Tujuh Perkara yang Tidak Bermanfaat dan Kaum yang Mengambil Dunia dengan Menggunakan Agama

1 min read

Pengajian Kitab Tanbihul Ghafilin  Bagian Keempat tentang Tujuh Perkara harus disertai dengan Tujuh Perkara)

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Berkata salah seorang hakim (arif billah/ orang yang mengenal Allah ta’ala), barangsiapa melakukan tujuh perkara tanpa disertai tujuh perkara, maka tidak berguna apa yang dilakukannya itu :

Pertama, Seorang yang “khouf/ takut kepada Allah”, tapi tidak disertai “hati hati (dari dosa)”, maka tidak berguna ucapan takutnya itu sama sekali.

Kedua, seorang yang “roja’ (mengharap)” tapi tanpa “mencari”. Yakni orang yang berkata, “Aku berharap mendapat pahala dari Allah”, tapi dia tidak berusaha mencarinya dengan melakukan amal (gerak/ perbuatan yang tepat), maka tidak berguna lah ucapan itu sama sekali.

Ketiga, seorang yang “berniat” tanpa “memaksa”. Maksudnya hatinya berniat melakukan ketaatan dan kebaikan, tapi tidak memaksa diri/ nafsunya, maka tidak berguna niatnya itu.

Keempat, seorang yang “berdo’a” tanpa “kesungguhan”. Maksudnya, seorang yang berdo’a kepada Allah agar menunjukannya pada jalan kebaikan, tapi dia sendiri tidak bersungguh-sungguh meniti jalan kebaikan, maka tidak berguna do’anya.

Seyogyanya, ia bersungguh sungguh agar mendapat bimbingan dari Allah ta’ala untuk meniti jalanNya, sebagaimana firman Allah : (QS. Al-Ankabut/29 : 69)

وَلَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا, وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ.

“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk mencari keridloan Kami, pasti kami akan tunjukan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah itu pasti bersama orang-orang yang berbuat baik”.

Maksudnya, orang – orang yang bersungguh-sungguh dalam berbuat ketaatan dalam agama, maka kami akan berikan taufik (petunjuk) bagi mereka.

Kelima, seorang yang “beristighfar” tanpa “penyesalan”. Yakni orang yang mengucap istighfar/ astaghfirullah (Aku mohon ampun kepada Allah), tapi tidak menyesal akan dosa dosa yang telah dilakukannya, maka tidak berguna istighfarnya.

Keenam, Orang yang memerhatikan “yang telihat” tanpa memerhatikan “yang tersembunyi”. Yakni orang yang memperindah amal amal yang terlihat oleh manusia, tanpa memperbaiki “batin” nya ketika beramal.

Ketujuh, orang yang beramal dengan “susah payah” tanpa “keikhlasan”,yakni dia bersunggh sungguh dalam ketaatan, tapi amal amalnya itu tidak semata ingin mencari ridla Allah ta’ala. Tidak bermanfaatlah baginya amal amal yang tanpa keikhlasan itu. Bahkan amal amal itu menjadi “tipuan” untuk nafsunya sendiri (Akhirnya dia merasa memiliki amal yang banyak dan baik).

Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :  “Akan keluar di zaman akhir, terdapat suatu kaum, yang daam kaum itu terdapat orang-orang yang mengambil dunia dengan menggunakan agama. Mereka menggunakan pakaian yang indah indah/ halus, ucapan  mereka lebih manis dari madu, tapi hati mereka seperti harimau.

Allah ta’ala berfirman, “Mereka itu tertipu karena kemurahanKu, mereka nekat dan kurang ajar terhadapKu. Maka demi keagunganKu, Aku bersumpah akan menimpakan fitnah kepada kaum itu, sehingga orang yang bijaksana dan berakal di antara mereka pun menjadi kebingungan”

Wallahu A’lam.

Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin.

Catatan Pengajian PakNas di Musholla Ar-Raudlah MQ. Nasy’atul Wardiyah Bersama Ust. Hambali Ahmad

Kertanegara, Selasa Legi, 5 Februari 2019 / 30 Jumadil Awal 1440 H

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *