Terjemah Kitab Punika Hadits Ghaithi (Pengajian ke-1)

1 min read

Terjemah Kitab Punika Hadits Ghaithi

Terjemah Kitab Punika Hadits Ghaithi (Pengajian ke-1)

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهٖ وَاَصْحَابِهٖ اَجْمَعِيْنَ.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim.

Segala puji hanya milik Allah, Dzat yang menciptakan dan memelihara semesta alam. Kesudahan (yang indah) itu diperuntukan bagi orang-orang yang bertakwa. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah atas junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabat semuanya.

Pemahaman Pertama :

Kata ‘aaqibah sudah diserap dalam bahasa Indonesia, diucapkan dengan “akibat”. Maknanya kurang lebih sama, yakni “kesudahan, akibat atau ending”.

Kesudahan/ akibat itu ada 2 macam : kesudahan yang baik, indah (bahagia) dan kesudahan buruk (sengsara).

Dalam kitab Mu’jam Li-alfadhil Qur’an, entri ‘aaqibah, mencatat, lafadz ini terulang 32 kali dalam al-Qur’an. Semuanya dalam konteks peringatan yang ditujukan bagi orang-orang yang mendustakan para rasul (mukadzdzibiin), orang yang berbuat kejahatan (mujrimiin), kerusakan (mufsidiin), dan kedhaliman (dhaalimiin). Mereka semua yang menyandang sifat tersebut akan mengalami akibat, kesudahan (ending) yang buruk.

Hanya ada satu sifat yang didahului ‘aaqibah, tapi menunjukkan konteks kabar gembira, yaitu bagi orang yang menyandang sifat takwa (muttaqin). Orang yang bertakwa, akan mendapatkan akibat, kesudahan (ending) yang baik/ indah (bahagia).

Kemudian, jika kita merujuk pada “keterangan pertama” dari Allah ta’ala mengenai sifat orang yang bertakwa (muttaqiin) (QS. Al-Baqarah 1-5),

ذٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ  .الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ. الأية.

maka kita bisa membaca bahwa ciri pertama orang yang bertakwa adalah “yu’minuuna bil ghaib” yakni, beriman kepada Allah ta’ala dan semua hal yang ghaib yang diberitakan Rasul utusanNya, seperti syurga, neraka, alam malakut dan sebagainya. Kesemua hal (yang ghaib) itulah yang menjadi tema utama dalam Kisah Isra Mi’raj ini.

Jadi kita harus membaca kisah Isra Mi’raj ini di atas pondasi keimanan kepada Allah ta’ala yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak mungkin bisa kita membaca kisah ini, jika tidak “start” dari keimanan. Diibaratkan iman adalah pondasi, dan kisah ini adalah rumahnya. Iman adalah akar dan kisah ini adalah batang pohon, ranting dan daun-daunnya.

 

Pemahaman Kedua,

Sebaliknya, membaca kisah para kekasih Allah, terutama, kisah tentang beliau Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ini ibarat “siraman air segar”, yang akan menguatkan hati, dan mengokohkan keimanan. Sebagaimana firman Allah ta’ala : (QS. Hud/11 : 120)

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَآءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ وَجَآءَكَ فِي هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ

                Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan pengingat bagi orang-orang yang beriman”.

Walhasil, membaca kisah Isra’ Mi’raj, harus dilandasi keimanan, seumpama akar terhadap batang dan daunnya. Dan dengan membaca kisah Isra’ Mi’raj ini akan mengokohkan hati/ keimanan. Seumpama batang dan daun yang tersiram air hujan sehingga semakin menguatkan akarnya.

Wallahu A’lam. Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin.

 

Kertanegara, Ahad Wage,

19 Jumadil akhir 1443 H /13 Januari 2022 M

Wawan St.

 

Mengenai panduan lengkap tatacara puasa baca di : https://islam.nu.or.id/ramadhan/panduan-lengkap-puasa-ramadhan-dalil-tata-cara-dan-ketentuannya-y9BJv

Baca juga : https://www.mqnaswa.id/rumah-itu-apa-sih/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *