Wudlu Batin (1) : Pemahaman Ayat Wudlu dari Kiai Shaleh Darat

2 min read

Pengajian Kitab Lathoifut Thoharoh Bagian Ke-2 tentang Wudlu Batin

Bismillahir rahmaanir rahiim

Baca artikel Sebelumnya di : https://www.mqnaswa.id/4-kelompok-manusia-di-alam-arwah/

Wudlu adalah syari’at yang sangat agung. Ia seperti pintu. tempat masuknya kita ke dalam hadirat Tuhan. Tidak bisa kita bershalat (menghadap Allah ta’ala) kecuali harus dengannya. Maka penjelasan wudlu sangat penting sebagaimana menjelaskan shalat. Karena semakin baik wudlunya, semakin baik pula shalatnya.

Para ulama mengambil dasar hukum tentang wudlu berdasarkan QS. Al-Maidah/5 : 6 :

يَاۤ أَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَالطَّهَرُوْا

“Wahai orang-orang mukmin semuanya, tatkala kalian hendak mendirikan shalat basuhlah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai siku Dan usaplah sebagian kepalamu Dan basuhlah kedua kaki kalian beserta kedua mata kaki nya. Jika kalian dalam keadaan Junub maka mandilah”

Dari ayat di atas Ulama ahli syari’at (fiqih) kemudian menjelaskan 2 macam hadats, yakni hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil disucikan dengan wudlu dan hadats besar disucikan dengan mandi.

Dari ayat tersebut juga dijadikan landasan ulama untuk menyusun rukun-rukun wudlu (hal-hal yang harus dilakukan dalam berwudlu), yakni Niat, Membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampai siku, mengusap kepala, membasuh kedua kaki sampai mata kaki dan tertib. Hal ini telah sama sama kita kenal dalam pelajaran fikih.

Untuk menambah kualitas wudlu, para ulama pun menambahi do’a – do’a di setiap basuhan dan usapan.Misalnya ketika berkumur, para ulama mengajarkan do’a :

أَللّٰهُمَّ أَعِنِّيْ عَلٰى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عبَادَتِكَ

Ya Allah, tolonglah hamba untuk bisa berdzikir (mengingat)Mu, bersukur dan memperbaiki pengabdian kami padaMu

Ketika membasuh wajah, kita dianjurkan mengiringinya dengan do’a :

أَللّٰهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَّتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ

Ya Allah, cerahkan lah wajah hamba pada hari ada wajah yang cerah bercahaya dan ada wajah yang gelap dan suram (hari kiamat)

Namun, Kiai Shaleh Darat, seorang ulama yang selain memahami syari’at (fikih) juga memahami hakikat (ilmu tasawuf) menjelaskan ayat tentang wudlu tersebut dari sisi yang lebih dalam lagi. Karena menurut beliau –dan semua ulama-, wudlu yang baik adalah wudlu yang dikerjakan sepenuh penuhnya, lahir dan batin. Bukan hanya wudlu, tetapi semua ibadah, baik dzikir, membaca Al-Qur’an, apalagi shalat, maka ia harus dilakukan secara lahir dan batin.

Bagaimana Kiai Shaleh Darat memahami ayat di atas?

Penjelasan ini berdasarkan pada penjelasan beliau sebagaimana tertulis dalam Kitab Lathaifuth Thaharah wa Asrarush Shalat (Kitab Rrahasia-rahasia dalam bersuci dan shalat) sebagai berikut :

يَاۤ أَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا  : Wahai orang-orang mukmin semuanya (yang dipanggil sebagai orang beriman dalam ayat ini adalah orang-orang yang ketika berada di alam arwah berada pada shaf 1, 2 dan 3. Yakni Anbiya (para Nabi), mursalin (para Rasul), khawaashul Awliya (Para Awliya’ yang khusus), ‘Awaamul Awliya’ (para Awliya yang umum), khawaashul mukminiin (orang mukmin yang khusus) dan ‘awaamul mukminiin (orang mukmin yang umum,). Untuk memahami shaf shaf manusia ketika berada di alam arwah, baca artikel sebelumnya, http://www.mqnaswa.id/4-kelompok-manusia-di-alam-arwah/

إِذَا قُمْتُمْ  : tatkala kalian bangun (dari nawmul ghaflah/ tidurnya hati yang menyebabkan hati lupa kepada Allah, dan bangun dari nawmul furqah/ tidurnya hati yang menyebabkan hati terpisah dari Allah)

إِلَى الصَّلٰوةِ  : untuk mendirikan shalat

فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ : maka basuhlah wajah kalian (yang telah belepotan karena terus menghadap dunia dan telah belepotan karena terus melihat perhiasan / tipuan dunia). Basuhlah wajah kalian itu dengan air taubat dan istighfar.

وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ  : dan basuhlan kedua tangan kalian sampai siku (basuhlah kedua tangan kalian dari bekas bekas kalian “gandulan” / bergantungan / mengandalkan bahkan ketergantungan kepada makhluk). Maka basuhlah kedua tangan itu dengan taubat dan istighfar.

وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ  : dan basuhlah sebagian kepalamu (dibasuh dengan air tawadlu/ keredahan hati pada Pelindungmu, yakni rendahkan dirimu di hadapan Tuhanmu)

وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ  : dan basuhlah kedua kaki kalian beserta kedua mata kaki nya (basuhlah keduanya dari bekas bekas watak yang mengikuti watak tanah/ lumpur/ watak rendah. Maka basuhlah dengan watak dan perbuatan yang terpuji)

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَالطَّهَرُوْا  : jika kalian dalam keadaan junub maka wajib bagi kalian untuk mandi.

Secara fikih, junub adalah keadaan hadats besar, yang terjadi – misalnya- karena hubungan suami isteri. Tapi secara tasawuf, Kiai Shaleh Darat menjelaskan, maksud dari junub adalah keadaan mencintai selain Allah atau kita menyangka bahwa sesungguhnya makhluk itu bisa memberi madlarat (keburukan) atau bisa memberi manfaat (kebaikan).

Maka hati yang demikian adalah hati yang junub. Maka wajib mandi. Mandi dengan air tauhid (meng-esakan Allah, meyakini tidak ada sesuatu pun yang bisa memberi bahaya atau manfaat selain karena izin dari Allah), mandi dengan air taubat  (memohon ampun dari kesalahan keyakinan) dan air ikhlas (kesungguhan dalam taubatnya).

Kita teringat sebuah kisah seorang Awliya yang berdiri termangu di depan masjid. Beliau tidak kunjung masuk. Hanya berdiri di depan pintu masjid saja, hingga seorang sahabatnya bertanya :

“Mengapa engkau berdiri termangu di depan Masjid, tapi tidak kunjung masuk”

“Saya malu sekali untuk masuk. Saya seperti orang yang mau menghadap Allah dalam keadaan junub”.

Tentu yang dimaksud adalah beliau malu kepada Allah, karena hati beliau terpaut dengan makhluk dan melupakan Allah.

Semoga dengan mengerti keadaan para kekasih Allah seperti di atas, kita belajar meningkatkan keadaan ibadah kita kepada Allah ta’ala. Wallahul musta’an. Hanya Allah lah tempat kita memohon pertolongan.

 

Wallahu A’lam

Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin

Kertanegara, Senin Kliwon, 26 November 2018 M/ 18 Rabi’ul Awwal 1440 H

Wawan Setiawan

 

Baca lanjutan tentang Wudlu Batin selanjutnya di : https://www.mqnaswa.id/wudlu-batin-2-ghurran-muhajjalin-dan-batalnya-wudlu/

One Reply to “Wudlu Batin (1) : Pemahaman Ayat Wudlu dari Kiai…”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *