Syaikh Abdul Qadir adalah salah satu penghulu para kekasih Allah. Ini salah satu kisah beliau dalam menangkal godaan iblis / syetan.
Bismillahir rahmaanir rahiim
Godaan iblis / syetan itu sangat halus. Bahkan kadang kadang kita merasa dalam kebaikan dan ibadah, ternyata kita dalam keadaan yang terjerumus dalam godaan setan.
Suatu ketika seorang syaikh berkata kepada muridnya, “Apakah kamu melakukan qiyamul lail (menghidupkan malam untuk shalat, dzikir, munajat dan sebagainya) setiap malamnya?”
Muridnya menjawab, “Betul Guru”
“Kalau begitu nanti malam kamu tidak usah shalat malam”
Malam harinya si murid bimbang bagaimana menjalankan perintah gurunya. Apakah ia akan mendirikan shalat malam sebagaimana biasanya. Ataukah mengikuti perintah gurunya? Apakah perintah ini harus diikuti sebagaimana mestinya. Atau seperti apa? Akhirnya ia tetap mendirikan shalat malam. Hingga keesokan paginya ia ditanya oleh sang Guru :
“Bagaimana malammu”
“Saya tetap mendirikan shalat malam Guru. Saya merasa sayang meninggalkannya”
Gurunya menghela nafas sejenak lalu berkata :
“Kamu merasa sayang meninggalkan shalat malam itu apakah hanya karena supaya engkau bangga telah istiqomah shalat malam? Periksalah dirimu ! Aku memintamu tidak shalat malam, adalah agar engkau berfikir sebelum shalat malam, bahwa apa yang kau dapatkan itu hanya semata mata anugerah dari Allah”
Barulah murid itu sadar di mana letak kesalahannya. Guru menunjukkan jalan halus yang digunakan para musuh untuk menyerang manusia. Pertama agar tidak menjalankan kebaikan. Kalau sudah menjalankan, maka iblis menggoda agar tidak istiqomah. Kalau istiqomah dimasukkan rasa ujub. Bangga diri. Inilah jalan terjal di mana banyak yang terpeleset dan terjatuh. Iblis memang dicipta sebagai pekerja keras yang tidak pernah menyerah.
Di suatu siang di bulan Ramadhan, seluruh muslimin berpuasa, kecuali orang orang yang dalam syari’at diizinkan untuk tidak berpuasa. Seorang syaikh Agung, Abdul Qadir AlJailani bersama para muridnya sedang dalam perjalanan yang cukup berat. Mereka melintasi padang gurun yang panas dalam keadaan berpuasa. Mereka terlihat sangat kelelahan dan kehausan.
Di suatu tempat, Syaikh beristirahat beserta beberapa murid, sedangkan murid murid lainnya di tempat yang terpisah. Tiba tiba, di tempat berkumpulnya para murid itu muncul cahaya yang terang benderang. Menyilaukan mata, dan terdengar suara yang sangat berwibawa menggetarkan :
“Akulah Tuhanmu. Seperti Aku menampakkan diri untuk Musa. Aku meridloi kalian, wahai pengikut yang setia, murid murid dari Syaikh yang kucintai. Hari ini Aku melihat beratnya perjuangan dakwah kalian. Maka Aku halalkan makan dan minum untuk kalian. Makan dan minumlah sesuka hati”.
Para murid Syaikh Abdul Qadir Jailani mulai mengambil bekal makanan dan minuman. Melihat gelagat muridnya, Syaikh Abdul Qadir Jailani berteriak, “Hentikan ! Jangan batalkan puasa kalian. Lalu pengulu para wali itu berkata kepada cahaya yang masih tampak, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk. Tampakkanlah dirimu dengan izin Allah”.
Seketika cahaya terang itu padam berubah menjadi bayangan hitam pekat. Ia berkata kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani, “Kau tahu, aku telah melakukan tipuan ini kepada banyak orang. Terkadang aku mengaku menjadi malaikat, menjadi wali. Dengan izin Tuhan penampilanku sangat sempurna dan Aku banyak menuai keberhasilan. Bagaimana engkau menggagalkannya?”
Syaikh menjawab, “Aku mengetahui siapa dirimu karena aku memiliki 3 ilmu. Siapa pun yang memilikinya pasti bisa menghalau gangguanmu sehebat apa pun”
“Ilmu apakah itu?”
“Pertama ilmu Aqidah Ketuhanan. Allah tidak bertempat di tempat tertentu dan tidak berada di arah tertentu. Semua Nabi mengatakan Ketika Allah “berfirman” maka akan terdengar dari seluruh penjuru arah. Sedangkan suara yang kudengar darimu hanya dari satu arah saja, yaitu dari arah penampakanmu”
“Kedua ilmu syari’at. Dalam hukum Islam, tidak boleh berbuka puasa tanpa sebab yang membolehkannya. Tidak ada sebab yang membolehkan kami berbuka puasa. Perjalanan yang kami tempuh belum mencukupi untuk boleh berbuka. Bahkan keadaan kami, tidak berada dalam hidup dan mati. Keadaan darurat yang membuat kami boleh berbuka. Kami semua masih cukup kuat meski sangat kehausan”.
“Ketiga ilmu hakikat. Jika Allah berkehendak untuk membuka tabirnya di hadapan manusia, maka seluruh kesadaran jiwa manusia itu akan lenyap, segala kekuatan keinginan pun akan lenyap. Bagaimana mungkin Tuhan menampakkan, sedangkan kami masih tergerak dalam nafsu rendah kepada makanan?”
Iblis yang tampak sebagai bayangan hitam itu menyeru, “Engkau sungguh mursyidnya zaman ini. Wahai wali agung yang ‘arif dan suci. Izinkan aku bersujud kepdamu sebagai tanda menyerah padamu. Sungguh, engkau akan memiliki lebih banyak pengikut lagi. Sungguh engkau seharusnya bangga karena hanya engkau yang bisa mengalahkan aku dengan telak”.
Kali ini Syaikh berkata lebih keras lagi, “A’udzu billaahi minasy syaithoonir rojiim. Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Tidak henti hentinya engkau berusaha. Apakah engkau ingin aku terjerumus dalam jurang sifat ‘ujub dan bangga diri”.
Iblis pun menghilang setelah gagal “mempermainkan” Sang Syaikh. Iblis memang tidak pernah berhenti dari usahanya. Itulah tugasnya dan janji yang diembannya. Jika ia gagal dalam hal hal yang tampak jelas. Ia akan masuk dalam “jurang jurang batin” yang sangat lembut. Ia akan mengupayakan apa pun agar manusia terjerumus, bahkan tanpa kita menyadarinya.
Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin
Kertanegara, Jum’at Pon, 22 Februari 2019 M / 17 Jumadil Akhir 1440 H (Repost)
Wawan Setiawan