Wanita Mulia (1) : Kisah Hunaidah

1 min read

Hunaidah, wanita mulia yang merengkuh suami dan keluarganya.

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Misalkan, kita melihat ada suami dan isteri, keduanya orang baik. Tapi biasanya, kita “menganggap atau meyakini”, bahwa kemuliaan isteri mengikuti kemuliaan suaminya.

Sebenarnya tidak.

Bisa saja justru istrilah yang menjadi kemuliaan untuk suaminya, bahkan untuk keluarganya.

Alkisah, ada seorang wanita bernama Hunaidah.

Hunaidah ini adalah bentuk tashghiir (mengecilkan)[1], dari kati Hindun. Mungkin nama Hunaidah memang terinspirasi atau tabarruk/mengambil berkah dari nama Hindun. Karena Hindun adalah nama salah seorang ummul mukminiin/ isteri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sayidah Hindun biasa dipanggil juga dengan Ummu Salamah. Beliau salah satu isteri Nabi yang sangat bijaksana. Jika Nabi mengalami keraguan, maka beliau lah yang memberi saran dan memantapkan hati Nabi.

Apakah Nabi perlu membutuhkan saran dan tidak punya kemampuan kemampuan? kan bisa langsung meminta kepada Allah ?

Apakah Nabi menjadi berkurang kesempurnaannya ?

Tentu saja tidak ! ini bentuk pendidikan dan anugerah, agar Allah ta’ala memberi kedudukan yang sempurna kepada isteri Nabi, dalam mendampingi suami yang sempurna, Sayidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kembali kepada Hunaidah.

Hunaidah adalah wanita yang ahli ibadah sekaligus ahli ilmu. Beliau termasuk wanita yang mendapat anugerah Allah ta’ala dalam segala sisi yang istimewa. Sebagai istri, yang mengerjakan tugasnya, juga sebagai seorang yang tekun dalam memahami ilmu agama. Bahkan ibadahnya mengungguli kebanyakan manusia lainnya.

Mungkin ini disebabkan karena, ia sangat memerhatikan / menginginkan kedudukan yang mulia di sisi Allah. Kedudukan yang hakiki di akhirat. Sehingga ia sangat tekun dalam semua tugasnya. Salah satu do’a yang biasa dipanjatkan Hunaidah adalah :

اَللَّهُمَّ لَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا اَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَّا يَرْحَمُنَا

“Ya Allah, jangan jadikan dunia ini, menjadi cita-cita / keinginan kami yang terbesar, dan (jangan jadikan dunia ini) menjadi ilmu/ pengetahuan kami yang paling dominan, dan jangan Engkau serahkan kami, kepada orang yang tidak menyangai kami”.

Dengan inspirasi dan dorongan/ energi ruhaniyah dari do’a tersebut, semangat Hunaidah dalam ibadah dan ilmu, tidak pernah habis.

Hunaidah wafat mendahului suaminya. Dalam keadaan rindu dan kehilangan. Dalam sholat dan do’a. Ketika suaminya tertidur, Allah memberikan mimpi, yang menyatakan bahwa, “Jika engkau ingin mulia. Maka ikuti saja isterimu, Hunaidah”.

Bahkan bertahun tahun kemudian, saat anak mereka sudah dewasa, sang ayah pun sudah wafat menyusul isteri nya tercinta. Anak itu mendapat mimpi yang sama, “Jika engkau ingin selamat, mulia di sisi Allah ta’ala. Ikutilah ibumu, Hunaidah, wanita mulia yang dikuti oleh ayahmu. Kalian semua akan dikumpulkan di dalam kemuliaan”.

Hunaidah, wanita mulia yang merengkuh suami dan keluarganya.

[1] Contoh tashghir : Nahar = sungai. Nuhair = sungai kecil.

Wanita adalah Pengemban Lambang Kasih Sayang

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin.

Kertanegara, 23 Oktober 2024 M / 20 Rabi’ul Akhir 1446 H

Wawan St.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *