana menusa iki ‘alam cilik jisime, tetapi dadi conto ingdalem ‘alamul akbar. Apa anane pitung langiy, ‘arsy, kursi, serngenge, rembulan lan hingga pitung bumi, lan hingga suarga, neraka, maka ia ana ingdalem menusa.

Oleh karena itulah (sebab hal hal yang telah dijelaskan sebelumnya), maka manusia ini memiliki kedudukan dalam alamul asghor (alam kecil) sekaligus alamul akbar (alam besar). Maksud ‘alamul asghor (alam kecil) adalah jisim/ tubuh/ badan fisik manusia.  Jisim/ tubuh manusia ini adalah alamul asghor/ alam kecil, tetapi menjadi perwujudan dalam alamul akbar (alam besar). Karena tujuh langit, ‘arsy, kursi, matahari, rembulan, tujuh lapis bumi, hingga syurga dan neraka, semua (unsurnya) ada dalam diri manusia.

Sehingga, manusia merupakan makhluk ‘alamul mulki (alam dunia yang tampak), sekaligus ‘alamul malakut (alam ruhani yang tidak tampak). Manusia merupakan makhluk ruhaniyah (bersifat ruh/ bathin), sekaligus jismaniyah (bersifat jisim/ lahir).

Jisim itu “di-nasab-kan” kepada Nabi Adam ‘Alaihis Salam, karena Nabi Adam adalah “Abul Basyar” (bapaknya manusia dalam fisik/ jasmaninya). Sebab kalimat “basyar” dalam AlQur’an lebih merujuk pada fisik / badan kasar manusia). Jisim/ badan lahir ini diibaratkan sebagai syari’at. (Tegasnya, kita harus mengerjakan agama (dalam hal ini pelajaran wudlu dan shalat) mengikuti tuntunan syari’at sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fikih).

Sedangkan ruhaniyah “di-nasab-kan” kepada Nabi Muhammad shallallahu Alaihi wasallam. Karena Nabi Muhammad dijuluki “Abul Arwah (bapaknya manusia dalam ruhaninya). Ruhani ini diibaratkan sebagai hakikat. (Tegasnya, kita harus mengerjakan agama (dalam hal ini pelajaran wudlu dan shalat) mengikuti tuntunan bathiniyah sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab tasawuf semisal kitab Lathaifuth Thaharah ini. Maka menjadi Wudlu Lahir batin bukan sekedar basuhan dan usapan belaka. menjadi Shalat Lahir Batin, bukan sekedar ucapan dan gerakan tanpa makna)

Manusia harus menjalankan laku syari’at dan hakikat sekaligus agar menjadi sempurnalah ia.

Pahamilah, jangan kamu bodoh dalam perkara ini ! Tidaklah sempurna dinamakan manusia, kecuali jika badan/ jasmaninya tunduk melakukan perintah syari’at, dan hatinya (ruhaninya) menjalankan “laku” hakikat. Tidak cukup hanya untuk pengetahuan saja, tapi harus “tumandang” (dijalankan dengan sungguh sungguh). Maka Allah ta’ala yang akan memberi pertolongan. Apakah kamu tidak tahu, orang yang sakit itu tidak akan bisa sembuh jika hanya mengetahui racikan racikan obat saja. Setelah tahu, ia hanya “ngublek-ngublek” racikan itu, lalu dipandangi saja, tidak dimimun. Tidak akan obat itu bisa bermanfaat menyembuhkan, kecuali dengan diminum.

Demikian juga orang ‘alim (mengerti) ilmu, tetapi tidak “dilakoni” (dijadikan laku / diamalkan), maka tidak ada manfaatnya. Bahkan, ia akan disiksa sebelum Allah menyiksa orang kafir yang menyembah berhala. Maka, wajib kalian berhati-hati dan bersungguh-sungguh untuk berusaha mengamalkan ilmu.

Seorang hamba wajib untuk menaati perintah majikan/ tuannya. Seorang yang diberi nikmat oleh tuannya wajiblah berterima kasih/ mensyukuri dan mencintai Tuannya. Mencintai itu dibuktikan dengan berbakti, nurut apa yang diperintahkan, dan menjauhi yang tidak disukai/ dilarang majikannya.

Sungguh banyak sekali kebaikan Allah, nikmat nikmat yang ada dalam dirimu, yang tidak terfikir. Tidak terfikir ini bisa karena saking halus atau tersembunyi, sehingga kita tidak terfikir itu adalah pemberian Allah, seperti nikmat Akal.

Atau (karena saking sudah biasanya, sehingga tidak terfikir itu pemberian Allah, seperti nikmat penglihatan, bisa bicara, dan seluruh yang dilakukan anggota badan. Kita sudah biasa melihat, bicara berjalan dan lain lain, sehingga tidak merasa, semua itu adalah pemberian Allah. Serta nikmat lainnya yang tidak terhitung.

Maka, orang yang tidak bersyukur, tidak bisa berterima kasih atas kebaikan-kebaikan Tuannya itu (tidak pantas) disebut Anak Cucu Adam. Tidak pantas disebut manusia. Pahamilah ini olehmu.

Wallahu A’lam bishshowab.

Inilah bagian penutup dari Kitab Lathoifuth Thaharah WaAsrarush Shalah yang ditulis Kyai Sholeh Darat As-Samarani :

“Aduh Gusti nuwun ngapura kula sangking pengucap kula ingkang sampun tinutur. Kula namung dermi nulis mawon. Wamaa taufiiiqii illaa billaah. Allaahummaghfir lii waliwaalidayya walil muslimiina bijaahi sayyidil mursaliin.

Punika pethikan sangking kitabe para ‘ulama arifin. Kula al-faqiir ilallooh Muhammad Sholeh bin Umar Semarang Darat”.

Ya Allah, hamba mohon ampun atas segala ucapan yang telah hamba tuturkan dalam kitab ini. Hamba hanya sekedar menulis (penjelasa para ulama). Tidak ada taufik untuk hamba (menulis kitab ini atau apapun amal yang lain) kecuali hanya dengan pertolongan Allah Allah ta’ala. Ya Alllah, ampunilah hamba, dan kedua orang tua hamba, dan seluruh umat Islam dengan keagungan Sayidil Mursalin (Sayidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Amiin.

Inilah petikan dari kitab-kitab para ulama arifin (ulama-ulama yang ma’rifat Allah ta’ala). Hamba yang fakir, Muhammad Sholeh bin Umar Semarang Darat.

وَصَلَّى اللهُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلَّمَ

 

Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Naswa,
Rabu Pon, 12 Jumadil Awal 1441 H / 8 januari 2020 M
Wawan Setiawan

Demikian semoga bermanfaat.

Seluruh Pengajian Kitab Lathaifuth Thaharah Wa Asraruh Shalah dapat dibaca di : https://www.mqnaswa.id/category/pengajian/lathaifuth-thaharah-wa-asrarush-shalat/page/2/

Muqaddimah : Pengajian Ke-1
Wudlu Lahir Bathin : Pengajian Ke-2 sd. Ke-7
Shalat Lahir Batin : Pengajian Ke-8 sd. Ke-17 (akhir)

Baca juga : https://islam.nu.or.id/post/read/100468/memahami-shalat-lahir-dan-batin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *